BAB 88

327 38 12
                                    

Cerita ini dalam proses editing. Nikmati selagi belum banyak yang berubah. SETIAP CHAPTER DALAM CERITA WAJIB DI BACA URUT! Yang ketahuan, maaf, TERPAKSA AKU BLOCK.

Playlist "My Lieutenant General" on Spotify :

1. Prelude in E Minor, Op. 28, No. 4 - Frederic Chopin, Janusz Olejniczak

2. Mariage D'Amour - Paul De Senneville, Lola Astanova

3. Song From A Secret Garden - Lola Astanova

[Bagian ini akan sedikit panjang. Selamat menikmati!]

***


"Athena, kumohon...."

Permohonan dan seluruh harapan telah Xavier gemakan dalam hatinya. Di rumah sakit, Xavier lakukan hanya berlari sekencang-kencangnya. Akal sehatnya memunculkan badai di ilasan mata hijaunya dan selain itu, Xavier hanya percaya pada kecemasan dan ketakutan terhadap banyak hal.

Langit memutar waktu begitu lambat dengan teganya meski Xavier telah berlari. Marcus Adler, dari kejauhan sedang berdiri tampak sedih dan muram di depan pintu yang Xavier yakini adalah ruang perawatan Athena. Ada banyak pertanyaan tentang mengapa Marcus membawa Athena ke rumah sakit, tetapi tidak ada yang lebih penting daripada mendengar penjelasan tepat ketika Xavier berdiri di hadapannya. "Penyakit di lambungnya kembali kambuh dan dia kolaps di rumahku pagi ini. Maaf. Aku tidak sempat menghubungimu lebih cepat karena Athena hampir pingsan tepat ketika dia memintaku untuk segera membawanya ke rumah sakit. Athena—dia sangat membutuhkanmu."

Untuk kedua kalinya, Xavier kemudian dipersilakan untuk menyambut pemandangan menyakitkan. Marcus membuka pintu ruang perawatan Athena.

Kekasih hati Xavier sedang terkulai lemah dengan masker oksigen yang menutup sebagian wajahnya. Malang sekali, gadis itu pasti merasa sesak dan rasa terbakar menjalar di dadanya begitu begitu.

Langkah Xavier lemas sekaligus kuat ketika mendekati Athena. Wajah yang hampir pucat, tak dapat disetarakan dengan Athena yang sedang tertidur tampak damai sekaligus rapuh. Ketika itu, ada banyak harapan yang Xavier terbangkan kepada Langit agar dunia segera melahapnya saja. Sorot getir tertuju pada kekasih hati. Ruang perawatan itu dipenuhi tabung oksigen lengkap dengan alat-alat medis yang berbunyi mengisi keheningan saling sahut menyahut. Tiga tabung infus dengan selang yang panjang dan jarum yang menancap. Athena tetap terlihat anggun walaupun menggunakan gaun rumah sakit.

Hati Xavier mencelos begitu dalam. Dada Athena mengembang kempis begitu lemah. Kelopak dengan bulu matanya yang tidak terlalu lentik, tetapi selalu cantik ketika melengkung bahagia, sedang terpejam untuk mendapatkan ketenangan yang seharusnya. Tangan halus yang terkulai lemas hampir tak sanggup Xavier meraihnya untuk dikecup. Ia berbisik dengan hati yang lemah, "Athena."

Sudah sepantasnya, kemudian Xavier mengingat dengan memori mimpi buruk. Suhu udara terasa dingin dan mencekam. Ia merapatkan selimut di untuk Athena dan membelai wajahnya dengan hati-hati yang semestinya diberikan ketika Athena masih membuka matanya.

Tidak terhitung lagi seberapa besar penyesalan-penyesalan yang Xavier tuliskan dalam dirinya. Ia merindukan dan menyesali kekasih hati yang selalu mengertinya dengan baik. Janji-janji Xavier sekali lagi gagal untuk ditunaikan.

Sebanyak itulah penyesalan Xavier, sehingga ketika duduk dan mengusap kepala Athena dengan lembut, hatinya semakin hancur. Ia lalu membelai sisi wajah Athena hingga turun ke dagu, bahu yang rapuh sekaligus paling kuat yang pernah Xavier peluk, lalu menggenggam tangan yang tidak terindus. Beberapa kali Xavier menghadiahi setiap sentuhannya dengan kecupan.

My Lieutenant GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang