LXIX. | Pulau Penjara Norma, bagian ketiga

17 7 3
                                    

Ann tidak terlelap untuk waktu yang lama, ia terbangun saat mendengar suara derit troli yang didorong. Ruangan itu lampunya sudah diredupkan, tapi Ann bisa melihat dua sosok yang mendorong troli membawakan panci besar yang tampaknya berisi makanan. Ann bangun dari kasurnya, mencoba menggerakan tubuh bagian atasnya dan merasa tidak ada pegal atau nyeri. Penyembuhannya bekerja dengan cepat dan baik, tapi entah kenapa ia belum juga bisa tidur.

"Riel, Riel, Ann masih bangun tuh." Hana menarik seragam Muriel, menunjuk arah Ann sambil kasak-kusuk.

"Mau sup krim jagung, atau kamu mau tidur saja?" Muriel menawarkan.

"Sup boleh," ucapnya. "Lagian aku masih merasa susah tidur."

Sejurus kemudian, Gloria turut muncul seiring Hana dan Muriel yang mendekat ke tempat tidur Ann. Muriel menghentikan troli makan itu di dekat tempat tidur, Hana yang menuangkan sup untuk porsi empat orang. Mereka duduk santai di sekitaran tempat tidur Ann, menikmati sup hangat.

"Tunggu, kamu kenapa di sini, Gloria?"

Gloria menyendok sup porsinya dengan semangat, "Karen tidur, aku nggak mau ganggu. Numpang makan, ya."

Ann terkekeh, "Telat kamu ngomongnya."

"Sshh, pelan-pelan!" Hana menengahi mereka.

"Ngaca kamu." balas Ann.

Dibanding sebelum Ann berusaha terlelap, ruangan itu kini sempurna sunyi. Tidak ada obrolan antara ketua kelas, Eris, Hilde, Lucia, atau Alicia. Ketua kelas mungkin akhirnya sudah dijinakkan dan menurut untuk istirahat. Eris dan Hilde, Ann tidak tahu, rasanya ada sesuatu di antara mereka berdua yang Ann tidak bisa tebak. Alicia mungkin melepas rindunya dengan Pulau Penjara, berbicara dengan staf atau mungkin duduk-duduk dengan Kepala Sipir kalau beliau sedang kosong.

"Muriel jadi boleh pinjam dapur?" tanya Ann.

"Boleh, tapi aku hanya boleh menggunakan jatah makanan sisa," ucapnya. "Napi di sini jumlahnya banyak sekali dan aku tidak mau menyerobot. Tadinya malah aku minta ration ke Kepala Sipir, tapi beliau bersikeras untuk membuat 'makanan bergizi dan mudah dimakan' jadi ya ... sup."

Muriel bilang ini makanan sisa, tapi sup ini tidak beda dengan yang biasa Muriel hidangkan di asrama. Sihir apa yang ditaruhnya di masakan ini?

Hana menaikkan sendoknya, "Hana memotong wortelnya. Wortelnya dimakan, ya, jangan disisakan! Terutama Gloria!"

"Ssh Hana, ssh." Gloria berisyarat dengan telunjuknya.

"Oh, kamu nggak suka wortel? Aku baru tahu~" ucap Ann sembari menyenggol lengan Gloria yang wajahnya memerah.

"Kalian diam, deh!"

"Hei, hei. Jangan berisik~" Muriel mengingatkan mereka lagi sambil menahan tawa.

Sup itu tandas tidak lama, Hana yang mengumpulkan mangkuk mereka di atas troli, memisahkan antara mangkuk dan alat makan yang sudah dipakai atau belum. Ia lalu kembali dengan empat gelas, Muriel yang membantu Hana membawa botol air.

"Sekarang sudah mau jam 2300, sudah sekitar sepuluh jam setelah kita lolos dari kota Baldwin," ucap Gloria, ia menghela napas panjang. "Belum ada kabar dari Dresden hingga saat ini."

Mereka meminta bantuan dari Dresden sebelum rencana mereka dilakukan. Instruktur Lysander tampak positif mereka bisa memberi bala bantuan tepat waktu, tapi tidak ada juga jawaban. Waktu berlalu terasa cepat sekaligus lambat; cepat dengan mereka yang masing-masing was-was dengan apa yang mereka hadapi, lambat karena mereka tidak bisa melakukan apa-apa selain beristirahat dan menunggu.

"Kurasa sekolah juga kerepotan," imbuh Muriel. "Belum lagi, kata Instruktur Bathory, kepala sekolah pernah dipanggil ke Bluebeard? Apa nanti Bu Kepsek jadi lawan kita?"

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang