XXVIII. | Awal Sebuah Mimpi

32 11 2
                                    

"Bangun! Jangan tidur!"

Ann ingat jelas kalau kelas sudah berakhir dan anak-anak Kelas Sembilan telah pindah dari gerbong yang disulap jadi kelas untuk memakai gerbong makan untuk sedikit bersantai. Ann duduk bersama Gloria lagi, kali ini di depan bar dekat dengan Muriel.

Muriel kali ini dibantu oleh Val yang dengan tertibnya memakai celemek dan Alicia yang ... Alicia, yang kurang patuh dengan tata tertib dapur dan sesekali mengumpat, walau dengan nada canda. Mereka bertiga bergantian menanyakan kalau-kalau diantara mereka ingin makan atau minum, pokoknya mereka akan menggunakan gerbong makan itu sampai mereka nanti sampai di Redcrosse.

Eris memesan es kopi, yang kemudian disusul oleh Blair dan Gloria. Fiore tak biasanya memesan teh susu dengan es, tapi memang cuaca kali itu panas sekali untuk ukuran bulan Agustus. Hana ikut-ikutan memesan es teh susu dan Fiore segera menggeram. Karen menjadi orang paling aneh yang meminta teh hangat, yang tentu saja dikomentari oleh Gloria. Hilde seperti biasa mengikuti pesanan Eris. Ann meminta 'apa saja' ke Muriel, yang segera Muriel sambut dengan es kopi dengan krimer.

Ya, seharusnya Ann tengah memainkan sedotan di gelas es kopinya dan terjaga, bukannya tertidur untuk kemudian dihardik keras oleh anak kecil.

Anak kecil itu lagi. Rambut coklat urakan dan gaun terusan putih. Ruang istirahat berbentuk kubikel tanpa atap. Tabung-tabung seukuran manusia yang sudah pecah dan tidak lagi memiliki isi.

"Kenapa kamu tidur terus, kamu lelah?"

Anak kecil itu duduk di depannya dengan kaki mengayun teratur. Ann bangkit dari posisi tidur anehnya yang melipat tangan sebagai alas sementara ia berselonjor di kursi panjang yang sudah bolong-bolong busa alasnya.

Sejak kapan ia berselonjor? Bukannya tadi ia ada di depan konter menunggui Muriel dan Val yang membuatkannya es kopi krimer?

"Master tidak pernah bilang apa-apa soal kamu, apa jangan-jangan kamu anak baru? Teman yang diciptakan Master untukku?"

Ann membalas ocehan panjang gadis kecil itu dengan kuap lebar. Merasa tidak tertarik. Merasa tidak ada yang masuk akal di sini. Entah ia sedang hidup di kepala siapa sekarang, menghidupi mimpi yang terasa lebih nyata dari es kopi krimer.

"Kamu tahu? Tidak ada yang hidup selain aku, kata Master. Mereka semua mati untuk dipersembahkan," ia merajuk. "Aku sedih karena harus sendirian. Aku merengek setiap hari untuk dibuatkan teman oleh Master."

Mata Ann sudah mulai mengatup tertutup. Gadis itu masih saja berceloteh seakan tidak perlu komentar dari Ann walau ia jelas berbicara dengan Ann dan menganggap Ann ada. Gadis itu melompat dari bagian kursinya dan menepuk kepala Ann pelan, ia kemudian berjongkok sehingga garis pandang mereka sama.

Warna mata lembayung, bulat dan lebih terlihat polos dari mata merah milik Hana. Ia mulai mengusap-usap ubun-ubun, belaian halus setara dengan nina bobo.

"Apa kamu mau jadi temanku? Mungkin dengan itu aku tidak akan dibunuh oleh Master." kata-kata 'bunuh' membuat Ann sedikit banyak terjaga, ia menahan nafas. "Maukah kamu jadi temanku? Kita bisa bertemu Master bersama dan meminta agar kita tidak dimusnahkan."

"... Kamu siapa?"

"Aku tidak punya nama. Bagaimana kalau kamu panggil aku dengan, Nina, misal?" ia menerawang. "Aku akan memanggilmu dengan Ann."

Ann sempurna terjaga.

"Bagaimana kamu bisa tahu namaku ...?"

Gadis itu tersenyum lengking, "Kita 'kan teman, Ann. Teman saling membantu!"

Belum sempat ia bertanya, mimpi itu telah berakhir, dengan sebuah bisikan di telinga yang lebih nyata dari apapun juga.



"... Ann? Ann."

Es kopi krimer itu berkeringat tidak tersentuh, sekarang antara air, kopi dan krimer sudah memisahkan diri membentuk koloni masing-masing. Sinar mentari yang menyengat telah pudar menjadi jingga dan perlahan suara sayup-sayup desing roda kereta terdengar dari kejauhan.

Fiore duduk di sampingnya menggantikan posisi Gloria, tubuhnya sempurna tertunduk, wajahnya dekat dengan sisi kiri Ann. Melihat Ann yang menaikkan kepala, Fiore segera mundur, menelan ludah.

"Di mana anak tadi?"

"Anak siapa? Kamu ngelindur kali." Fiore mendecak keras. "Bisa-bisanya tidur lama di posisi begitu."

"Aku 'kan tukang tidur kelas." Ann mengedikkan bahu. Ia kemudian merenggangkan badan, tampaknya ia tidur cukup lama untuk membuat sendi-sendinya bersahutan dengan bunyi krek nyaman.

"Sebentar lagi kita sampai di Redcrosse." imbuh Fiore, mengabaikan kalimat Ann. "Ayo cepat ke gerbong kargo sebelum dipanggil."

Ruang aneh dengan tabung-tabung sudah tidak ada lagi, tapi Ann kebetulan mengingat sesuatu yang bisa ia perhatikan dari posisi tidurnya yang berselonjor dalam mimpi.

Di arah belakang sejurus dengan punggung anak itu, ada sebuah relief yang sangat familier. Pantas saja Ann merasa pernah melihatnya.

"Hei."

"... Apa lagi?"

"Apa selain di Norma, ada juga patung Sylph sebesar yang di ilustrasi milik Instruktur?"

Fiore menatap Ann aneh, tapi ia segera menjawab, "Ada, tapi tempat itu sudah tidak ada di sana."

"Di mana?"

"Leanan," Fiore menukas. "Desa tempatku tinggal, tidak jauh dari Barrows."

Ann mengerjap beberapa kali, sementara Fiore segera melengos pergi. Punggungnya sejenak terlihat besar lagi hampa, seperti hamparan tabung-tabung pecah yang tidak lagi terisi di mimpinya yang terasa nyata.

"Kamu tidak mendengar apa-apa, Ann Knightley. Aku tidak bilang apa-apa." [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang