XLVII. | Belajar Kelompok, bagian pertama

21 10 2
                                    

Hari itu, Val menghimbau seantero kelas untuk berkumpul di perpustakaan sekolah seusai jam terakhir. Ann sudah merasakan firasat buruk, tapi Gloria menyeretnya sebelum ia sempat kabur ke asrama.

"Berterima kasihlah kalian karena ketua kelas kalian yang baik hati ini sudah mendapat izin untuk meminjam perpustakaan agar kita bisa belajar kelompok!" seru gadis berkacamata itu menggebu-gebu.

Intinya, mereka semua digiring oleh sang ketua kelas yang ambisius untuk belajar paksa. Lebih tepatnya, memang rata-rata nilai kelas mereka mengkhawatirkan, sih. Belum lagi personil mereka paling sedikit di antara kelas-kelas lain.

"Ketua, memangnya kita tidak bisa santai sedikit?" Alicia mengangkat tangan.

"Kamu tidak tahu, ya, Alicia Curtis? Kelas yang mendapat nilai rata-rata terendah di satu sekolah akan mendapat hukuman!"

Suara gabungan 'ehh' mengisi perpustakaan. Val sampai harus mengetuk-ngetuk papan tulis untuk menyuruh mereka diam. Kejadian seputar 'hukuman' mengingatkan mereka semua pada saat Battle Royale di awal tahun ajaran. Tapi sayangnya, mereka tidak mungkin berkompromi dengan kelas lain soal masalah ini.

"Mata pelajaran kita memang mengharuskan adanya laporan Ekskursi Daerah, tapi itu tidak masuk rata-rata," Val menjelaskan lagi sambil menggambar diagram di papan tulis. "Kelas Tiga pastinya sangat pintar di pelajaran Militer, dan Kelas Enam punya nilai plus di mata pelajaran umum. Walau Fiore Angelica Alba dan Karen Ray Spriggan membantu mendongkrak nilai kalian yang jongkok itu, kita tetap tidak bisa menang!"

Ann menatap Fiore yang menopang dagu, ekspresinya sinis membalas tatapan Ann. "Apa? Aku ini mendapat skor penuh lho, di ujian masuk."

Ann memutar bola matanya, mengingat-ingat si 'pendek' yang ditemuinya saat awal tahun ajaran. Ah, ya, benar juga.

"Kenapa ekspresimu begitu? Mau mengejekku, ya?" lanjut Fiore.

"Ngg, nggak kok~" Ann berpura bersiul.

Val dengan menggebu menjelaskan taktik pembelajaran mereka di masa-masa tenggang ini. Dengan satu jam yang mereka punya di perpustakaan dan satu jam setelah makan malam, Val mengharuskan mereka semua berkumpul dan fokus pada satu atau dua topik tertentu. Ann mengangguk-angguk, taktik yang memang sesuai bagi mereka yang daya perhatiannya lemah.

"Ketua Kelas, Ketua Kelas, Hana 'kan ikut ujian khusus, apa Hana boleh tidak ikut belajar?"

"Diam kamu, Hana Albertine! Sebagai ketua kelas, keputusanku ini mutlak! Kita semua harus belajar!"

"Ehh? Jadi jam latihan berkurang?"

"Eris Malvin! Tidak kamu juga!"

Sebagian kelas tergelak menanggapi Val di mode seriusnya, kembali mengingatkan mereka bagaimana ketua kelas mereka itu sangat antusias dihadapkan pada situasi darurat di Battle Royale.

Kesimpulannya, mereka harus belajar, titik. Setelah Val menerangkan kembali soal taktiknya, ia menulis mata pelajaran yang mereka harus kuasai dan meminta seluruh anggota kelas menyerahkan kartu nilai mereka agar Val bisa kelompokkan siapa yang akan menjadi 'tutor' untuk ditanyai.

Mata pelajaran tes mereka ada delapan untuk Ujian Tengah Semester, dan tidak ada ujian berupa praktek bertarung senjata, tes kepemimpinan atau mengendarai Warden. Delapan mata pelajaran itu meliputi Ekonomi Militer, Sejarah, Linguistik, Aplikasi Sihir, Strategi Militer, Persenjataan, Seni Militer dan Seni Terapan. Seni Terapan tidak memiliki tes teori, dan menurut apa yang Val tanyakan ke Instruktur pengampu, mereka mungkin akan bernyanyi bebas atau menggambar jadi tidak perlu fokus belajar soal Seni Terapan.

Val menulis masing-masing mata pelajaran di papan, Lucia membantunya mengurutkan nilai-nilai, sementara yang lain menunggu nasib mereka dengan setengah cemas. Fiore tidak termasuk yang cemas, cuma ia terus-terusan menghela napas panjang.

"Ann?"

"Ada apa, Fiore?"

"Kamu terlihat murung, ada masalah?"

Ann terbelalak menanggapi pertanyaan itu, ia menarik pandang.

"Kamu selalu melakukan itu kalau mau berbohong," ucap Fiore, menunjuk gelagat wajahnya. "Suratmu bermasalah lagi?"

"Bukan, bukan itu." Ann menangkap Val dan Lucia sudah selesai merekap. "Nanti saja, setelah ini."

Fiore menatapnya sangsi. "... Baiklah."

Mata pelajaran pertama, Ekonomi Militer, diisi nama Alicia Curtis. Val sampai mengerutkan dahi dan melirik Alicia beberapa kali dengan muka tidak percaya. Alicia menepuk punggung gadis berkacamata itu, sok-sok canggung.

"Ketua kelas, jangan gitu ah. Kamu tahu 'kan aku suka menghitung?"

"Ya ... iya sih," Val menggaruk pipinya. "Oke, jadi untuk Ekonomi Militer, karena nilai rata-rata yang stabil ada pada Alicia Curtis, dia akan menjadi tutornya."

Hilde bertepuk tangan seadanya, sementara Alicia masih nyengir lebar, mengundang decak sebal Val.

"Untuk Sejarah ..." Val melanjutkan. "Hildegard Norma."

"Pintar-pintar sekali ya, orang-orang Bluebeard~" sahut Alicia.

"Diam kamu, Alicia Curtis."

Di mata pelajaran berikutnya, Linguistik, Val tertegun sejenak. Ia lalu melempar pandang ke arah Karen dan Fiore. "Karen Ray Spriggan dan Fiore Angelica Alba, kalian mau pilih yang mana, Linguistik atau Aplikasi Sihir?"

Fiore dan Karen saling berpandangan dari sisi meja satu ke meja lain. Mereka tidak bertukar kata-kata apa pun, tapi mereka segera memutuskan. "Aku Aplikasi Sihir, Karen saja untuk Linguistik."

"Baiklah." Val mencatat nama mereka di papan. "Berikutnya, Strategi Militer ..."

Ekspresi Val menjadi lebih kecut ketimbang saat ia menulis nama Alicia di papan. Ia melongo lebih lama, sampai menaikkan kacamatanya beberapa kali. Lucia membenarkan soal data itu dan Val akhirnya menurut.

"Strategi Militer, Knightley."

Kini, Fiore turut melongo.

"Wow, plot twist." sambut Blair diiringi gelak tawa. "Nanti ajari kami yang benar, ya, Knightley?"

Ann mengedikkan bahu. "Malas, ah!"

"Ann Knightley, kalau kamu tidak serius, kamu akan tahu akibatnya."

Val membuat mimik ekspresi aneh, seperti ia hendak meletuskan tembakan peringatan.

"Sa-Santai ketua kelas, aku hanya bercanda~"

Seantero kelas tertawa lepas menanggapi hal itu, Val menginterupsi dengan deham keras untuk melanjutkan.

"Persenjataan, Eris Malvin. Lalu Seni Militer, Lucia Florence," Val menulis dua nama itu tanpa banyak bertanya. "Apa ada yang ingin menambahkan?"

"Tidak, ketua kelas!" sambut seisi kelas. Val kembali harus mengetuk papan tulis untuk menyuruh mereka kondusif.

"Oke, jadi kita mulai berurutan, dari Ekonomi Militer dulu dan berlanjut hingga Seni Militer per jam-jam pertemuan," ucap ketua kelas dengan percaya diri. "Kita harus bisa mengalahkan rata-rata nilai kelas lain!"

Dan dengan itulah, sesi belajar intensif nan ambisius dibarengi ketua kelas yang sparta pun dimulai, tepat seminggu sebelum ujian tengah semester berlangsung.


Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang