LVII. | Menuju Norma

20 8 2
                                    

Suasana yang berbeda terasa sangat nyata ketika persiapan keberangkatan menuju Norma dilakukan.

Kelas Sembilan dibagi menjadi dua untuk kembali mempelajari ulang soal pengaturan barak dan efisiensi kerja karena mereka cuma berdua belas. Yang hanya ikut dengan mereka adalah Instruktur Bathory sebagai wakil sekolah sekaligus seorang kemiliteran Norma. Mereka juga diajari lagi seputar penggunaan Warden yang baik oleh Instruktur Lysander jikalau mereka perlu menggunakan Warden di saat-saat tertentu.

Memang, hari-hari menuju keberangkatan cukup sibuk dengan berbagai kegiatan, tapi ...

"Hei, Ann, kamu habis apain si Fio?"

Pertanyaan Gloria di suatu istirahat makan siang di antara kelas dan kegiatan membangun tenda membuatnya menelan ludah. Sesungguhnya, ia pun tidak tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan itu.

Kini Ann telah mengetahui bahwa ia adalah 'Progenitor', sebuah 'proyek' yang dikerjakan si peneliti di mimpinya dan sesuatu yang dicari oleh Sigiswald Reinford dengan bantuan kakaknya, tapi sang kakak memutuskan untuk mengadopsinya ketimbang menyerahkannya ke Penjara Norma entah atas dasar apa.

Ya, ia masih belum bisa menyambungkan seluruh benang merah itu; belum lagi kenyataan bahwa Fiore, mengaku sebagai anggota klan Titania yang sudah punah, bertugas untuk membinasakannya karena ia 'racun' bagi Angia.

Lelucon macam apa ini sebenarnya? Ini tidak lucu.

"Kalau kalian berantem soal kata-kataan kalian seperti biasa, nggak lucu, lah, marahan terus," Gloria terkekeh. "Hana saja sampai bilang kalau kalian sedang perang dingin."

Ann menanggapi Gloria dengan helaan napas panjang.

"Wah, separah itu?"

"Separah itu," pungkas Ann. "Tapi bukan karena masalah sepele."

"Jadi?"

Jadi? Ann pun tidak tahu harus mulai dari mana. Ia mulai minum dari susu kotaknya dan memilih diam, Gloria menatapnya sangsi, tapi si teman sekamarnya itu akhirnya turut diam.

'Progenitor', 'benda'; ia bukanlah seorang manusia. Atau kalau pun ia adalah manusia, ia bukan manusia 'biasa'. Ia mungkin adalah bongkahan merah yang sering ia lihat dalam tabung, walau ia belum tahu kelanjutan mimpi itu dan bagaimana si peneliti hendak mengubah sebuah bongkahan batu menjadi sesuatu yang lain.

Seperti sihir ... tidak, seperti alkemi.

Sejurus kemudian, Blair datang ke arah meja mereka berdua di kantin, ia memesan roti daging asap dan meminum kopi kaleng.

"Hai, sisi utara perang dingin," ucap Blair ke arah Ann. Gloria seperti tersedak, tapi ia tidak berkata apa-apa. Ann menanggapinya dengan tawa kering. "Ah, tapi berbeda dengan Fio, Fio benar-benar seperti ... apa ya, sama sekali tidak bicara?"

"Perang dinginnya masih akan berjalan sampai nanti, kurasa." ucap Ann.

Blair menggelengkan kepala. "Kalian ini, ada-ada saja sebelum Ekskursi. Semoga urusan kalian bisa selesai secepatnya."

Rasanya tidak akan selesai, Ann ingin menimpali demikian, karena ini adalah masalah eksistensinya. Keberadaannya adalah sebuah kesalahan besar yang ia tidak tahu bisa diperbaiki mulai dari mana.

"Oh ya, soal bloodcalyx yang kemarin pernah kita bahas, Knightley," Blair memulai obrolan ringan seperti tidak ada yang terjadi. Gloria menanggapi dengan antusias. "Ternyata saat aku melihat catatan yang diberikan orang-orang tua di desaku, mereka juga sempat meneliti soal batu itu."

"Hee," Gloria menopang dagunya. "Bloodcalyx banyak tambangnya di Spriggan. Dulu sebelum aneksasi, kurasa ada pihak Angia yang selalu rutin melakukan impornya."

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang