Intermission 006: Lazuardi

41 14 0
                                    

Setelah memeriksa bahwa jam malam belum diberlakukan, Lucia keluar dari kereta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memeriksa bahwa jam malam belum diberlakukan, Lucia keluar dari kereta. Matanya tertuju pada sebuah pohon mahoni yang ada di belakang barak, satu-satunya pohon yang ada di sana dan tidak meranggas.

Malam di sana terasa lebih dingin dibandingkan dengan malam di Kota Folia. Semilir angin terasa menusuk tulang dan menggetarkan daging. Lagi, karena barak sementara ada di tempat terbuka, Lucia dapat melihat bintang-bintang di langit. Kerlap-kerlip kecil di kanvas gelap, jauh namun membentang seperti sungai kecil.

Lucia duduk di bawah pohon dengan kakinya menekuk, ia menengadah memperhatikan langit yang ramai lagi suasana yang sepi. Sayup-sayup ia mendengar suara dari kejauhan, disela oleh gemerisik daun dan semak. Suara ayunan pedang.

"Eris?"

Lucia menaikkan suaranya dan ayunan pedang itu terhenti. Suara langkah tegap datang ke arah pohon mahoni. Pemilik rambut pirang yang dikuncir satu di belakang itu menoleh dari balik pohon. Mata biru langitnya terasa cerah, secerah ikat rambut yang tak pernah lepas darinya.

"Lucia?"

"Berlatih pedang seperti biasa." simpul Lucia.

Eris mendengus. "Katakan saja aku maniak pedang, itu memang benar."

"Tidak bersama Hilde atau Alicia?"

Eris memutar bola matanya, terutama ketika mendengar nama pertama. "Mereka sedang sibuk."

Lucia menepuk rerumputan di sampingnya, gestur untuk Eris turut bersamanya duduk. Eris terdiam sejenak, sebelum ia menyarungkan pedang miliknya dan menyandarkannya di badan pohon. Lucia berpikir bahwa permintaan itu akan ditolak.

Eris terlihat kecil kalau mereka duduk bersisian, walau tidak semungil Fiore.

"Maaf."

"Ada apa?"

"Soal tadi siang, aku-" Eris mendecak. "Maaf aku tidak bermaksud-"

"Sudahlah, Eris," Lucia menjeda. "Itu semua sudah berlalu."


Siang tadi, setelah Eris memutuskan untuk mereka berdua menyambangi kantor walikota Barrows, mereka pun datang menuju balai kota dan mendapati antrian orang yang tampak menyerahkan sesuatu ke kotak-kotak di atas meja kosong yang tengah bertuliskan 'ISTIRAHAT'. Kantor walikota di belakangnya tertutup rapat, sementara orang yang telah menyerahkan berkas-berkas hanya berjalan pelan pergi atau melihat-lihat balai kota.

Kotak-kotak di atas meja itu terbagi atas beberapa warna tanpa label, mungkin orang-orang kota sudah hafal berkas mana masuk ke kotak mana. Mereka yang datang dengan tertib mengantri, walaupun itu cuma satu atau dua orang.

Selain meja besar itu, di balai kota terdapat pameran-pameran kecil, seperti boks berisi miniatur kota berbentuk fisik dan tampak empat dimensi kota berbentuk hologram yang dapat disentuh. Ada juga papan berisi sejarah kota Barrows yang dicetak besar-besar sehingga siapa saja bisa datang untuk membaca. Di balai kota yang kecil itu juga terdapat sebuah monumen berbentuk pedang yang terletak di sebelah papan besar di sebelah timur yang berisi banyak sekali foto. Separuh foto-foto itu ada di bawah tulisan Praktisi Pedang Leanan: Satu.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang