Sejak beberapa menit yang lalu, Xeron masih menunggu dengan sabar di depan mobilnya. Dia bersandar pada kap sembari menatap ponselnya. Menunggu balasan pesan dari Veronica. Tak lama kemudian seseorang menyerukan namanya, Xeron pun menoleh pada Amanda yang sedang melangkah menuju ke arahnya.
"Sudah selesai?"
"Sudah. Dimana Veronica?"
"Loh, bukannya sejak tadi dia bersamamu di lantai atas?"
"Veronica sudah keluar lebih dulu dan—" Seolah teringat akan sesuatu hal, ekspresi wajah Amanda mendadak berubah cemas. "Shit! Mungkin saja dia masih di atas dan aku meninggalkannya sendirian."
Amanda memutar tubuh, berlari kecil menuju tangga darurat. Walau Xeron masih belum paham mengapa Amanda terlihat begitu panik karena sudah meninggalkan Veronica, dia tetap mengekori perempuan itu dari arah belakang. "Ada apa sebenarnya?"
"Aku meninggalkannya bersama Ben. Bodoh sekali. Pasti setelah ini Veronica marah besar padaku." Sahut Amanda sambil terus mempercepat langkahnya menaiki tangga.
Melihat Xeron tidak memberikan reaksi berlebihan, Amanda paham mungkin saja Veronica belum menceritakan apapun tentang Ben pada Xeron. Dan berhubung keadaan sedang gawat, dengan segenap rasa hormat Amanda harus mendahului Veronica untuk memberitahukan semuanya kepada Xeron.
"Ben adalah lawan main Veronica di film terbarunya. Dan dulu mereka sempat memiliki masalah serius. Intinya Ben memiliki obsesi besar kepada Vero namun Vero selalu menolaknya."
Rahang Xeron mengetat dari sebelumnya, "Lantai berapa?"
"Delapan."
Xeron yang semula melangkah di belakangnya kini mulai mempercepat langkah kakinya menaiki tangga. Amanda bahkan sampai takut jika pria itu tersandung dan terjatuh. Amanda tahu setelah ini dia akan cek cok dengan Veronica karena telah melakukan banyak kesalahan. Bodoh sekali!
Napas Xeron memburu dan dia tidak peduli. Ketika dia sudah menginjakan kaki di lantai delapan, dia menemukan terlalu banyak pintu ruangan. Jendela bening yang memperlihatkan aktivitas orang-orang di dalamnya tidak menampakan wajah Veronica sama sekali.
Xeron berhenti sejenak di ujung ruangan yang minim aktivitas, dia merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi Veronica lagi. Perasaannya semakin tidak tenang saat Veronica tidak juga mengangkat panggilannya. Sial!
Samar-samar dia mendengar suara teriakan seseorang disusul dengan bunyi suara benda berjatuhan. Kepala Xeron menoleh ke sumber suara. Lorong di antara toilet pria dan wanita. Dia membawa langkah kakinya kesana. Kembali menajamkan telinga.
"Aku harus mengajarimu agar kau tidak mempermalukanku lagi!" Itu suara seorang pria namun terdengar di balik pintu toilet wanita. Seharusnya Xeron tidak perlu mencampuri urusan orang lain. Saat ini yang harus dia lakukan hanyalah mencari keberadaan Veronica.
Xeron kembali mencoba menghubungi Veronica. Bunyi nada sambung tidak lagi berarti saat suara pecahan benda dari dalam pintu toilet wanita kembali terdengar. "Benda itu sangat berisik!"
"Kau menghancurkan ponselku, brengsek!" Saat suara itu terdengar baru lah Xeron sadar jika Veronica juga ada di dalam sana. Sialan. Berani-beraninya pria itu berteriak pada Istrinya!
Pintu itu terkunci saat Xeron hendak membukanya. Dengan tubuh yang sudah tegang, dia mundur beberapa langkah sebelum berlari menuju pintu dan mendobraknya dengan satu kaki.
Pemandangan pertama yang Xeron lihat adalah punggung pria itu yang menyudutkan Veronica di sisi dinding. Dengan amarah yang membuncah, siku Xeron menghantam punggung pria itu hingga dia tersungkur ke lantai karena belum siap menerima serangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...