XXXVII. | Langgam

30 9 0
                                    

Walau Instruktur Bathory mengatakan bahwa kelompok pertama tidak perlu melapor, keempat gadis yang tersisa bersikeras untuk memberitahukan apa yang terjadi baru saja. Tenda kesehatan darurat yang menjadi tempat mereka berbicara, dengan izin dari Instruktur dan anak-anak Kelas Enam selepas mereka yang terluka telah terobati.

Salep obat dari Blair cukup ampuh menutup luka, namun Blair menganjurkan mereka tetap menutup luka dengan perban dan menggantinya setiap minimal sekali sehari hingga luka menutup sempurna.

Luka sayat di pelipis Gloria membuatnya harus menutup separuh matanya dengan perban, dan ia masih juga sempat-sempatnya bercanda kalau ia sekarang adalah bajak laut. Eris tidak diperbolehkan memegang pedang selama sehari penuh karena tangannya yang lecet dan memar. Selebihnya, Lucia dan Ann hanya disuruh untuk banyak beristirahat.

Mereka bersembilan duduk melingkar, Instruktur Bathory berdiri di dekat pintu keluar. Kelompok kedua mengambil kursi untuk duduk, sementara kelompok ketiga memilih untuk berdiri. Mereka yang terluka dibiarkan duduk di atas tempat tidur darurat, Ann duduk bersama dengan Gloria yang masih menahan sebelah matanya karena nyeri.

Setelah kelompok ketiga dan kelompok kedua menyampaikan pelaporan, Eris yang membuka pelaporan kelompok pertama.

Eris menjelaskan bagaimana mereka menyeberangi sungai, dilanjutkan dengan mereka memeriksa sekitar gedung yang terbengkalai itu dengan hati-hati. Tidak sekali pun mereka berpisah jalan, hingga mereka bertemu dengan dua sosok yang bernama 'Rook' dan 'Messenger'.

Pelaporan sementara hari itu berjalan dengan atmosfer cukup berat. Eris mengurutkan kejadian secara bertahap dengan suara gamang. Bagaimana mereka berhasil mengecoh lawan, bagaimana lawan mereka sangat kuat, juga bagaimana mereka semua terluka dalam kejadian tersebut.

"Jadi," Instruktur Bathory menjeda. "Kamu adalah anggota keluarga Leanan, Florence?"

"Ya, nama asli saya Lucia Florence Leanan, Instruktur." Eris yang duduk disampingnya di tempat tidur itu alisnya berkedut. "Mohon maaf saya sudah berbohong kepada Sekolah Militer Dresden."

"Yang membantu memalsukan dokumenmu berarti keluarga asuhmu di Leanan?" Instruktur Bathory bertanya dengan nada lembut, seakan tidak bermaksud memojokkan Lucia.

Lucia hanya mengangguk.

"Lalu soal Rook dan Messenger ini, mereka mengaku dari E8?" Karen angkat bicara. "Bukankah E8 adalah sebuah organisasi yang ada di Kaldera?"

Di antara semua yang hadir, Instruktur Bathory-lah yang menanggapi hal tersebut, Ann tidak bisa melihat ekspresi Gloria saat ini, tapi ia merasa gadis berambut kemerahan itu turut tertegun.

"Soal E8, saya akan menanyakan lebih lanjut ke kepala sekolah dan Instruktur Lysander. Untuk saat ini, abaikan informasi itu dan jangan katakan pada siapapun." ujar Instruktur Bathory. "Untuk Hana, dia sudah ditangani oleh Rumah Sakit Redcrosse jadi kalian tidak perlu khawatir."

Hampir separuh dari penghuni kelas menuai nafas lega. Lucia tampak menarik kepalanya yang tertunduk. Hilde yang tidak biasanya terlihat kalut pun turut tersenyum kecil.

"Ia mungkin akan dirawat di sana dalam beberapa minggu. Paling tidak, mungkin kita bisa mengunjunginya sebelum kita bertolak ke Folia."

Mendapati sunyi yang mengisi ruangan itu, Instruktur Bathory berdehem keras. Anak-anak Kelas Sembilan terkesiap di tempat mereka duduk, menatap ke arah Instruktur mereka yang tetap berdiri tegak.

"Di saat perang, bukan sekali kalian akan mengalami kekalahan atau kehilangan," jelasnya. Senyum penuh iba tergambar di ekspresinya yang keras. "Kalian semua pasti lelah. Istirahatlah lebih awal dan dinginkan kepala kalian."

Instruktur Bathory meninggalkan tenda sunyi itu dengan satu anggukan penuh arti. Kesebelas anggota Kelas Sembilan saling bertatapan sebelum mereka masing-masing menghela nafas panjang.

"Sebentar, aku penasaran, jadi-" Alicia berbicara cukup cepat. "Kamu praktisi pedang Leanan?"

Lucia mengangguk pasti, ia lalu menunjukkan tongkat yang biasa mereka semua lihat sebagai sebuah katalis sihir. Dibukanya ujung tongkat itu untuk memperlihatkan secuplik bilah pedang, sebelum Lucia menyarungkannya kembali.

"Dan dari yang tadi Eris Malvin ceritakan, kamu ...?" Val mengulum bibir. "Bukan, bukan maksudku untuk memintamu menjelaskan apa alasanmu melakukan itu atau menyembunyikan pedangmu, hanya ..."

"Saya ... mengerti kalau saya mungkin terlihat menyeramkan-"

"Tidak, Lucia! Kamu tidak menyeramkan!" Muriel menjeda. "Aku yakin Eris juga takjub dengan kemampuanmu!"

Eris, yang ditunjuk oleh Muriel, gelagapan. "Eh? Ah. I-Iya." ia menggaruk pipi. "Muriel benar, kamu tidak menyeramkan. Tanpa keputusanmu, mungkin kita semua tidak bisa selamat."

"Tapi Hana ..."

Fiore menjadi yang pertama menggenggam kedua tangan Lucia. "Cukup! Jangan salahkan dirimu sendiri! Hana juga pasti akan bilang kalau kamu hebat, Lucia!"

Kembali sunyi, sebelum Blair mendecak keras. "Oke, oke. Kayaknya kita semua capek. Mending kita makan lalu tidur, ya? Kita bisa simpan keluh-kesah kita saat kita lebih segar."

"Hmm, bisa juga kata-katamu, Chevalier!"

"Diam, Gloria. Kubilang jangan bergerak dulu sampai salepnya menempel di sana selama satu jam!"

Tawa kecil mengisi tenda darurat itu. Muriel kemudian bersuka rela membawakan mereka semua makanan dan mengajak mereka makan di tenda itu malam ini.

Sementara, Ann menyaksikan isi kelas dalam diam, perasaan hampa masih menguasainya dengan sempurna. Kehampaan yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang