Chapter 98

1.6K 178 119
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Xeron berbaring di atas tempat tidur dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ibu membantu mengganti pakaian Xeron yang beraroma alkohol menggunakam kaos hitam polos yang Veronica ambil secara acak di dalam lemari. Sedangkan Veronica masih termenung di tempat, melihat bagaimana pakaian miliknya masih tertata dengan rapi di dalam lemari tersebut.

Xeron tidak pernah mencoba melupakannya.

Tak hanya itu, figura besar foto pernikahan mereka masih ada di dinding. Veronica melarikan jari jemarinya disana. Tersenyum melihat betapa serasinya mereka. Sesuatu yang selama ini terpendam di dalam diri Veronica kembali bangkit menghantarkan sebuah kehangatan luar biasa.

"Xeron sering seperti ini. Dia bukan peminum, tapi dia harus melakukannya untuk bisa tidur dengan lelap. Begini lah kehidupan Xeron selama sepuluh bulan terakhir."

Mendengar itu, Veronica memutar tubuh menghadap Ibu dengan raut bersalah.

Ibu mendekati Veronica dan memeluknya dari samping. "Ibu mengerti, Xeron pantas mendapatkan hukuman setelah apa yang dulu dia lakukan padamu. Sekarang sudah cukup ya? Putra Ibu jangan dihukum lagi. Ibu mohon."

Veronica mengamati Xeron dalam diam. Tidak hanya dirinya yang terluka disini. Tidak hanya dirinya yang merasakan kehancurkan. Tidak hanya dirinya yang kehilangan. Xeron juga merasakan hal yang sama. Mereka berdua adalah korban dari ketidakadilan hidup. Mereka dipertemukan untuk saling menyembuhkan dan melengkapi. Ketidakbersamaan mereka hanya membuat diri masing-masing semakin tersiksa.

Dia masih mencintai Xeron. Perasaannya tidak pernah berubah sampai walau sekeras apapun dia mencoba untuk menyangkal dan mementingkan logika untuk melupakannya.

Tapi satu pertanyaan melintasi kepala Veronica, akankah Veronica siap tersakiti lagi jika dia memilih kembali pada Xeron?

"Ibu, apakah aku boleh bermalam disini?"

Pertanyaan Veronica membuat Ibu melongo tidak percaya.

"Aku akan bangun sepagi mungkin, sebelum Xeron bangun. Malam ini aku hanya ingin menikmati kebahagiaan yang pernah dirasakan Veronica yang dulu."

"Rumah ini akan selalu menjadi milikmu. Tempat ternyamanmu untuk pulang. Kau tidak perlu meminta ijin pada Ibu, Nak."

Mereka berdua berpelukan sebelum Ibu melangkah meninggalkan kamar.

Dia duduk di sisi ranjang kosong, tempatnya beristirahat dulu. Xeron bahkan tidak mengambil bagian lebih. Tempat itu selalu dikosongkan seolah Veronica setiap malam beristirahat disana.

Tangan Veronica terulur untuk menghusap kepala Xeron. Dia ingat Xeron pernah berkata jika hal itu bisa membuatnya merasa tenang.

Selama ini Veronica selalu merasa hidupnya tidak adil tanpa ingin melihat bagaimana ketidakadilan yang Xeron terima di dalam hidupnya selama ini. Dia ingat cerita Ibu beberapa saat yang lalu tentang Ayah yang selalu mencaci maki  Xeron karena berani menjebloskan Leah yang lumpuh ke dalam penjara.

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang