w a r n i n g 🔞
Ketakutan yang Xeron tunjukan nyatanya berhasil menjawab kegelisahan yang ada di dalam diri Veronica. Ini bukan hanya tentang kecemburuan yang Veronica rasakan, ini juga tentang Xeron yang tampak sangat takut jika Veronica tidak memiliki perasaan yang sama. Keduanya sama-sama tersiksa.
"Aku mimpi buruk."
Xeron melepaskan sweater hangat yang sebelumnya melekat pada tubuh Veronica karena cuaca dingin di luar sana. Tangannya masih mendekap tubuh itu dengan erat menggantikan peran sweater.
"Aku tidak mengerti mengapa semua orang tiba-tiba mengalami mimpi buruk. Pertama, Dokter Alicia. Dan sekarang, kau juga mengalaminya." Veronica menghusap pipi Xeron. "Boleh aku tahu tentang mimpi itu?"
"Kau tampak cantik menggunakan gaun merah muda. Menunggu seorang pria datang menjemputmu. Dan kau berkata selama ini tidak pernah mencintaiku."
Veronica mendesah heran, "Dokter Alicia juga mimpi kita bercerai."
"Benarkah?"
Berbalik menghadap Xeron, Veronica pun menyentuh ujung kaus putih Xeron dan menariknya keluar dari kepala. Telapak tangannya yang dingin langsung memberi husapan pada dada Xeron. Saat bisa merasakan debarannya, Veronica mengulum senyum. Tidak hanya dia yang sedang gugup.
"Aku rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Seperti kata Dokter Alicia, mimpi hanya bunga tidur semata."
"Bukankah tidak ada alasan meninggalkan untuk dua orang yang sama-sama mencintai?"
"Tidak." Tangan Veronica menyentuh rahang Xeron. "Aku tidak akan meninggalkanmu selama kau masih menginginkan aku berada disisimu."
"Selalu. Aku akan selalu menginginkanmu." Xeron mengecup pipinya, dahinya, hidungnya, semuanya. Seolah memang itulah yang selalu dia inginkan.
Kemudian sapuan hangat kembali Veronica dapatkan dari bibir Xeron. Tubuhnya di rebahkan di atas sofa lebar tersebut dan Xeron mengambanginya dari atas. Tangannya meraba pengait bra yang Veronica kenakan lalu membiarkan benda itu jatuh.
Xeron menurunkan ciumannya. Menjamah leher hingga dada Veronica sehingga menimbulkan bekas. Xeron tampak menginginkannya dan selamanya akan seperti itu. Hanya dia, bukan Leah atau pun perempuan lain.
Veronica mencari letak resleting celana Xeron dengan tidak sabaran sedangkan Xeron sudah berhasil menanggalkan celana dalam Veronica.
"Sudah terlambat untuk melangkah menuju kamar."
"Tidak apa-apa. Disini empuk."
"Kau akan nyaman?"
"Selama itu denganmu aku pasti merasa nyaman."
Lesung pipi Xeron kembali nampak. Dia pun membantu tangan Veronica untuk menarik turun celananya.
Xeron memasukinya secara perlahan-lahan. Cengkraman Veronica pada bahu berotot Xeron kian menguat. Saat Xeron sudah memberi pergerakan, Veronica mengigit bibir bawahnya untuk menahan suara desahan. Ini bukan yang pertama, mereka sudah sering melakukannya, tapi mengapa Veronica masih saja malu menunjukannya di depan Xeron?
Ibu jari Xeron menghusap bibir bawahnya. Mungkin dia terlalu kentara karena berikutnya Xeron berkata, "Keluarkan. Suara desahanmu sangat seksi. Aku ingin mendengarnya."
"Tapi—"
Gerakan pinggul Xeron semakin cepat.
"Ah."
Dan akhirnya desahan itu lolos dari bibir Veronica. Tanpa ada rasa malu yang harus Veronica tanggung. Senyum Xeron melengkung di wajahnya tampannya. Juntaian rambutnya jatuh dan ikut bergoyang. Xeronnya benar-benar luar biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomansaKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...