Intermission 026: Pengorbanan

25 8 3
                                    

Di luar, hujan semakin deras dan malam semakin dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di luar, hujan semakin deras dan malam semakin dalam. Sementara, Hildegard Norma masih terjaga dengan hal-hal yang memenuhi pikirannya.

Pertama, Uskup Agung yang memberi tugas ke Sekolah Militer Dresden tanpa sepengetahuan Hilde. Memang, Uskup Agung tidak perlu repot-repot meminta pendapat seorang Misionaris untuk melakukan sesuatu, tapi mereka secara internal sudah menyepakati kalau semuanya akan dilakukan secara kekeluargaan, atau paling tidak itu yang Hilde percaya.

Kedua, tugasnya sebagai Misionaris yang tidak menemukan titik temu. Menyesuaikan diri dengan kehidupan sekolah membuatnya takut akan kehilangan timing yang tepat.

Dan yang ketiga-

"Hildegard."

Teman sekamarnya, Alena Valerian, seperti biasa belajar hingga larut. Ia memutar badan dan kursinya sehingga ia menatap serong Hilde yang duduk di kasurnya. Hilde sedari tadi mungkin terlihat tidak selesai-selesai melipat bajunya, atau ia yang tidak kunjung terlelap padahal biasanya ia akan tidur saja dan tidak menunggu ketua kelas yang rajin itu berusaha mengejar ketertinggalannya di kelas.

Val pernah mengaku dirinya tidak sepintar yang lain, jadi ia rajin sekali belajar. Selain itu, ia juga sangat perhatian dengan Kelas Sembilan sebagai seorang ketua kelas. Ia tidak pernah meninggalkan siapa saja yang memerlukan bantuan, atau pergi menghindari tanggung jawab ketika ada yang membuat masalah. Val bisa dibilang adalah sebuah model ketua kelas yang baik, dan sepertinya Val hendak menanyakan apa yang mengganggu Hilde sekarang.

Val menaikkan kacamatanya, ia berulas senyum, "Kamu kayaknya tahu apa yang akan aku tanyakan."

"Ah," Hilde mengerjap. "Begitu, ya."

"Apa kamu mau cerita? Aku bisa jadi pendengar," Val membereskan perlengkapan belajarnya. "Atau ... kalau kamu tidak mau cerita juga tidak apa-apa. Aku cuma ingin bilang aku tidak keberatan kalau kamu merasa aku terganggu."

Ya, Val sangat perhatian. Berbeda dengan bagaimana keibuan Muriel, Val menempatkan diri sebagai seorang kakak yang umurnya tidak terpaut jauh dan masih juga belajar menyikapi dirinya, namun sudah lebih berpengalaman dalam menghadapi sebuah peristiwa.

"Apa kamu akan kesal bila tidak bisa menyelesaikan sebuah tugas?" tanya Hilde dengan gamblang. Pertanyaan dengan kalimat umum, menyembunyikan kegundahan yang sempurna menguasai dirinya.

Val tertegun, ia berpikir sambil menyelesaikan beres-beres bukunya. Val lalu duduk di kasurnya, menghadap Hilde dengan tatapan lurus.

"Biar kuambil contoh yang sekarang-sekarang ini, ya," Val memulai. "Aku dan Lucia Florence, Blair Chevalier dan Fiore Alba disuruh Matron Thalia mengawasi Hana Albertine dan kursi rodanya."

Hilde memerhatikan tanpa mengedip.

"Kamu tahu seberapa hiperaktif Hana, bukan sekali dia jatuh dari kursi rodanya dan tertawa saja. Lucia Florence, Blair Chevalier dan Fiore Alba kadang tidak ada di sekitarnya, jadi aku yang banyak membantunya. Tapi ya, tetap saja Hana Albertine sering jatuh."

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang