Intermission 021: Kompromi

45 12 2
                                    

Bagi seseorang yang sering menghabiskan waktu di asrama, mengetahui jam-jam ketika asrama sepi adalah hal yang mudah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi seseorang yang sering menghabiskan waktu di asrama, mengetahui jam-jam ketika asrama sepi adalah hal yang mudah. Seluruh siswi penghuni asrama akan mengosongkan ruangan tepat sebelum jam tujuh tepat. Asrama akan kembali sepi setelah jam malam, yaitu dengan ditutupnya roll call bagi setiap kelas, dan lampu koridor dimatikan. Di sela-sela waktu tersebut, Ibu Asrama Thalia akan memeriksa sekeliling gedung seorang diri.

Setelah lewat beberapa bulan, Ibu Asrama Thalia pun memasukkan agenda memeriksa Karen yang sakit sebagai rutinitas, di situ juga Karen tahu bahwa asrama sedang dalam keadaan kosong tanpa ia harus keluar dari kasur.

Kalau Karen sudah merasa baikan, ia akan turun ke lobi asrama, duduk di sofa yang kosong sambil membuka-buka catatan. Karen juga akan memeriksa apakah ada pesan masuk untuknya dari Spriggan, dan juga pasti ada dua pesan masuk, satu dari teman sekamarnya Blair dan satu lagi dari Gloria.

'Jangan lupa makan siang,' - Gloria

'Jangan lupa tidur - tenang, aku tidak akan bilang-bilang Wiseman,' - Blair

Karen biasanya akan mendengus dan menutup Cincin Peri-nya, dan entah dari mana, Ibu Asrama datang membawakannya nampan makanan hangat. Ibu Asrama Thalia tidak banyak bicara, namun ia akan duduk di samping Karen hingga makanannya habis. Karen tentu tidak bisa menolak.

Setelahnya, Karen akan kembali mengulang catatan pelajaran sebelum akhirnya ia kembali ke kamar dan berbaring. Kadang kala, kepalanya akan pusing duluan sehingga ia harus cepat-cepat kembali ke kamar. Tapi, tidak hari ini. Ia bisa membaca catatan sampai selesai.

Pintu asrama mengayun terbuka sore itu, sudah ada yang kembali. Karen tidak mengira itu adalah salah satu murid sekelasnya.

"Tumben kembali duluan, Norma. Biasanya kamu sibuk mengintili Malvin." sontak ia berkomentar.

Hilde tampak tertegun, tapi ekspresinya tetap datar selayaknya biasa. Karen tidak tahu bagaimana gadis itu punya ekspresi sedatar itu ketika menanggapi orang lain. Semua punya beban dan rahasia masing-masing, tapi Karen merasa ia tidak tahu seperti apa Hildegard Norma selain bahwa ia adalah perwakilan Kota Suci ke-134 bagi Bluebeard. Keberadaannya bak pengawal tapi juga bayangan bagi Eris.

Menurut anggapan Angia, tidak boleh memanggil Hildegard dengan nama belakangnya, karena dianggap tidak menghormati Kota Suci. Lagi, Karen bukanlah orang Angia asli. Ia juga tidak peduli adat dari kontinen yang sudah mengambil alih daerah otonomi Spriggan.

Hilde tidak berkomentar, ia hanya duduk di sofa seberang, menurunkan tas dan duduk santun.

"Kamu sudah sehat?" tanyanya.

"Lumayan, tapi sebentar lagi mungkin saya harus kembali ke kamar sebelum banyak yang melihat," ucap Karen. "Nanti mereka bawel."

Hilde menatapnya lama. "Jadi kalau sakit, kamu juga jadi ikutan bawel."

"Bukan urusanmu, Norma."

Oh? Apa barusan dia tersenyum? "Baik."

Hilde mengeluarkan buku catatan dari tasnya, ia kembali mencuri lirik. "Mau pinjam catatan saya?"

"Boleh kalau kamu tidak keberatan," imbuh Karen. "Tidak apa-apa kurekam dengan Cincin Peri?"

"Tidak masalah."

Tulisan Hilde tidak serapi Lucia, tetapi masih bisa terbaca dibandingkan tulisan Blair dan Gloria. Ia menulis poin-poin penting materi dan melingkari bahan bacaan yang mungkin akan ia cari sendiri nanti.

"Kamu meminjamkan catatanmu ke orang lain?"

"Alicia kadang meminjamnya kalau mau ada tes dadakan," jawab Hilde. "Atau datang Tuan Putri mencocokan catatan."

Karen mengangguk kecil. Tuan Putri, panggilan itu terasa menusuk di telinga. Baginya yang tidak terafiliasi oleh kasta, panggilan tanda hormat terdengar aneh. Ia bukan di posisi sebagai pengomentar yang baik, jadi Karen memilih diam.

Tapi, Karen sudah terlanjur penasaran.

"Sampai kapan kamu akan memanggil Malvin, 'Tuan Putri'?"

Karen mengerjap ketika ia mengira Hilde tersenyum lagi.

"Sampai saatnya tiba."

Jawaban yang sederhana lagi rumit.

Karen mengembalikan catatan milik Hilde dengan kini memiliki banyak pertanyaan dibandingkan jawaban. Sepertinya ia telah salah memprofilkan gadis pendiam di hadapannya ini. Ia mengucapkan terima kasih dan segera menuju ke kamar.

Seberapa gelap rahasia yang dipendam semua orang? - Karen Ray Spriggan untuk pertama kalinya bertanya pada cermin.


=====


A/N:

Saya ada iseng buat laman karakter untuk Traveler series, kalau ada yang berminat mengintip, bisa cek di https://endia.carrd.co

Terima kasih sudah setia menanti kelanjutan Poison Traveler!

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang