Chapter 65

1.5K 166 74
                                    

Seharusnya Veronica tidak diam saja. Seharusnya dia mendorong tubuh Ben keluar dari ruangan itu. Semuanya hanya sebatas kata seharusnya. Veronica yang sudah berjaga-jaga dengan menyimpan semprotan merica sejak beberapa kejadian buruk menimpanya, merasa jauh lebih tenang. Setidaknya jikalau Ben memang memiliki niatan lain, dia bisa melakukan perlawanan.

"Aku yakin kau pasti ingin mendengarnya bukan?"

"Aku tidak akan mempercayai apapun yang keluar dari mulut brengsekmu." Tapi sialnya dia penasaran.

Ben tersenyum miring. Kedua tangannya tersimpan di dalam saku celana. "Dimana Xeron menyembunyikan Leah?"

"Ternyata itu yang ingin kau ketahui?"

"Kami saling bergantungan. Tidak akan pernah ada orang yang mengerti itu. Xeron seharusnya membiarkan semuanya berjalan dengan mulus, tindakannya yang seolah-olah ingin memberi jarak diantara kami justru akan membahayakan dirinya."

Apa maksud dari ucapannya? Veronica mengernyit. "Aku sudah bilang aku tidak akan percaya omong kosongmu."

"Beri tahu aku dimana Xeron menyembunyikan Leah atau aku bisa menjamin rumah tangga kalian akan hancur sebentar lagi?"

Kini Veronica sudah mulai merasa geram dengan ucapan seenaknya dari Ben. "Apa kau tidak puas menyakitinya, memukulnya, lalu sekarang apa lagi yang kau inginkan darinya?"

"Aku sudah bilang tidak akan ada yang mengerti hubungan kami." Ben menatapnya. Ada sesuatu di dalam pikiran pria itu yang membuat senyum licik itu nampak semakin jelas "Dan untuk apa kau membela Leah saat kau sadar bahwa dia memiliki peluang yang sangat besar untuk menghancurkan rumah tanggamu bersama Xeron Alexander?"

Tubuh Veronica menegang. Dia benci mendengar pembahasan apapun mengenai masa lalu Xeron dan Leah. Disisi lain juga tidak bisa menutupi rasa ingin tahunya karena Ben sepertinya sangat mengenal mereka—bahkan pernah berada di antara hubungan gelap mereka.

"Leah saudara iparku." Tegasnya. Berusaha menghindari suaranya yang bergetar. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakitiki keluargaku."

Tawa mengejek Ben lantas terdengar, "Pantas, kau dan Xeron bersatu. Ternyata kalian dua orang yang sama-sama munafik."

Kemarahan Veronica rasanya sudah tidak bisa dibendung lagi. Melihat wajah Ben lebih lama lagi bukan opsi terbaik. Dia menunjuk pintu yang terbuka di belakang punggung Ben dengan wajah marah, "Keluar dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku!"

"Suatu saat nanti kau akan membutuhkan aku untuk mengetahui semuanya."

"Aku bilang keluar!"

"Orang yang terlalu baik justru orang yang paling menakutkan, Veronica." Ben dengan gaya menyebalkan sengaja mengerling sebelum meninggalkan ruangan.

Veronica menarik rambutnya ke belakang. Tidak bisa melampiaskan kekesalan nyaris membuat kepalanya pecah. Di tegaknya satu botol air mineral bahkan tanpa sadar dia membuat botol plastik itu menjadi penyok.

Tidak seharusnya dia seperti ini—seolah dia tidak tahu betapa brengseknya seorang Ben Andreas yang memang tidak pernah ingin melihatnya bahagia. Apapun yang Ben ucapankan baru saja, seharusnya tidak membuatnya merasa terganggu.

Kemudian ponsel yang berada di atas meja berbunyi. Mengambil seluruh perhatiannya apalagi saat nama Xeron tertera disana.

"Halo." Veronica berusaha membuat nada suaranya terdengar setenang mungkin.

"Kau baik-baik saja?" Pertanyaan itu seketika membuat Veronica bungkam. "Kenapa pesanku tidak dibalas lagi? Aku yakin ini masih jam makan siang."

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang