LXXXV. | Malam Terlama di Dunia

42 6 0
                                    

Selepas Alicia menyuarakan ide itu, Ann tidak mengerti apa yang terjadi selanjutnya. Mereka membawa Ann kembali ke asrama dan menyuruhnya mandi dan berbenah diri. Ia pokoknya dilarang menoleh sembarangan di sekitaran lobi, atau nantinya ia akan diomeli habis-habisan oleh Val. Angkara murka ketua kelas mereka kini ada di level lebih tinggi dari Fiore, dan Ann berulang kali diperingatkan.

Setelah mandi, ia lalu disuruh menunggu di ruang makan, yang sepertinya sudah 'disewa' khusus oleh Kelas Sembilan untuk malam itu. Muriel menjadi seksi sibuk di dapur bersama Blair dan Hilde, Ann hanya diperbolehkan duduk dengan Alicia yang menjaga. Anggota kelas lain tidak terlihat di sekitaran ruang makan.

"Kamu tuh ya ... kapan sih nggak bikin orang lain ketar-ketir?" Alicia menepuk punggungnya kuat-kuat sampai Ann menunduk terbatuk. "Kamu yang kadang bilang kalau kita harus terus sekelas, dan sekarang kamu seenaknya melenggang pergi dan sok menyelamatkan dunia, hah?"

Ann sejujurnya tidak bisa membalas karena apa yang diucapkan Alicia terlalu berbobot. Alicia kemudian bersandar lebih dalam di kursinya sementara ia menggelengkan kepala.

"Jadi kamu akan menjadi, apalah itu, 'penjaga racun' untuk selamanya? Kamu tidak akan kembali lagi ke kelas?" suara Alicia bergetar. "Sayap Peri, kamu menyuruh kami lulus dari Kelas Sembilan tanpamu?"

Ann menelan ludah. Kata 'maaf' rasanya tidak akan bisa menjadi sebuah hal yang melegakan, baik dirinya maupun untuk Alicia.

"Riel, kalau sudah selesai langsung bawa saja kemari makanannya." seru Alicia.

Muriel, Hilde dan Blair muncul dari dapur membawa piring dan nampan berisi makanan untuk mereka berlima. Ann kemudian tertegun karena anggota lengkap kelas tidak makan bersama untuk malam terakhir.

"Salahmu membuat anak orang menangis," seru Blair. "Kalau kamu menanyakan dimana Eris, dia sedang bersama Lucia yang tidak bisa berhenti menangis. Hana nangisnya udah kayak bayi jadi perlu dua ibunya buat menghentikannya."

"Sejak kapan mereka jadi ibunya Hana?"

"Aduh, maksudku itu bukan bercandaan tapi ya sudahlah, tertawa saja kalian!" sergah Blair, melirik arah Alicia dan Hilde yang berusaha menahan gelak tawa. "Ann, sebenarnya aku sangat kesal, tapi aku harus melepasmu pergi jadi aku memberanikan diri ada di sini."

Hilde menghela napas panjang, "Kamu dan idemu yang sudah mempersatukan kelas, dan kini kamu tidak akan ada lagi. Kekosongan yang luar biasa tidak bisa digantikan begitu saja."

Muriel menatapnya lembut, "Aku setuju dengan Hilde dan Blair," di sirat pandangannya itu, ada sedikit rasa kalut, rasa kehilangan. "Kenapa kamu tidak bilang sejak awal? Memang, tidak akan ada yang berubah karena memang ini keputusanmu, tapi paling tidak, kami sudah mempersiapkan diri ... untuk berusaha kehilanganmu, Ann."

Ah.

Mungkin ini yang ia hindari.

Perasaan yang sulit ia beri nama ini, ingin segera ia lenyapkan dan tidak ingin lagi ia anggap ada.

Pintu ruang makan mengayun terbuka, Eris dan Lucia datang, Lucia matanya sembab dan ia masih terisak. Tak lama, Gloria, Karen dan Hana yang mengusap ingus masuk ke ruang makan. Val menutup pintu, menaikkan kacamatanya dan berusaha tidak menampilkan kekesalannya. Alicia memberi kode untuk mereka yang baru datang mengambil sendiri piring dan ikut duduk seperti biasa.

Tidak ada tanda-tanda gadis pirang berekspresi masam itu datang ke ruang makan.

Tapi sebelum Ann menyendok nasi karenya di suapan terakhir, kerah kemejanya diangkat oleh Lucia yang segera menamparnya. Separuh kelas berteriak kaget. Tidak ada angin, tidak ada badai, orang terlembut di kelas mereka memutuskan untuk menghajar Ann!

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang