XX. | Orgel Tua dan Kisah Lama

40 14 0
                                    

Wilayah sanggar yang dimaksud peta sudah tertutup oleh rumput-rumput tinggi. Dengan bantuan pisau, mereka berhasil membersihkan jalan menuju sanggar tanpa diganggu lebih lama oleh serangga-serangga terbang yang membuat gatal kulit.

Sama seperti ballroom yang mereka masuki, gedung dengan nama 'sanggar' itu juga penuh dengan lubang. Seperti ada yang telah memaksa masuk, bukan hanya dirusak oleh hewan. Pintu wilayah sanggar tidak ditutup oleh sihir, menurut Instruktur Bathory yang ada di belakang mereka, jadi mereka diperbolehkan mendobrak pintu dan terus mencari sumber kekacauan.

"Sejauh ini dari sungai dan artefak itu menimbulkan kerusakan?" tanya Alicia.

"Pengaruh sihir yang kuat bisa saja membuat artefak biasa semakin kuat," Instruktur Bathory menjawab. "Lagi, daerah ini sudah lama ditinggalkan, saya tidak bisa mengira siapa yang telah memanfaatkan semua ini, dan sudah berjalan berapa bulan artefak ini berulah."

Daerah sanggar, berbeda dengan daerah ballroom yang memiliki lantai granit, memiliki lantai kayu. Tidak ada barang berharga pada selayang pandang, lantai itu bersih tanpa jeda, hanya ada beberapa perkamen gantung yang menjadi latar sebuah tempat tinggi yang tampak seperti altar doa. Perkamen-perkamen itu tidak ada yang robek, walau altar doa di sana seperti diacak-acak karena kemungkinan memiliki barang berharga. Ada sebuah lemari lebar yang terletak agak jauh dari altar, tapi isinya sudah dikosongkan dan kacanya dirusak.

Lantai kayu itu beberapa sudah berlubang besar, menampilkan ruangan di bawahnya. Akan tetapi, tidak ada 'jalan' menuju lantai di bawahnya. Sanggar itu sempurna 'terlihat' seperti hanya memiliki satu lantai.

"Perkamen apa ini?" Hana menunjuk dua dari tiga perkamen yang ditulis menggunakan tulisan kursif. Tampaknya ditulis tangan.

Muriel di belakang Hana mengernyit, "Sebuah slogan, sepertinya. Mau kubacakan?"

Hana mengangguk.

"Hmm ... 'Menguasai Satu memerlukan hati yang bersih, keyakinan yang tidak tergoyahkan', 'Menguasai Dua tidak diperlukan, terkecuali bagi yang membutuhkan,' dan yang ketiga ... sebagian kalimatnya hilang."

Eris dan Hilde yang mendengar percakapan mereka ikut melihat perkamen yang dimaksud. Mereka pun tertegun melihat sebagian kalimat hilang dari perkamen ketiga yang tidak cacat.

"Apa ini disengaja, sebuah ajaran rahasia?" imbuh Eris. "Sanggar ini agak mirip dengan tempat latihan berpedang Malvin."

"Ohh? Benarkah?" Hana tampak antusias.

"Sanggar kami sangat luas, banyak sekali pendatang yang silih-berganti berkunjung," Eris menjelaskan. "Mereka kadang cuma menguasai tingkat dasar ilmu pedang Malvin karena ingin belajar bertarung."

"Ilmu Pedang Malvin terdengar menarik!" pungkas Hana. "Apa Hana bisa belajar juga?"

Di situ, Hilde menepuk kedua pundaknya, "Hana, kamu nanti tidak bisa pegang switch axe-mu lagi, lho?"

"Benar juga!"

Sementara, Ann turut dengan Gloria memeriksa lemari kosong yang sudah dirusak. Lemari itu tidak menyimpan rahasia apa-apa, tidak ada tombol tertentu atau tidak ada kuda seperti undakan batu saat mereka pertama kali menemukan jalan tikus menuju Mansion Leanan.

"Coba misal kita geser lemari ini dan tiba-tiba kita menemukan jalan rahasia lagi!" ucap Gloria dengan tawa.

"Mana mungkin." sergah Ann. "Lemari ini terlalu lebar untuk digeser berdua."

Alicia menyahut dari belakang mereka, "Kalian butuh bantuan?"

Ann dan Gloria saling berpandangan. Mereka memutuskan untuk memenuhi rasa penasaran mereka dan menggeser lemari itu, tentu atas persetujuan Instruktur Bathory sebelumnya.

"Ah."

Benar saja, mereka menemukan bagian dinding yang berwarna berbeda tepat di balik lemari, sama sekali tidak terjamah melihat debu yang sudah berkumpul di bawah lemari.

"Sayap Peri," tukas Alicia. "Apa yang bakal kita temukan di dalam?"

"Entah, kuharap itu artefak untuk mempermudah pencarian kita."

Gloria yang menjadi pemandu ketika mereka masuk ke ruang tersembunyi di balik sanggar. Sebuah meja panjang yang dihuni sarang laba-laba dan buku-buku tertinggal tidak digunakan selama sekian lama. Ruangan itu dikelilingi lemari buku dan juga rak berisi pedang-pedang yang sudah mulai berkarat.

Tangga menuju ke bawah dapat mereka lihat ada di antara rak buku-buku, Instruktur Bathory pun menyuruh beberapa anak turun bersamanya.

Selembar kertas yang sudah menguning ada di atas meja, baru ditulis setengah: Teruntuk Walikota Barrows.

"Surat ini untuk Pak Walikota?" Gloria membaca, tidak memegang kertas itu. "Ah tapi, tidak ada lanjutannya."

Ann menyapu pandangannya ke arah beberapa lemari buku dan pedang, menemukan keberadaan sebuah bingkai foto di dalam lemari tersebut. Seorang pria paruh baya berambut hitam dengan janggut tengah memegang sebuah pedang berukuran besar menjadi titik tengah foto. Di sampingnya, tampak wanita yang tidak terlampau tua namun sudah ada garis-garis usia di wajahnya, juga menggunakan pedang, namun versi lebih ramping dengan pelindung pegangan pedang yang berbentuk seperti setengah sayap Sylph. Mereka berdiri di depan sanggar beserta dengan dua orang anak kecil dan beberapa pria lain yang mengenakan seragam putih. Pedang tidak ada yang absen dari keberadaan mereka. Anak laki-laki yang memiliki rambut hitam sama dengan pria dan wanita yang berada di tengah tersenyum memamerkan pedang kayunya dengan senyum lebar, sementara gadis kurus yang lebih pendek di sampingnya tertunduk, tidak tersenyum dan juga tidak memegang pedang.

"Ann? Ada apa?" Gloria bertanya selepas ia memeriksa surat-surat di dalam laci meja besar.

"Ada foto di dalam rak ini, mungkin mereka pemilik sanggar."

"Duh, memang sanggar ini dimiliki keluarga lama Leanan, 'kan." Gloria mendekat untuk mencuri lihat. "Fotonya sudah menguning, ya, padahal ditaruh di dalam pigura ... oh, apa ini murid-murid dan anak-anak Pak Leanan?"

Ann mengedikkan bahu.

Tak lama berselang, para siswi yang ikut turun bersama Instruktur Bathory kembali. Karen datang membawa sebuah kotak kecil dengan ukiran abstrak di sampulnya yang ia segera taruh di sisi meja yang kosong. Instruktur Bathory memberi gestur agar mereka memberi jarak, sementara Kitab Kejayaan Hampa muncul lagi di sekitar sang guru.

"Ini?"

"Sebuah orgel," pungkas sang guru. "Tapi deteksi sihirnya besar sekali, saya akan menyegelnya dulu."

Orgel tua itu berpendar emas selama proses yang dilakukan Instruktur Bathory berjalan. Sembari menunggu, mereka diperbolehkan melihat-lihat sekeliling sekali lagi untuk mencari anomali lain.

"Ada apa di bawah sana?" tanya Alicia pada Blair.

"Ada kamar tidur dan sebuah gudang," jawabnya. "Kami menemukan kotak itu di dalam kamar tidur. Untuk gudangnya, ada banyak sekali pedang di sana."

"Berbeda dengan pedang di sini?"

"Pedang-pedang di dalam jauh lebih bagus. Bahkan ada yang masih disegel dan belum dibuka!" ungkapnya. "Tapi Instruktur Bathory bilang kita tidak boleh mengambil salah satu dari pedang-pedang itu untuk diperiksa."

"Tapi tidak ada hal aneh di pedang-pedang itu? Bisa saja artefak." Gloria melirik ke arah Karen.

"Tidak, gelombang anehnya cuma muncul dari kotak itu." sanggah Gloria. "Kita tidak perlu mengambil terlalu banyak yang bukan milik kita."

Ketika Instruktur Bathory selesai, ia segera menyimpan kotak itu dalam tasnya. Ia menyuruh anggota kelas untuk berkumpul dan menyudahi pencarian. Ia mengingatkan sekali lagi untuk tidak mengambil apapun yang tidak diperlukan.

"Orgel ini bagian per dalamnya sudah rusak jadi tidak bersuara, saya akan meminta izin ke Pak Walikota untuk membawanya ke Dresden untuk diperiksa dan diperbaiki," ucapnya. "Seharusnya, ekosistem di sekitar Mansion sudah kembali normal. Kita mungkin harus memeriksa sumber air besok sebelum kita kembali ke Dresden."

Mereka pun kembali membentuk barisan dan segera keluar dari area itu, kembali menuju tanah kosong dan menembus hutan menuju barak. [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang