XIX. | Yang Ditinggalkan

38 14 0
                                    

Menuruni tangga gelap itu, mereka menjumpai lorong yang sangat rapi dengan setapak jalan yang rata walau telah banyak berdebu. Jaring-jaring laba-laba sudah menghuni hampir seluruh persimpangan jalan, juga mendiami tempat obor yang tampaknya memang telah disiapkan untuk penggunaan lorong tersebut.

Selain suasana pengap, Ann merasa cengkraman Gloria di buntut seragamnya meningkat walaupun jalan itu telah diterangi oleh lentera yang mereka bawa.

Setiap ada persimpangan, mereka akan diam sejenak untuk melakukan tes gema sehingga mereka tidak perlu repot-repot menyusuri semua jalan. Tes gema dilakukan menggunakan sihir angin, bila gelombangnya berbalik, artinya jalan yang hendak mereka lalui itu buntu. Val menggambar peta dan Blair memberi tanda setiap jalur yang mereka lewati menggunakan sebuah goresan kapur. Katanya, kapur itu akan berpendar dan tidak hilang, Instruktur Bathory mempercayainya.

"Sepertinya banyak cabang jalan yang sudah terkubur oleh tanah, ya." pungkas Lucia melihat banyak sekali silang di gambar persimpangan jalan gubahan Val.

"Tapi lorong ini sangat rapi, mungkin sengaja dibuat?" timpal Alicia. "Sesuai kata ketua kelas tadi, jalan rahasia~"

"Saya rasa memang ini jalan yang dibuat oleh keluarga Leanan sebagai jalur darurat," Instruktur Bathory mengimbuh. "Walau tidak banyak lagi keluarga bangsawan yang menggunakan metode seperti ini."

"Sebahaya itukah menjadi bangsawan di Angia?" mendadak Gloria bertanya.

"Lebih tepatnya, mungkin keluarga Leanan memiliki banyak musuh." Karen menjawab ringan.

Perjalanan mereka bermuara di sebuah lantai besi dengan pintu besi di depan mereka. Kenop pemutar pintu besi itu sudah berkarat sempurna.

"... Boleh di bom, Instruktur?" tanya Blair.

"Tentu tidak, nanti kita yang malah terkubur." larangnya. "Didobrak saja."

Muriel dan Alicia segera pasang badan. Dengan tiga kali dorongan, pintu besi itu berhasil dijebol.

Kembali mereka berhadapan dengan tangga, kini dari kayu yang sudah lapuk dimakan rayap, bersama dengan tong-tong besar yang sebagian sudah hancur.

"Wine cellar," tukas Eris. "Aku bisa mencium bau anggur."

"Eh? Itu artinya anggur-anggur di sini enak untuk diminum?"

"Hei kalian anak-anak di bawah umur, jauhi tong-tong anggur itu!" sahut Instruktur Bathory lantang.

Tong-tong anggur itu ditumpuk tinggi dan ada dalam banyak sekali rak. Seperti berbaris. Entah untuk siapa anggur-anggur itu disimpan dan kini anggur-anggur itu dibiarkan begitu saja menjadi relik abadi. Pintu keluar gudang anggur itu sudah reyot, hampir copot dari engselnya, dan mereka tiba di sebuah ruangan besar dan luas - bahkan lebih luas dari auditorium milik sekolah Dresden.

Lantai granit ruangan itu sangat kontras dengan lantai kayu di gudang anggur, pilar-pilar pualam besar yang menumpu ruang besar itu sebagian sudah keropos dan jatuh hancur di lantai. Dinding yang melingkupi ruangan besar itu ada yang sudah jebol menembus ruangan di sebelahnya. Meja-meja dengan kayu mengkilap yang menghuni tepi-tepi ruang itu sudah kehilangan dua buah kaki dan runtuh. Lampu gantung yang menjadi titik tengah ruangan telah buyar berserak di lantai.

Yang masih sempurna dari ruangan itu hanyalah sebuah lukisan besar menjadi atap ruangan megah itu, menggambarkan peri-peri bersayap tipis yang tengah bertemu pertama kalinya dengan manusia-manusia, mereka mengintip di balik sebuah pohon rimbun.

"Lukisan Pertama," Hilde berujar. "Siapa pun yang melukisnya sangat ahli untuk menggambarkan sejarah itu."

"Pertama?"

"Kamu nggak belajar sejarah, eh, Ann?" ejek Alicia. "Ini yang katanya merupakan awal ketika Angia ada, semua menamakannya sebagai Lukisan Pertama."

"Oh." Ann menengadah lagi. "Lukisannya bagus."

"... Nggak ada komentar lain apa?" Alicia mendesah.

Instruktur Bathory memberi instruksi dengan tepukan tangan, meminta mereka berkumpul dalam barisan.

"Daerah ini aman, kita bisa berpencar untuk mencari artefak yang menimbulkan masalah," ucap Instruktur Bathory. "Kalau kalian menemukan peta tempat ini, bawa kemari. Kita akan menelaah tempat ini selama tiga puluh menit sebelum pergi ke wilayah berikutnya."

"Roger."


Selain ruang utama dan gudang anggur, ada beberapa ruangan di sana yang penuh dengan barang-barang yang sekarang sudah lapuk dimakan usia.

Ada ruang pakaian dengan berbagai meja hias dan perabot kosmetik yang sudah berjamur. Gaun-gaun yang ada di sana dibiarkan berlubang karena serangga. Perhiasan dari emas dan perak membanjir dari salah satu kotak penyimpanan, Val menepuk tangan Hana dari mencoba mengambil salah satu benda yang bersinar-sinar.

Ada dapur yang bahan makanannya sudah lama busuk dan mulai ditumbuhi belatung. Kaca di dekat dapur tampak dirusak oleh hewan yang mencari makanan dan membawa kacang-kacangan pergi.

"Jadi ini sebuah ballroom, bukan rumah utama? Semewah ini? Sekaya apa Keluarga Leanan?"

"Kata-kata itu aneh keluar darimu yang merupakan salah satu orang terkaya di Endia, Gloria." ujar Fiore.

"Tapi keluargaku tidak punya ballroom~" sanggahnya.

Fiore untungnya tidak bertanya lebih lanjut soal aset kekayaan keluarga Wiseman, toh mereka tahu lewat televisi maupun berita kalau mereka pasti punya lebih dari satu hanggar atau landasan pacu.

Muriel menemukan peta di ruang pakaian, sebuah kotak kecil yang masih bisa menampilkan hologram diagram empat dimensi. Ada nama yang terukir di belakang kotak tapi sudah terlalu buram untuk dibaca.

"Ada yang bisa memindahkan peta ini ke tempat yang lebih besar?" tanya Val. Gloria segera maju untuk mengambil kotak kecil itu.

"Diproyeksikan dari Cincin Peri cukup, 'kan?"

"Terserah, yang penting -" belum sempat Val menyelesaikan ucapannya, Gloria hanya butuh menggosok kotak itu dengan Cincin Peri-nya dan masing-masing Cincin Peri yang mereka pegang sudah mendapat notifikasi fail masuk. Gloria sendiri menggunakan Cincin Peri-nya untuk menampilkan peta itu dalam ukuran besar di permukaan lantai granit yang bersih. "- oke, terima kasih, Gloria."

Kompleks Mansion Leanan terdiri atas empat wilayah. Wilayah yang mereka singgahi saat ini adalah 'ballroom' dengan deskripsi 'dipergunakan untuk jamuan dengan tamu'. Wilayah 'rumah utama' dekat dengan pintu masuk utama, malah lebih kecil dibandingkan wilayah-wilayah lain. Wilayah berikutnya ada 'balai', dengan deskripsi 'tempat penyelenggaraan acara-acara penting tingkat provinsi', dan ada wilayah berukuran sedang yang diberi nama 'sanggar'.

"Di mana konsentrasi sihir berasal, Instruktur?" tanya Eris.

"Agak samar, tapi sepertinya di area 'sanggar'," pungkasnya. "Sanggar dekat dengan area rumah utama, mungkin kita harus mencari kedua tempat itu."

Instruktur Bathory segera menunjuk jalan dan pembagian konsentrasi pencarian, ketika Ann memperhatikan Lucia yang masih terpaku dengan lukisan yang ada di atas mereka, alih-alih menemukan sesuatu.

"Lucia? Kita akan pergi dari sini sebentar lagi."

Lucia segera menunduk, "Ah, iya."

Ann turut melihat ke arah lukisan para peri. Pohon besar itu berkilau dengan berbagai warna, seperti pelangi turun dari sana. Peri-peri yang ada di balik pohon itu terlihat sangat penasaran dengan manusia-manusia yang ada tidak jauh dari mereka. Sayap-sayap mereka berpendar. Ekspresi mereka membuncah dengan rasa ingin tahu.

"Lukisan yang indah." Lucia mengucapnya lagi.

"Kamu menyukainya?"

"Kalau dibilang menyukainya sih ... mungkin iya. Saya hanya merasa lukisan ini membuat saya rindu."

Tentu, Ann tidak bertanya lebih jauh dari itu. Tidak pernah. [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang