Intermission 011: Pedang Suci dan Sang Tentara Kecil

42 10 6
                                    

CLANG!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CLANG!

Hilde menurunkan pedangnya sejenak, merasakan tremor dari umpan balik pedang membuat tangannya kurang stabil.

Maneken besi itu bergeming atas tebasan pedang yang dilakukannya. Pedang suci memang lebih bagus untuk melakukan serangan tusuk, tapi serangan berupa tebasan tidak luput dari ranah prakteknya. Tebasan bagi pedang yang digunakannya tidak efektif untuk melukai, serangan menebas diperlukan untuk memberi jarak antara dirinya dan musuh.

Hilde melihat sesekali pantulan wajahnya di pedang suci yang tipis itu. Wajahnya yang tidak rata, sedikit cembung, berkeringat karena sesi dua kali lima menit. Waktu saat ini telah menunjukkan pukul enam pagi, sepertinya ia harus menyudahi latihan sebelum Eris datang.

Bukan berarti ia tidak suka berlatih dengan Eris, hanya saja-

"Wahh, hebat! Hilde hebat!"

Hilde terperangah mendengar suara tepuk tangan dari arah belakangnya. Tidak ada sama sekali derit pintu dibuka atau suara langkah terdengar sedari tadi. Hana Albertine sudah ada di belakangnya, duduk di atas tumpukan kotak-kotak berisi sarung tangan dan kain-kain lain yang bisa dipinjam. Di belakang Hana, switch axe miliknya sengaja ia kalungkan di sebelah lengan.

Apa dia terlalu fokus berlatih, atau Hana memang datang benar-benar tanpa suara?

"Hana."

"Oh, maaf, apa Hana membuatmu kaget? Maafkan Hana!" si pirang itu mendekat dengan langkah yang terlihat setengah melompat. Ia melonggarkan switch axe miliknya dari pundak. Pemilik rambut hitam berkuncir dua itu segera menggeleng menjawab pertanyaan Hana dan Hana pun menaikkan kepala dan tersenyum lebar.

Hilde melirik ke arah switch axe milik Hana, memperhatikannya lamat-lamat.

Gloria dan Karen menyebut senjata itu sebagai switch axe, katanya adalah senjata yang umum digunakan oleh tentara Spriggan. Mengapa disebut 'switch axe' karena bagian bilah kapaknya bisa dilipat, dan bisa juga dipanjangkan bagian tongkatnya sehingga senjata itu menyerupai sebuah sabit. Senjata dengan mekanisme yang sangat modern, sangat unik melihat Hana membawanya ke Angia.

Walau patut dipertanyakan bagaimana Spriggan dengan segala kemajuan teknologinya bisa tunduk akhirnya menjadi bagian aneksasi Angia, sesuatu yang bagi Hilde menuai sedikit banyak tanya.

"Apa Hilde masih mau terus berlatih? Hana akan temani!"

"Melawan switch axe-mu?"

"Tidak apa-apa, 'kan? Gloria juga sering kok, bertarung melawan Hana dan dia baik-baik saja!"

Hilde berpikir sejenak, tombak - senjata dengan bilah yang tipis dan ringkih, tapi masih lebih tebal dibandingkan pedang berjenis epee miliknya. Ia tidak mengkhawatirkan pedang suci akan patah, hanya saja ia merasa akan cepat lelah dengan lawan tanding seperti Hana yang lincah.

"Boleh, Hana. Saya terima tantanganmu."

Hana mengayun switch axe-nya hingga tongkatnya terulur panjang, bilah itu melengkung sesempurna sabit. "Oke!"

Mereka memulai pertandingan itu tanpa aba-aba, Hana sudah mulai mengayun-ayun besar, yang segera Hilde hindari dengan berlari memutar berlawanan dengan arah datangnya serangan. Pedangnya ia jaga tetap searah serangan Hana, mengantisipasi kalau Hana 'curang' dan mulai melakukan serangan melompat.

Dan, benar saja, Hana memendekkan badan tongkat dan dengan sekuat tenaga ia melentingkan tubuhnya mengejar Hilde. Hana menjejak kuat, tampaknya dengan bantuan sihir di Cincin Peri-nya, hendak menyambar skor dengan mengincar kepala Hilde.

CLANG!

Hilde tidak punya pilihan banyak selain menolak Hana dengan tebasan. Suara besi itu mendenging cukup lama, sangat mengganggu. Hilde menunduk ketika Hana melayangkan tendangan sesaat kapaknya berhasil ditolak. Hilde hendak mengincar bagian kaki kiri Hana, namun ia dengan cepat bersalto dan kembali ke tanah, seperti udara adalah temannya dan gravitasi cuma sekedar hal ekstra.

Apa semua tentara Spriggan seperti ini? Rasanya sangat mematikan bila ada satu peleton petarung yang isinya kurang lebih sepuluh orang seperti Hana. Bahkan rasanya Pasukan Suci milik Norma akan takluk dengan cepat oleh kelincahan dan persenjataan mereka.

"Hebat sekali, Hilde!" pekiknya riang. "Berikutnya Hana tidak akan kalah!"

Hilde membalasnya dengan tusukan maju, tapi Hana dengan cepat menengadah, melempar tubuhnya ke arah belakang. Dengan dua tumpuan tangan, ia kembali berdiri. Tidak sekalipun senjatanya terlepas dari pegangan. Hilde kembali menusuk dengan derajat lebih rendah, yang segera Hana terima dengan badan switch axe. Sebelum Hana sempat mendorongnya, Hilde terlebih dahulu mundur. Hana kemudian memperkecil jarak lagi dengan melesakkan bagian tumpul dari ujung switch axe, namun Hilde segera mengacungkan pedangnya tepat ke arah wajah Hana.

Mereka pun berhenti. Sejurus kemudian, pintu terbuka lebar dan dua orang familier masuk.

"Oooh ..." Alicia yang pertama berkomentar. "Apa ... kami mengganggu?"

Eris sekedar menunjukkan kepalanya dari muka pintu, juga tampak kaget melihat mereka berdua tengah berlatih.

"Ah, tidak. Kami sudah selesai kok, iya 'kan Hilde?" Hana segera menarik senjatanya turun. Hilde mengedip-ngedip keheranan, mengerling ke arah Hana yang sekedar nyengir.

"Hmm, baiklah kalau begitu," ujar Eris. "Apa kamu mau ikut dengan kami latihan, Hana, Hilde?"

"Hilde akan bersama Hana sarapan! Hilde sudah janji!"

Hilde tidak habis pikir, apa Hana sudah tahu kalau dia menghindari Eris? Tapi untuk apa Hana tahu?

"Oke, biar kami yang beres-beres, kalian duluan saja~" sahut Alicia seraya mempersilahkan mereka berdua menuju pintu keluar. Hana sudah keburu menariknya sebelum Hilde sempat menyanggah.

Setelah pintu ditutup dan Hana telah menariknya menuju ruang makan, si gadis periang itu berhenti.

"Kamu merahasiakan latihan itu dari Eris dan Alicia, ya 'kan, ya 'kan?"

"Kenapa ... kamu bisa tahu?" Hana bukanlah seseorang yang tanggap, ya paling tidak di kelas dan pelajarannya yang kadang membuat kepala berasap. Hana selalu yang paling pertama maju jika diperlukan, layaknya tentara yang selalu siaga.

"Insting? Seperti Gloria dan Karen," pungkasnya polos. "Menyembunyikan sesuatu agar yang lain tidak tahu untuk alasan tertentu. Hilde pasti punya alasan jadi Hana membantu Hilde, seperti Hana membantu Gloria! Hana tahu alasan kalian pasti baik!"

Hilde tidak terlalu memasukkan perbandingan itu dalam hati tapi ia sungguh berterima kasih.

Untuk soal alasan ... entah apakah alasan milik Hilde 'sebaik' alasan milik Gloria atau tidak.

Alasan Hilde berpedang tidak bisa dibilang semurni ilmu pedang Malvin atau sekotor ilmu penjara Alicia. Akan tetapi, pedang suci itu tidak semata-mata digunakan untuk hal-hal yang suci dan menyucikan. Atau sekedar sebagai simbol sebuah upacara keagamaan.

Ilmu tanpa nama pedang suci digunakan untuk mengukir kebebasan, kemenangan - sebuah kemenangan yang diimpikan generasi-generasi sebelum Hildegard Norma.

Karena darah harus dibayar dengan darah, Hilde tidak pernah lupa petikan terakhir dari sumpahnya.

"Terima kasih, Hana," Hilde mengelus-elus rambut pirang itu dengan lembut. "Lain kali budimu akan kubalas."

Senyum Hana memang dengan mudah membuat orang lain turut tersenyum; manis, naif dan polos. [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang