Belakangan ini tidak pernah ada tidur tenang bagi Veronica. Bayang-bayang akan masa lalu Xeron selalu menghantuinya. Memerangkapnya dalam ketakutan akan kebohongan yang mungkin dia dapatkan lagi dan lagi.
Semalam mereka kembali adu mulut. Veronica paham Xeron memiliki rasa cemburu yang berlebih pada Zac karena Xeron tahu Zac pernah menyukainya. Tapi, itu terasa sangat tidak adil. Hubungan mereka hanya murni pertemanan. Dan Veronica akan selalu menyangkut pautkan hal itu dengan hubungan yang pernah terjadi antara Xeron dan Leah.
Veronica memiringkan tubuhnya. Tidak ada Xeron yang tidur di sampingnya. Entah karena Xeron yang lebih dulu bangun atau pria itu memang lebih memilih tidur di kamar lain.
Perhatian Veronica tiba-tiba tertuju pada buket bunga mawar dan sebuah kotak berpita yang ada di atas nakas. Tak lupa, susu hangat yang masih mengepulkan asap.
Tangan Veronica terulur menyentuh buket bunga mawar yang bunganya sudah tidak lagi segar. Lalu beralih untuk mengambil kotak berpita dan segera membuka isinya karena terlalu penasaran.
Kedua mata Veronica berbinar kala mengeluarkan dua sweater dengan ukuran berbeda dari dalam kotak. Senyumnya tersungging tipis saat membaca sebuah kartu yang terselip disana.
To my beautiful wife and my dear son. You will be very amazing if you use it.
Love, Papa.
"Dia ingin memberi hadiah, tapi kami malah bertengkar semalam." Gumam Veronica, kembali melipat dua sweater itu ke dalam kotak dan menyimpannya dengan apik seolah dia tidak ingin orang lain menyentuh benda tersebut.
Veronica mengambil gelas susu hangatnya kemudian meminum dengan hati-hati. Dia menunduk menghusap perutnya yang terasa semakin besar tiap hari.
"Papamu masih sama seperti dulu. Penuh kejutan."
Fokus Veronica lantas teralihkan pada tirai jendela yang berterbangan tertiup angin dari arah balkon yang terbuka. Dia pun buru-buru turun, memakai sandal bulu-bulunya dan melangkah menuju balkon.
Punggung tegap Xeron yang tidak dibungkus kaus adalah pemandangan pertama yang dia lihat. Kedua tangannya menggenggam erat sisi pembatas. Satu batang rokok terselip di antara dua jarinya.
Veronica melangkah tanpa mengeluarkan suara derap kaki. Memeluk punggung kokoh itu dengan erat dari arah belakang. Menghirup wangi sabun pada tubuh Xeron yang memabukan walau sudah bercampur dengan asap rokok.
Punggung Xeron menegang. Terkejut bukan main karena sikap Veronica mendadak hangat saat dia berpikir mereka akan kembali bertengkar.
"Pagi-pagi sudah merokok. Ibu hamil tidak boleh mencium asap rokok tahu. Cepat matikan!" Omel Veronica.
Secepat itu Xeron menjatuhkan rokoknya dari lantai dua. Dia tidak bisa menahan senyum saat mendapatkan perhatian kecil dari Veronica. Dia berbalik dengan cengiran di bibirnya. "Maaf."
"Untuk?"
"Rokok...dan sikapku yang semalam." Xeron menatap sandal berbulu Veronica yang lucu. "Zac selalu membuatku merasa rendah diri. Saat dia memegang perutmu—menyentuh anak kita—aku tidak bisa menahan kecemburuanku. Kalian tampak sangat serasi."
"Banyak yang bilang begitu. Tapi, kami hanya teman dan Zac tahu sampai mana batasannya. Dia tidak seperti Le—" Veronica diam saat raut muka Xeron berubah. Xeron tidak suka pembicaraan ini. Mengungkit masa lalu yang bahkan tidak ingin mereka ingat. "Sorry."

KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...