BAB 67

431 41 11
                                    

Cerita ini dalam proses editing. Nikmati selagi belum banyak yang berubah. SETIAP CHAPTER DALAM CERITA WAJIB DI BACA URUT! Yang ketahuan, maaf, TERPAKSA AKU BLOCK.

Playlist "My Lieutenant General" on Spotify :

1. Jupiter - Sleeping At Last


Skenario mungkin belum selesai, akan selalu ada pintu-pintu dan kesempatan-kesempatan yang lain. Mimpi indah. Mimpi buruk. Badai beserta pelangi setelahnya. Bagi Athena & Xavier, tidak ada yang lebih penting selain mendapatkan dukungan dari kalian. 


***


Esok hari, pagi berikutnya, dan perjumpaan berikutnya.

Keluarga Langdon datang esok harinya ketika jarum jam yang menggantung di dinding rumah Xavier berhenti di angka tujuh. Dua pintu utama rumahnya yang besar dan megah dengan ukiran khas rokoko terbuka lebar. Xavier berdiri di bawah bingkai menyambut kedatangan keluarga yang jarang sekali ditemui. Mereka kemudian saling berpelukan, melepas rindu.

"Nenek." Xavier memberikan kehangatan untuk pertama kalinya kepada Nicola Langdon dan merasakan kelembutannya di usia yang tidak lagi muda. Walaupun dengan kerutan di kulit dan rambutnya yang memutih, nenek Xavier selalu memberikan senyuman berjiwa muda dengan riasan lembut dan rambut berpotongan pendek tidak lebih panjang dari anting-antingnya.

"Rieta."

Orang kedua yang Xavier peluk adalah bibinya. Rieta Langdon memiliki rambut di bawah ketiak berwarna cokelat gelap dan bulu mata hitam yang lentik khas orang Italia. Senyuman dengan bibir yang dipoles merah, liontin berlian hijau sebagai hadiah pernikahan, satu lesung samar di pipi kirinya selalu tampak familiar dan melekat. Xavier selalu berharap dapat memeluk setiap saat pada seseorang yang sudah disebut hatinya sebagai ibu kedua. Selama pelukan itu, nenek Xavier sudah berjalan ke sana ke mari di dalam rumah menyebarkan pandangan dengan mata yang memicing sibuk memeriksa debu di setiap sudut.

"Apakah kau sehat, Xavier?" Pertanyaan itu akan selalu ditanyakan oleh orang terkasih dan wajib diberikan untuk Xavier yang memiliki pekerjaan beresiko. Rieta akan selalu mempertanyakannya sejak merawat Xavier dari kecil. Rieta menyusul langkah ibu mertuanya setelah melihat Xavier mengangguk. Para pelayan datang membawakan tas-tas mereka ke dalam kamar tidur tamu.

Pelukan ketiga Xavier lakukan bersama kakeknya, Giacomo Langdon. Walaupun singkat, sudah lebih dari cukup bagi Xavier untuk meyakinkan diri bahwa pria tua itu baik-baik saja; menatap tegas dari balik kacamata yang tebal, tepukan mantap di bahu hingga jam tangan emasnya berkerincing, dan melangkah dengan sepatu kulit favorit.

Pelukan keempat dan terakhir Xavier dimiliki bersama Hugh Langdon, kembaran mendiang ayahnya. "Apa kau sudah membersihkan rumahmu?"

"Sejak dulu aku memastikan rumah ini dalam keadaan yang baik." Xavier mendengus tanpa suara di balik bahu Hugh. Setiap kali merasakan bahu Hugh, Xavier membayangkan tengah memeluk ayahnya sendiri. Pria yang sejak kecil dia panggil Zio itu menikah dengan Rieta Benigni ketika Xavier masih berada dalam kandungan ibunya. Pelukan mereka diakhiri dengan senyuman.

"Di mana Matteo?" Xavier menoleh ke kanan dan ke kiri lalu membuka pintu rumahnya selebar mungkin kalau-kalau adik sepupunya itu bersembunyi dan akan membuat kejutan.

"Matteo tidak pergi bersama kami karena dia pergi ke Kanada." Hugh berjalan beriringan dengan kakek Xavier menyebrangi aula utama rumah Xavier yang pantas dikatakan mansion. Mereka mendudukkan diri di sofa ruang keluarga seolah pulang ke rumah mereka sendiri.

My Lieutenant GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang