Bayangan tentang dirinya yang beberapa saat lalu menyamar bak seorang napi yang sedang melarikan diri dari sel tahanan membuat Veronica geleng-geleng sendiri. Dia menggunakan masker dan kaca mata hitam, topi dan juga jaket milik Xeron yang kebesaran di tubuhnya. Sangat tidak fashionable.
Semua demi pil pencegah kehamilan yang harus dia cari ke apotek. Memang mustahil rasanya jika dia langsung hamil setelah kecolongan satu kali. Tapi tetap saja dia harus mengantisipasi. Memiliki anak belum menjadi keinginannya karena dia merasa belum cukup baik untuk menjadi seorang Ibu.
Tanpa pikir panjang, Veronica pun langsung menelan pil itu. Mendorongnya dengan air putih menuju kerongkongan.
"Obat apa yang kau minum?" Hampir saja Veronica tersedak saat suara milik Amanda tiba-tiba mengejutkannya. "Kau sedang sakit?"
"Tidak. Itu hanya pil pencegah ke—" Bibir Veronica terkatup rapat. Hampir saja dia keceplosan! Pil pencegah kehamilan terlalu pribadi untuk dibahas bersama sahabatnya yang suka nyinyir ini. "Maksudku, pil pencegah sakit kepala. Duh, kepalaku pusing!" Lanjut Veronica berakting pura-pura terkulai lemah di sofa agar Amanda mempercayainya. Memang bakat seorang aktris!
"Perlu aku panggilkan Dokter?"
"Ck. Aku tidak akan mati hanya karena sakit kepala." Lantas dia memicing pada Amanda. "Bagaimana kau bisa masuk? Apartemenku memiliki password rahasia yang hanya aku dan Xeron ketahui."
"Tanggal pernikahanmu dan Xeron Alexander. Yes, I know. Suamimu yang memberitahuku."
Veronica menekuk alisnya, tidak terima. "Punya hubungan apa kau dengan suamiku sampai-sampai Xeron membocorkan passoword apartemen?"
"Katanya sih aku mau dijadikan Istri kedua. Fvck! Sakit, bodoh." Protes Amanda ketika tiba-tiba Veronica menjitak dahinya.
"Berkhayal boleh tapi jangan dengan suami orang juga. Sinting!"
"Ya jelas kami tidak ada hubungan apa-apa. Aku datang kemari atas perintah dari suamimu. Aku baru saja datang dari perusahaan Xeron untuk membicarakan pembatalan kontrak film barumu bersama Sutradra Mr.Fox dan semuanya sudah beres. Xeron memintaku untuk menemanimu disini sampai dia pulang nanti sore."
"Sudah beres? Semudah itu?"
"Jika sudah uang yang mengalir, siapa yang bisa menolak?" Balas Amanda dan dia baru sadar jika sudah kelepasan bicara. "Maksudku, Xeron sudah melunasi biaya ganti rugi dengan nominal yang dirahasiakan. Aku langsung memberikan berkas itu pada Xeron tanpa membacanya lebih dulu." Tentu saja Amanda bohong, mana bisa dia menahan kekepoannya yang setinggi langit itu.
"Oh syukurlah. Aku percaya Xeron bisa membantuku. Dia pahlawanku. Duh, rindu. Jadi ingin peluk suamiku."
Amanda mengernyit geli. Bukan geli tapi iri. Jomblo bisa apa?
Lalu Veronica membuka telapak tangannya pada Amanda, entah untuk alasan apa, Amanda sendiri tidak paham. "Mau minta uang? Aku miskin. Minta saja pada suami konglomeratmu itu."
"Siapa juga minta uang, aku tahu kau tidak modal."
"Ya, lalu?"
"Pinjam ponsel."
"Untuk apa?"
"Untuk menelepon Xeron. Ponselku rusak. Dihancurkan oleh Ben dan aku belum sempat beli yang baru. Kalau aku punya juga aku tidak akan meminjam ponsel murahmu."
"Heh, sembarangan. Ponselku apel tergigit keluaran terbaru ya!"
"Maka dari itu cepat pinjam. Rugi ponsel bagus tapi pelit!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomansaKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...