"Bibi, ambilkan handuk!"
Veronica berteriak dari arah kolam renang. Kegiatan berenang di pagi hari sudah menjadi rutinitasnya selama beberapa hari terakhir. Hal itu mampu membuat pikirannya tenang dan dia menjadi lebih mudah tidur di malam harinya.
Tak lama kemudian Bibi Durah datang membawakan handuk. Gadis itu langsung mengeringkan tubuh yang berbalut bikini berwarna putih dan melanjutkan kegiatan berjemur di bawah sinar matahari pagi.
"Aku ingin jus strawberry. Takaran gulanya hanya satu sendok teh. Tidak boleh lebih karena aku sedang diet. Mengerti?"
"Baik. Tunggu sebentar, Nona."
Mengela napas, Veronica kembali merenungkan pertemuannya bersama Xeron Alexander siang kemarin. Percakapan mereka belum usai. Pertanyaan Xeron pun masih belum dijawab—apakah dia setuju dengan perjodohan itu atau justru menolak—karena ponsel pintar Xeron lebih dulu berbunyi. Setelah menerima panggilan penting dari klien bisnisnya, Xeron harus pamit undur diri karena memiliki pekerjaan mendesak yang harus ditangani saat itu juga.
Xeron Alexander mendapat poin plus saat masih sempat-sempatnya menawarkan Veronica tumpangan pulang padahal dia sedang dalam keadaan mendesak.
Namun hal itu tentu saja tak mudah meluluhkannya. Karena ketika dia berani jatuh cinta maka dia harus siap patah dan gagal. Dia pernah dengar seseorang berkata; anak yang lahir di keluarga broken home akan memiliki masa depan yang sama seperti kisah kedua orang tuanya. Sejak saat itu dia memutuskan hanya akan memberi cintanya untuk satu pria saja; Ayahnya.
Mendengar kabar Veronica tidak ingin menikah, Ayahnya pun memberi nasehat, "Tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua hanya titipan dan bersifat sementara. Termasuk nyawa manusia. Ayah tidak akan selalu ada di sampingmu dan kau pun sama. Jika Ayah yang pergi lebih dulu, siapa yang akan menjaga putri kesayangan Ayah jika dia tidak ingin memiliki seorang suami? Percaya pada Ayah, menua seorang diri itu tidak menyenangkan."
Dan sekarang Veronica tahu apa maksud dari ucapan Ayahnya beberapa tahun silam. Ternyata diam-diam Ayahnya sudah memilihkan calon pendamping hidup untuknya. Dia yakin Ayahnya tidak akan menjerumuskannya pada sesuatu yang buruk tapi apakah dia bisa melawan egonya sendiri?
"Satu gelas jus strawberry dengan takaran gula satu sendok teh untuk Nona Veronica Yang Terhormat. Silahkan dinikmati."
Amanda datang dengan pakaian rapi sembari membawa gelas kaca berisi jus strawberry di tangannya. Dia duduk di sebelah Veronica dan meletakan minuman tersebut di atas meja.
"Ada perlu apa kau pagi-pagi datang kemari?"
"Dalam kamusku jam sembilan tidak tergolong pagi. Rejeki bisa dipatok ayam."
"For your information, aku tidak memelihara ayam!"Veronica menegak jusnya sebelum kembali berbicara, "Jika kau masih memaksaku untuk tampil di layar kaca tanpa ambil pusing dengan hujatan yang akan aku terima, aku mundur. Mentalku tidak sekuat baja."
"Justru aku datang kemari karena ingin membawa kabar baik untukmu!"
"Oh, masih ada kabar baik? Aku pikir hanya ada kabar buruk."
Amanda mengeluarkan ponsel dari tas brandednya dengan antusias. Dia beringsut mendekati Veronica kemudian mengulurkan benda tersebut. Layar ponsel Amanda menampilkan acara berita lokal secara live streaming yang sudah berlangsung beberapa menit lalu.
"Aku tidak tertarik dengan tayangan berita. Pasti isinya tentang pejabat yang korup—"
"Tunggu dulu!" Cegah Amanda. "Lihat dan dengarkan baik-baik."
Amanda membesarkan volume saat wajah Xeron Alexander mucul pada layar ponselnya. Pria itu sepertinya usai menghadiri pertemuan penting. Wajahnya tampak lebih lelah dibandingkan kemarin. Kantung matanya sedikit menghitam namun sialnya dia masih tetap tampan. Apa dia tidak tidur? Seberapa sibuk dia sebenarnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...