BAB 19

522 63 12
                                    

Playlist "My Lieutenant General" on Spotify :

1. Teenager In Love - Madison Beer

[Semua playlist ada di spotify, cek bio di profil untuk akses link Playlist My Lieutenant General atau scan Spotify Code nya di bab PROLOG]

***


Hari itu terik sekali. Iklim di negara subtropis selalu membuat kening semua orang menjadi basah oleh keringat. Bahkan matahari belum terbit begitu tinggi.

Setidaknya itulah yang Reed rasakan, hembusan napas besar sejak tadi sudah memenuhi ruangannya dan Grace demi menahan perasaan kesal serta panas di tubuhnya. Cuaca itu menyebalkan sekaligus menyenangkan. Meski begitu, apapun cuacanya, dia tetap akan berkutat dengan buku ataupun catur.

Namun, Reed gagal. Dia tak tahu lagi harus membaca buku apa untuk menemukan bagaimana caranya mengusir ketidaknyamanan sebab seumur hidup tinggal di kota besar dan terkadang bekerja di dalam ruangan yang memiliki pendingin. Angin akan selalu berhembus lembut menerpa kulitnya. Sejak berkutat dengan pekerjaan yang selalu dianggap sebagai teka-teki menyenangkan hari ini menjadi sangat menyebalkan. Tidak mengasyikkan lagi.

"Astaga, panas sekali." Reed mengedarkan pandangan, melempar pensil yang dia genggam ke atas meja. Sorotnya berhenti pada pendingin ruangan yang menggantung di dinding. Kekesalannya hampir usai setelah meraih buku yang tak tebal sambil mengibaskannya di udara.

"Hei! Letakkan!" Grace mendelikkan mata, mengacungkan telunjuk ke udara lalu bergerak ke bawah.

Reed menggeram sebal. "Apa yang terjadi dengan pendingin ruangannya? Kenapa mereka belum memperbaikinya juga? Apa butuh waktu empat hari untuk memperbaiki benda itu? Jika aku bisa, aku akan melakukannya dalam waktu setengah jam saja. Cepat, bersih, dan dingin."

Sesungguhnya entah sudah berapa kali Grace mendengar keluhan temannya yang jenius dan kutu buku itu. Pada akhirnya harus menoleh dari pekerjaan rumit di komputer. "Pergilah saja, Reed. Pekerjaanku sudah cukup banyak. Aku juga tidak bisa menahan diriku kalau harus terus mendengar keluhanmu."

"Apa yang kau lakukan? Kenapa hari ini kau sibuk sekali?" Reed berjalan mendekat, memperhatikan layar komputer Grace yang dipenuhi huruf dan angka-angka aneh.

"Apalagi." Grace mendengus lalu melirik Reed, "Aku harus mencari daftar pekerja mafia seksi itu. Entah aku harus bersyukur atau tidak karena menjadi aset yang penting untuk tim ini, tapi aku sangat sibuk."

Reed lalu memicingkan mata pada layar komputer Grace yang membingungkan. Boleh jadi dia jenius, tetapi teknologi seperti itu bukan keahliannya meskipun melibatkan aljabar. Mungkin semua hal di dunia ini tidak diciptakan untuk Reed saja. Tetapi otak jeniusnya memang diciptakan untuk sesuatu yang kreatif. Reed lantas tersenyum lebar dan menepuk bahu Grace. "Hei, ayo pergi berkeliling sebelum kita makan siang."

Namun, Grace menggeleng dan menggumam, tidak memindahkan perhatiannya dari layar komputer. "Aku ingin sekali, tapi aku masih ingin hidup dan selamat. Kalau kau mau pergi, aku akan menyampaikan pesan terakhirmu kepada Jenderal Xavier."

"Ayolah! Ayo kita berkeliling!" Reed mengacaukan rambutnya lalu berkacak pinggang. "Ruangan panas ini membuatku sesak—mengapa pula ada meja tidak terpakai di ruangan ini dan membuat sesak?"

Reed melirik sebal ke sudut ruangan dan Grace tidak merespon keluhannya lagi. Reed menatap penuh harap sekali lagi, "Ayolah, Grace. Aku yang akan membawa jipnya. Kau juga tahu aku sudah cukup lihai."

My Lieutenant GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang