Semalam Xeron tidak tidur. Lebih tepatnya tidak bisa tidur. Jika Veronica menganggap dia terlalu tenang seolah pertengkaran mereka tidak memiliki arti apa-apa untuk Xeron, Veronica salah besar.
Selama hidupnya, Xeron tidak pernah merasa benar. Dia sadar bahwa dia adalah orang yang penuh kesalahan. Dia bukan anak yang baik, bukan pria yang baik, bukan juga Ayah yang baik.
Xeron menatap nanar pintu kamar yang tidak kunjung terbuka itu. Kepalanya berkedut sakit. Mungkin efek nikotin yang terlalu banyak dia hisap sejak semalam.
Bangkit dari duduknya, Xeron memilih melangkah menuju pintu kamar. Kepalan tangannya berhenti di udara dan mulai bepikir bagaimana cara untuk memulainya.
Mungkin semalam Veronica menangis dan dia tidak diijinkan untuk mendengarkan suara tangisannya. Zac akan menjadi tempat terbaik bagi Veronica ketika dia merasa tidak baik. Tapi sebagian hati Xeron berharap jika Zac benar-benar melakukan apa yang dia ucapkan kemarin—menjaga jarak dengan Veronica—walau itu terdengar sangat egois.
"Veronica..." Xeron mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Dia sedang berusaha walau dia tahu kemungkinan diijinkan masuk sangatlah kecil. "Aku sudah membuatkanmu sarapan untukmu."
Tidak disangka-sangka pintu itu akhirnya terbuka dengan cepat. Xeron mengamati Veronica naik turun. Gadis itu sudah berpakaian rapi dan menenteng tas Dior pemberiannya. Makeup tipis terpoles di wajahnya. Walau mata sembabnya tidak bisa berbohong tapi gadis itu selalu tampak cantik dalam keadaan apapun.
"Kau mau pergi kemana?"
"Mencari udara segar."
"Sepagi ini? Dengan siapa?"
"Ya. Dengan siapapun asal bukan dirimu."
Sesuatu tak kasat baru saja menghantam hati Xeron. "Zac?"
Veronica terkekeh sumbang mendengar tuduhan itu lagi. "Bagaimana mungkin aku pergi bersama Zac saat dia sama sekali tidak mengangkat teleponku sejak kemarin."
Di dalam lubuk hatinya, Xeron merasa senang karena jawaban itu memang yang dia harapkan.
Kemungkinan besar Zac sudah menepati ucapannya kemarin. Disisi lain, Xeron semakin merasa bahwa dirinya adalah pecundang. Perngorbanan Zac untuk Veronica terlalu besar saat dia masih belum bisa melakukan apa-apa untuk gadis itu.
"Aku temani kemana pun kau pergi."
"Tidak perlu. Aku tahu kau sibuk dan aku tidak ingin mengganggu."
"Bagaimana aku bisa meninggalkan Istriku yang sedang hamil besar pergi sendirian? Tolong jangan seperti ini, Veronica."
"Kemarin-kemarin kau meninggalkanku sendirian tanpa memberi kabar apapun tetapi kau bersikap biasa-biasa saja. Mengapa sekarang—ketika aku ingin menghirup sedikit saja kebebasanku—kau bersikap seolah kau adalah suami paling baik dan bertanggung jawab di muka bumi ini?"
Setelah banyak hal menyakitkan yang dirasakan Veronica akibat perbuatannya, Xeron mengakui bahwa apa yang Veronica katakan baru saja memang benar. Dia memang bukan suami yang baik. Tapi, dia tidak ingin gagal menjadi Ayah yang baik, lagi.
"Aku hanya ingin melindungi kalian." Xeron mendunduk, "Tapi jika kau memang ingin menghirup udara segar tanpaku, tidak apa-apa, aku tidak akan menahanmu untuk menikmati kebebasanmu."
"Bagus jika kau paham apa maksudku."
Xeron menarik cepat pergelangan tangan Veronica sebelum gadis itu melangkah pergi. Sehingga tubuh Veronica terperangkap di dalam pelukan hangat Xeron. Kedua tangan Veronica mengepal di kedua sisi. Bahkan sangat sulit rasanya untuk membalas pelukan Xeron.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...