BAB 87

226 34 11
                                    

Cerita ini dalam proses editing. Nikmati selagi belum banyak yang berubah. SETIAP CHAPTER DALAM CERITA WAJIB DI BACA URUT! Yang ketahuan, maaf, TERPAKSA AKU BLOCK.

Playlist "My Lieutenant General" on Spotify :

1. Adagio In G Minor - HAUSER

2. I Will Find You - Audiomachine

Selamat menikmati bagian ini :)

***

"Jenderal? Apa kau baik-baik saja?"

Saat itu sudah malam hari ketika Grace memutuskan datang ke rumah Xavier dan Athena. Malam-malam, lelaki itu mendadak menghubungi dan memintanya datang. Grace tidak tahu mengapa, tapi ketika mendengarkan suara serak dan sembari memohon secara tersirat di telepon, saat itu juga Grace tahu bahwa sesuatu yang tak semestinya telah terjadi. Namun ketika sampai, dia tidak tahan untuk bertanya di mana Athena karena rumah itu terasa begitu sepi. "Di mana Athena?"

Xavier menggeleng, hampir lemah. "Dia pergi."

Kalimat itu entah mengapa menjadi pengumuman menyakitkan sekaligus mengejutkan. Grace mengerjap, menatap lelaki di depannya penuh arti. Sosok yang biasanya selalu bersemangat saat bekerja, kepemimpinan, dan kemampuannya yang sangat hebat, selalu visioner dan prediksinya yang selalu benar serta dibanggakan banyak orang, kini sedang tertunduk dalam-dalam di atas sofa sementara Paul ajudannya berdiri mendampingi tak jauh darinya. Kelelahan menggantung di bawah kelopak mata. Entah sudah berapa lama terjadi, ketika Grace datang dia sudah mendapati Xavier seperti itu. Dua tangannya terjalin di atas lutut, bahu tegap Xavier merunduk lemas.

Mengerti sekaligus bingung apa yang sebenarnya sedang terjadi, Grace Joy akhirnya berjalan mendekat. Kini dia berada di ruang keluarga bersama Xavier dan Grace duduk di sampingnya. Usai meletakkan tas dengan perlahan, Grace menatapnya penuh empati, "Apa kau mau menceritakan apa yang terjadi?"

Xavier Langdon itu hampir memejamkan mata karena memikirkan banyak hal. Ia lalu menopang kepalanya dengan kedua tangan ketika Grace menuntut penjelasan. Bibirnya hampir tak mampu karena penjelasan yang harus Xavier berikan itu adalah untuk membuktikan seberapa bodoh dan berdosa dirinya yang sesungguhnya. Lalu tanpa menoleh, wajah Xavier terangkat. Mulai menjelaskan, "Semalam, Athena melihatku bersama Dunai Katrina di kamar hotel."

"Oh, God. No way." Detik itu juga Grace Joy terkesiap. Grace membekap mulutnya terkejut, "J—Jenderal.... Apa kau sudah menjelaskan semua padanya?"

Xavier tertawa sinis. Tangannya bergerak dan jarinya merentang lebar ke depan untuk melihat cincin perniakhannya. "Aku tidak bisa menjelaskannya lagi saat Athena tidak menemukan cincin di jariku. Aku sungguh bajingan."

Ketika itu Grace masih membekap mulutnya sembari menatap jemari Xavier. Lelaki itu akhirnya menoleh, "Bagaimana bisa seorang pria melepaskan wedding ring nya sekalipun saat bekerja lalu berbuat seperti itu? Beritahu aku, Grace. Apakah ada bajingan seperti itu selain aku?"

Grace menggeleng, turut merasa sedih. "Jenderal, aku sungguh menyesal... tapi jangan berkata seperti itu. Semua orang tahu kau tidak memiliki niat apapun dibaliknya."

Dan malam itu adalah waktu kesekian kalinya bagi Grace untuk menjadi saksi bagaimana Xavier tampak murung dan tersiksa atas setiap kehilangannya. Hatinya terenyuh dan turut merasa sedih, Grace pernah merasakan hal yang serupa ketika mereka membawa Athena ke rumah sakit usai menemukannya di Occeleras. Namun dengan seluruh keberadaan dan keahliannya, Grace memutuskan untuk meraih tas. Mengeluarkan laptop dan menggerakkan jemarinya. "Baiklah, aku akan membantumu mencarinya. Dia pasti pergi dan tidak membawa ponsel sekaligus barang-barangnya, kan? Aku akan melacak keberadaan Athena melalui GPS mobilnya."

My Lieutenant GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang