Chapter 66

1.5K 177 235
                                    

Sepanjang perjalanan pulang yang sunyi di dalam mobil, Veronica bertanya-tanya apa yang ada di dalam pikiran Xeron setelah kejadian pelecehan yang hampir dilakukan oleh rekan bisnisnya.

Veronica tak kunjung membuka suara—dia tidak tahu harus memulai dari mana atau justru dia takut jika apa yang dia ucapkan bisa menyulut amarah Xeron. Tapi sesampainya mereka di rumah, Xeron langsung berhambur memeluknya. Terlalu tiba-tiba dan menyesakan namun cukup membuat Veronica merasa tenang.

"Aku akan membuat perhitungan kepada siapapun yang mencoba mengganggumu." Dekapan Xeron kian mengerat. "Maafkan aku. Seharusnya aku mengantarmu ke toilet atau seharusnya akan lebih baik jika aku pergi bersama Joe."

"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit syok. Mengingat dia adalah rekan bisnismu dan pengantin pria diacara itu, aku pikir dia tidak akan melakukan hal-hal tak bermoral semacam itu."

"Seharusnya aku tahu dia adalah seorang bajingan. Aku yakin dia pernah meniduri Sekretarisnya sebelum meniduri Istrinya."

Kala pelukan Xeron melonggar, tatapan pria itu langsung tertunduk menuju noda pada gaun Veronica tepat pada bagian dadanya. Sepertinya tidak ada unsur ketidak sengajaan disini, bajingan itu pasti dengan sengaja mencari tempat itu. Sial. Seharusnya tadi Xeron tidak hanya melayangkan dua tinjuan.

"Dia mengaku sebagai salah satu penggemarku. Dia juga mengomentari poseku di cover majalah. Katanya aku seksi. Entahlah, itu terdengar cabul, aku hanya senang mendengar kau memujiku seperti itu." Veronica menunduk ragu-ragu. "Tapi Xeron, apa tidak berlebihan membawa-bawa urusan pribadi ke bisnis kalian? Seperti membatalkan kontrak kerja sama misalnya."

"Tidak. Sejak awal aku bahkan berniat untuk menolak kerja sama bersama perusahaannya karena sikap tidak sopan Sang Sekretaris."

"Perempuan bergaun merah itu?"

Xeron mengangguk, "Ternyata mereka sebelas, dua belas. Betapa malang nasib Istrinya."

"Sekretaris centil itu sering menggodamu?" Veronica mencengkram lembut kerah kemeja Xeron. Pria itu mengangguk tanpa ingin menutup-nutupi. Tatapan Veronica menuntut agar Xeron segera menjelaskan.

"Aku tidak pernah merespon. Mungkin itu yang membuatnya semakin gencar menggodaku. Tidak hanya pria yang suka tantangan, ternyata perempuan pun sama. Dia pernah beberapa kali mengirimkan aku pesan di luar urusan pekerjaan. Seperti mengajak makan di luar atau meminta ditemani belanja. Tentu tidak ada satu pun pesan—yang melenceng—darinya yang aku balas. Aku hanya membalas pesan yang menyangkut urusan bisnisku bersama Maxime. Dan beruntung, semua sudah berakhir. Besok aku akan meminta Joe untuk menyiapkan berkas pemutusan kontrak."

"Dia tidak tahu kau sudah menikah?" Sepertinya Veronica masih tertarik membahas prihal Sekretaris centil itu.

"Dia tahu dan sikapnya masih seperti itu."

Veronica meremas kuat kerah kemeja Xeron. "Mengapa kau tidak pernah cerita apa-apa padaku tentang itu?"

"Menurutku dia sama sekali tidak penting untuk dibahas." Keduanya beradu tatap. Xeron paham Veronica tidak suka dengan jawabannya. Terbukti dengan perubahan di raut muka gadis itu. "Aku minta maaf. Lain kali aku akan menceritakan semua hal yang aku alami padamu."

"Aku tidak ingin kau menyembunyikan apapun. Mulai dari hal kecil hingga hal besar. Aku ingin rumah tangga kita dilandasi kejujuran."

Telapak tangan Xeron menghusap kulit punggung Veronica. Kepalanya menunduk. Mendengar ucapan Veronica membuat rasa bersalah Xeron membuncah. Dia tidak bercerita prihal sekretaris itu saja sudah membuat Veronica kesal, apa lagi jika Veronica tahu dia menyimpan rahasia mengenai sosok Ibu yang selalu dia damba.

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang