w a r n i n g 🔞
Suara gemericik air dari arah pintu kamar mandi masih terdengar. Xeron masih membersihkan diri di dalam sana. Sedangkan Veronica tengah duduk di depan meja rias. Dia mengenakan gaun malam dengan motif renda, terlalu tipis hingga menunjukan lekuk tubuhnya tanpa dalaman. Sial, panas sekali, dia memang makhluk Tuhan paling seksi.
Tapi disisi lain dia merasa malu harus bersikap seperti wanita penggoda begini. Apakah tidak bisa jika dia langsung saja meloloskan celana Xeron untuk membuktikan apakah tato itu masih ada di pinggang bagian bawahnya atau tidak?
Suara pintu kamar mandi pun terdengar. Xeron keluar dengan keadaan rambut basah. Serta sehelai handuk yang melilit pinggangnya. Mata Veronica tentu saja mebelalak menyaksikan pemandangan yang bisa membangkitkan jiwa binalnya tersebut. Oh sial, jangan sampai dia lupa apa misinya malam ini hanya karena terbawa suasana yang semakin panas ini.
"Veronica." Tidak hanya Veronica, Xeron pun juga tak kalah terpesona melihat penampilan istrinya. Mungkin lebih tepatnya terkejut. Karena gaun malam yang biasa Veronica kenakan tidak pernah seterbuka itu. "Apakah kau sedang gerah?"
Gerah katanya? Hei, aku sedang mencoba menggodamu!
Mata Xeron mengamatinya naik turun. Berulang-ulang hingga Veronica sadar apa yang sedang pria itu pikirkan. Baik saatnya dimulai. "Oh ya, malam ini gerah sekali. Apakah hanya aku yang merasakannya?
"Suhu AC-nya perlu diturunkan lagi?"
Gila saja Xeron ini, bisa beku di tempat dia. "Tidak perlu."
Lidahnya kelu, dia kehilangan kata-kata saat Xeron tak henti-henti memberinya tatapan buas. Pria itu mendekat, mengunci tubuh Xeronica dengan tangan yang dia letakan pada kedua sisi meja rias.
"Apakah kau sungguh-sungguh menginginkanku malam ini?" Bisik Xeron di telinganya. Oh, ternyata pria ini benar-benar peka.
"Aku hanya gerah dan sedikit haus." Veronica menghusap lehernya sendiri. Gerakan itu terlihat sangat sensual di mata Xeron sehingga dia tersenyum miring. "Sepertinya aku butuh air untuk melegakan tenggorokanku."
Xeron tidak membiarkannya kabur. Sepertinya alibinya sudah ketahuan. Dan dia merutuki diri karena merasa terjebak dalam permainan sendiri. Bibir Xeron mulai menjamahnya. Mengecup daun telinga dan rahangnya. Saat hidung Veronica menempel pada rambut Xeron, wangi sampo pria itu semakin membuatnya terbuai.
"Xeron." Veronica mendorong pelan dada Xeron, "Aku harus pergi ke dapur sebentar."
"Biar aku yang mengambilkan segelas air untukmu."
Punggung lebar Xeron tidak terlihat lagi di balik pintu. Veronica mengesah karena pemandangan indah itu hilang. Sial. Dia bahkan tidak sadar jika sedari tadi dia mengigit bibir bawahnya untuk menahan diri agar tidak menyentuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...