Intermission 014: Kelas yang Menyenangkan

39 9 1
                                    

Dulu, Hana mengira hidupnya akan habis di medan pertempuran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu, Hana mengira hidupnya akan habis di medan pertempuran.

Suatu saat di masa yang dekat, ia akan mati percuma sama seperti anak-anak lain yang telah mendahuluinya. Bisa saja ditembak atau tidak sengaja menginjak ranjau darat.

Dunia Hana sangat sempit, walau ia selalu berlari di padang luas seraya meregang nyawa. Bau rokok dan mesiu yang mengisi barak adalah harum yang biasa ia cium. Orang-orang tua dan veteran itu biasanya membuang puntung mereka di mana saja dalam barak, kadang mereka bahkan merokok sambil terkantuk-kantuk. Peleton yang ditugaskan menjaga barak akan bermain kartu hingga pagi hari, puntung-puntung rokok akan lebih banyak dan lebih tengik pada hari-hari itu.

Beruntung kalau besok mereka masih kembali untuk main kartu, kadang sebagian dari mereka akan hilang tanpa jejak dalam kurun waktu dua belas jam.

Mereka bilang pertempuran kali ini lebih kecil dibandingkan sejarah-sejarah yang telah lewat, dan kebanyakan dari pertempuran ini menggunakan senjata teknologi bukan sihir. Hana, sama seperti banyak tentara anak-anak yang tidak memiliki asal jelas, hanya berjalan hilir dan mudik sambil membawa senjata.

Kalau dibilang tanpa asal, Hana tidak terlalu yakin. Ia masih ingat terakhir hidup di sebuah desa dengan padang gandum yang luas, sebelum semua itu dibakar orang-orang berseragam dan mereka membawa anak-anak yang masih hidup pergi ke barak-barak tentara untuk dilatih. Selepas itu, Hana hanya mengingat cara mengayun kapak, cara membunuh tanpa suara, dan cara pura-pura mati.

Apa yang membedakan tentara anak-anak Spriggan dengan para penyusup kecil dari kubu lawan adalah mata merah mereka. Mata merah tipuan dapat dengan mudah dikenali oleh orang-orang dewasa itu, entah bagaimana caranya mereka membedakan.

Perintah orang-orang dewasa itu selalu sama: lari, bunuh, atau sembunyi. Senjata harus tepat di depan muka, bahkan ketika tidur. Anak-anak harus bangun di awal waktu sebelum kaki mereka akan diinjak oleh kepala peleton. Bila tengah melakukan gerilya, anak-anak akan dikirim ke baris depan untuk menjadi umpan. Mereka harus bisa gesit, atau mungkin ada kaki mereka yang hilang. Bisa saja kata para orang tua itu kaki mereka disambung, tapi mungkin mereka tidak akan bisa berjalan lagi.

Sudah biasa Hana melihat mayat terburai di tengah-tengah padang rumput, darah segar mereka mengalir menyirami rumput-rumput hijau. Ada beberapa orang tua baik yang tetap menutup mata mereka kalau orang itu mati terbelalak, jadi Hana juga melakukannya pada mayat yang ia lihat.

Setelah pertempuran, yang Hana lakukan adalah diam di barak kosong itu, senjatanya masih ia pasang di depan muka, dipeluknya erat-erat. Orang-orang tua itu bilang kalau 'ketua' mereka telah 'menyerah'. Orang-orang itu memiliki rumah, jadi mereka pulang ke rumah. Sementara, Hana menjadi satu dari banyak anak yang masih hidup tapi tidak punya tempat untuk kembali.

Barak tentara yang sunyi dengan kasurnya yang apek itu menjadi surga baginya sekarang. Pakaian tentaranya yang masih penuh bercak darah dan kumal pun menjadi pakaian yang paling bagus yang pernah ia kenakan.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang