Intermission 027: Bloodcalyx

29 9 4
                                    

Claudia Ars Bathory ada seorang diri di ruang meeting, jemarinya menjentik dan membolak-balik halaman Kitab Kejayaan Hampa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Claudia Ars Bathory ada seorang diri di ruang meeting, jemarinya menjentik dan membolak-balik halaman Kitab Kejayaan Hampa.

'Empat Kitab yang diwariskan Para Peri', begitulah asal-muasal Kitab yang dipegangnya. Kitab-Kitab itu terdiri dari: Kitab Kejayaan Hampa, Kitab Harapan Palsu, Kitab Takhta Tak Berguna, dan Kitab Nyawa Tak Bermakna. Masing-masing memiliki keunikan yang hanya dikhususkan bagi pemegangnya yang aktif. Kitab Angia dipercayakan oleh seorang dari Norma yang telah memenuhi rentetan kriteria dan melewati serangkaian ujian, atau itulah yang Claudia tahu karena ia tidak tahu pemegang Kitab itu selain bagaimana sejarah mengatakan. Di kontinen lain, Claudia hanya tahu sahabatnya selama di Sekolah Sihir Aira yang memegang Kitab milik Aira. Claudia bahkan tidak mengetahui Kaldera yang hancur lebur masih memiliki Kitab-nya atau tidak. Sementara, menurut matron Thalia, Kitab Pusara dipegang oleh 'keluarga penjaga makam'.

Kitab Harapan Palsu di Aira berisi tafsir masa depan, atau itu yang sahabatnya pernah bilang di salah satu surat mereka. 'Tafsir masa depan yang mungkin bisa membuat orang yang membacanya gentar', ujarnya.

Kitab Takhta Tak Berguna seharusnya ada di Kaldera. Namun, bagi Tanah Yang Dilupakan Tuhan, Kitab sihir tidak lagi berfungsi. Kaldera kini tidak lagi hidup di tanah mereka yang hancur dan tidak dapat ditinggali, mereka menggunakan teknologi untuk membuat pulau melayang. Claudia tidak tahu detail mengenai Takhta Tak Berguna selain kitab itu memberikan 'kekuatan' bagi sang pemegangnya. 'Kekuatan' itu tidak dideskripsikan seberapa skalanya, atau seperti apa kekuatannya.

Kitab Nyawa Tak Bermakna secara ironis dipegang oleh keluarga yang disebut matron Thalia sebagai 'penjaga makam'. Claudia tidak sempat bertanya lebih lanjut mengenai Kitab Pusara saat itu karena mereka berfokus seputar Bloodcalyx.

Bloodcalyx adalah alasannya mencoba menilik Kitab Kejayaan Hampa selain menunggu kabar dari Instruktur Lysander yang mencari informasi dari jejaringnya.

Kitab Kejayaan Hampa, selain memberikan energi sihir yang berbeda dari mereka yang sekedar menggunakan Cincin Peri untuk menyambung ke garis ley, akan menjawab semua pertanyaan, baik itu pertanyaan di masa lalu, di masa kini, atau di masa yang akan datang. Tetapi, tidak semudah itu menuai tanya yang akan dijawab.

Ada kriteria tertentu yang membuat lembar kosong buku tersebut akan menyusun huruf-huruf sabdanya: pertama, substansi pertanyaan, lalu pertanyaan itu harus sangat spesifik paling tidak memuat 'apa', 'mengapa' dan 'bagaimana'.

Hingga saat ini, Claudia belum bisa menghadirkan jawaban seputar Bloodcalyx dari sang Kitab.

Sejauh yang Claudia ketahui, Bloodcalyx memuat sebuah rahasia. Rahasia yang mungkin sudah tersimpan ratusan tahun lamanya sesaat batu itu ditemukan dan menjadi pengganti batu khas Kota Suci untuk menjadi katalis penggunaan sihir di Angia.

Sejurus dirinya terlarut, panggilan masuk ke Cincin Peri-nya. Ia tahu yang bisa melakukan transmisi sejauh itu hanyalah Morgana Lysander. Claudia membuka layar Cincin Peri, mendapati si Instruktur berambut coklat itu berseri-seri.

"Senang jalan-jalannya, Claud?"

Nada ringan itu membuat Claudia terkekeh. Seorang santai seperti Morgana memang jarang sekali ada di kemiliteran Angia, ia bersyukur bisa menjadi kolega orang sepertinya, penerus perusahaan multi kontinen yang rendah hati nan urakan dan lebih mencintai Ekonomi ketimbang mesin.

"Oh maaf, tapi kami berhenti lama sekali karena ada banyak kereta barang mendahului kereta kami ke arah Bluebeard," cibirnya. "Ada sesuatu yang dikirim dari Spriggan, kah?"

"Hee, kamu bisa menebak, toh," Morgana berujar. "Mereka mengirim Bloodcalyx juga Warden Titania yang ada di Spriggan ke Bluebeard."

Claudia mengerjap. Detail itu segera membuat Claudia kembali ke kenyataan bahwa Instruktur Faye dan Kepsek Durandal dipanggil ke pihak militer mereka masing-masing beberapa saat silam. "... Untuk apa? Kotak besi itu bukannya tidak bisa digunakan?"

"Yang kudengar sih untuk acara di Bluebeard, tapi aku tidak tahu itu acara apa. Maaf aku bukan orang lokal~" sergahnya. "Dan, oh, ya, singkat saja soal Bloodcalyx yang bisa kudapat dari rekanku di Spriggan ..."

Morgana memberikan informasi yang sudah mereka ketahui: bagaimana Bloodcalyx tambangnya subur di Spriggan, bagaimana Bloodcalyx menjadi batu penting dan kegunaannya yang kini luas di Angia sebagai katalis. Lalu, Morgana juga membahas tentang potensi Bloodcalyx yang seperti merupakan sebuah fortifikasi benda tertentu.

"Omong-omong fortifikasi, aku jadi ingat muridmu yang alkemis itu," ujar Morgana. "Ia membuat bagian orgel dari Bloodcalyx, 'kan?"

Claudia segera mengingat Blair Chevalier yang dipintanya membuat orgel itu kembali bekerja. Orgel yang memuat sebuah lagu khusus klan Titania.

"Lalu aku mencoba mencari sejarah alkemis di Spriggan, dan aku menemukan sesuatu yang mungkin menarik perhatianmu. Coba kamu buka sekarang."

Claudia menuruti anjuran Morgana. Ia tidak memutus komunikasi dan membuka sebuah artikel sejarah yang tampak ditulis puluhan tahun silam selepas Era Kekuatan, era kelam di Endia, berakhir. Para alkemis ini menyebut diri mereka sebagai 'Bangsa Chevalier', mereka bersumpah untuk meningkatkan kerja sihir di Angia dengan mempelajari teknologi yang ada karena Sylph tidak akan 'kembali' ke Angia. Ada dua proyek yang mereka jalankan selama masih berada di Spriggan: proyek pertama, 'PROGENITOR' dan proyek kedua 'ASIMILASI'.

Di antara dua proyek itu, 'ASIMILASI' dianggap gagal setelah terjadi ledakan besar yang orang-orang Spriggan kenal sebagai Letusan Kejora. Setelahnya, dikabarkan 'Bangsa Chevalier' ini memecahkan diri, sebagian tinggal dan hidup di Spriggan dan menjadi orang lokal Spriggan, dan sisanya mencari suaka ke Angia.

"Lalu aku mencoba mencari soal Progenitor ini, tapi aku tidak menemukan hal-hal yang relevan, padahal sepertinya banyak sekali yang fanatik tentang proyek itu ketimbang proyek satunya."

Claudia menarik kesimpulan sementara bahwa hausnya orang-orang akan teknologi dan percepatan sihir membuat mereka gelap mata. Kedua proyek ini tampak sangat berbahaya, melihat skala kerusakan yang terjadi di Spriggan.

"Hmm, apa ada relevansi antara Progenitor, Bloodcalyx, dan Angia, terutama untuk sekarang ini?"

"Itu, aku juga tidak tahu, walau setelahnya tampak tambang Bloodcalyx ditemukan di Spriggan dan bagian Norma dan Caelia?" imbuh Morgana, terdengar sama kurang yakinnya dengan Claudia.

Tidak disangka Claudia, saat ia menyadari ada suara ketukan aneh di pintu gerbong menuju ke bagian kereta belakang, huruf-huruf mulai berpendar di lembar Kitab Kejayaan Hampa.

"Kalian tahu saya sejak tadi sadar kalian menguping?"

Pintu gerbong pun terbuka menampilkan Blair Chevalier dan Gloria Wiseman. Mereka hanya bisa tersenyum canggung setelah tertangkap basah. Claudia menyuruh mereka dengan gestur jarinya untuk duduk di depannya di meja panjang ruang meeting itu, panggilan dari Morgana belum ia putus.

"Hah? Murid-muridmu mendengarmu sejak bagian mana?"

"Kurasa sejak kamu bercerita soal Spriggan dan Bangsa Chevalier," Claudia menatap sinis dua muridnya itu, yang sangat kebetulan satu bernama 'Chevalier', dan satu lagi orang asli Spriggan. "Tidak apa, lanjutkan saja, Morgan. Mereka tidak mungkin bisa tidur nyenyak mendengar nama mereka disebut-sebut."

Claudia menatap Kitab Kejayaan Hampa dan tertegun melihat isinya di sana. Dua muridnya dan juga Morgana mungkin tidak bisa melihat paragraf demi paragraf yang dipicu pertanyaannya barusan, tapi Claudia sontak tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.

"A-Ada apa, Instruktur?" tanya Blair.

Tertulis di lembar itu: PERANG SIPIL ANGIA, SEPTEMBER-NOVEMBER Y.1340.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang