Intermission 031: Duel Kesetaraan

32 7 3
                                    

Tengah malam yang panjang itu memang adalah waktu yang mungkin mereka punya untuk beristirahat sebelum segalanya menjadi tidak keruan nantinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah malam yang panjang itu memang adalah waktu yang mungkin mereka punya untuk beristirahat sebelum segalanya menjadi tidak keruan nantinya. Belum ada kepastian

Eris menunggu seseorang datang, ia menatap taman aviari milik Pulau Penjara itu dengan tatapan nanar. Di suasana malam seperti itu, burung-burung dibiarkan di dalam rumah berupa sangkar setengah lingkaran yang digantung tinggi, kebanyakan dari mereka bukan tipe nokturnal yang akan diam saja di dalam sangkar hingga pagi menjelang. Eris memerhatikan burung-burung dengan bulu-bulu mereka yang eksotis dan terawat.

Taman itu berupa kadang persegi beratap tinggi yang seluruhnya dibuat dengan mesh kawat rapat. Tanah di sana kebanyakan berpasir ketimbang beton yang digunakan untuk berjalan dan melihat-lihat. Mungkin tidak banyak yang berkunjung di sana ketimbang para napi yang merawat burung-burung di sana sebagai bagian kegiatan penjara. Aviari ini adalah salah satu tempat favorit Eris bila ia berkunjung ke Pulau Penjara sebelum merekrut Alicia. Tidak banyak hal yang berubah di sana, menjadi tempat yang paling sepi ketimbang ruang tunggu yang biasanya penuh orang berlalu-lalang.

Suara langkah menggema masuk ke dalam ruang raksasa itu. Orang yang dipanggilnya sudah datang menemui panggilannya.

Eris menatapnya dari kejauhan. Sesuai permintaannya, orang yang jadi tamunya itu turut membawa pedang, tersemat di pinggangnya seperti biasa. Tidak ada keraguan di raut wajahnya saat ia memintanya menuju ke aviari seorang diri. Tidak sekalipun ia juga menanyakan alasan mereka ada di sana. Mereka bisa saja berbicara di ruangan, mereka berdua tidak terluka terlalu signifikan.

Mata emasnya menatap lurus ke arah Eris yang membalas tatapannya dengan senyum simpul.

"Putri." panggilnya.

Hilde menunduk tanda hormat, selayaknya biasa. Ia berdiri tegap di hadapannya, juga selayaknya biasa. Jarak mereka terpaut tiga langkah, seperti yang selalu dititahkan oleh para penghuni kastil saat bertemu dengan para keluarga kerajaan: jarak mereka harus cukup; cukup dekat untuk mendengar perintah, cukup jauh untuk melihat sekeliling dari bahaya. Eris terkekeh sendiri. Seperti biasa juga, Hilde sudah mengerti apa maksudnya memanggil.

Eris mengeluarkan pedangnya, mengacungkannya tepat di hadapan wajah Hilde yang bergeming. Hilde sekedar memutar bola matanya melihat mata pedang itu, sebelum ia mengerjap menatap Eris. Hilde dan kontrol emosinya yang sangat baik, pikir Eris. Tidak ada tanda kekagetan atau penolakan, seperti ia sudah bisa menduganya.

"Hildegard Norma," suara itu menggelegar di aviari Pulau Penjara. "Saya, Eris Malvin, menantang anda dalam Duel Kesetaraan."

Hilde mundur selangkah, ia menarik pedang suci dari sarungnya, menempelkan ujung mata pedangnya dengan pedang Eris. Eris menyeringai lebar menghadap Hilde yang berekspresi netral.

"Datanglah, Eris Malvin!"

Kedua pedang itu pun beradu, membelah sunyi.

-

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang