Telur orak-arik adalah menu sarapan yang biasa Leah buat ketika mereka masih tinggal bersama. Menjadi keluarga utuh yang begitu semu di dalam mansion itu.
Xeron sudah menolak mentah-mentah. Mungkin saja penolakannya sudah membuat Leah sakit hati. Namun Leah memang perempuan keras kepala. Apapun yang dia inginkan, harus dipenuhi. Sejak dulu memang seperti itu. Usianya semakin bertambah namun sikapnya tidak banyak berubah.
"Apakah rasanya enak?"
Xeron hanya mengangguk dan mencoba menghabiskan makanannya dengan tenang.
"Biasanya kau selalu minta tambah. Bagaimana dengan kali ini? Aku bisa membuatkan lagi untukmu."
"Tidak, Leah. Aku duduk disini karena aku menghargaimu. Bukan untuk memutar memori lama yang sudah aku kubur dalam-dalam."
Di tempat duduknya terdengar helaan keras Leah, "Apa memang sudah tidak ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita seperti dulu?"
"Kau tahu sampai kapan pun jawabannya akan tetap tidak. Kita bersaudara. Aku hanya bisa memperbaiki hubungan persaudaraan kita."
"Apakah sekarang posisiku benar-benar sudah tergantikan oleh gadis kecil itu?" Leah tersenyum pedih sambil memegangi dadanya sendiri. Rasa nyeri itu menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku melihat banyak fotonya di apartemen ini. Banyak foto kalian berdua dalam barbagai momen. Kau tetap menjadi pribadi yang romantis, sama seperti dulu saat kau menjadikan gudang tua di mansion sebagai tempat rahasia untuk menyimpan foto dan kenangan kita agar Ayahku dan Ibumu tidak mengetahui apa yang terjadi di antara kita. Aku masih memegang kunci gudang itu hingga kini. Aku selalu pergi kesana saat aku merindukanmu."
"Berhenti menyiksa dirimu sendiri, Leah."
"Lalu apa yang harus aku lakukan? Membakar seluruh foto dan benda-benda penuh kenangan kita? Aku tidak akan pernah melakukan itu, Xeron."
"Itu terdengar lebih baik. Kau memang harus membakarnya." Xeron menatap iba pada Leah yang sedang menahan air mata. "Karena sampai kapan pun tidak akan pernah ada kata kita di antara kau dan aku. Cobalah untuk melupakanku dan cari kebahagiaanmu sendiri."
"Kau melarangku dekat dengan Ben dan aku sengaja lebih dekat dengannya untuk mendapat perhatian darimu. Aku tidak peduli dengan keselamatanku sendiri. Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku masih bisa mendapat perhatian darimu walau hanya sedikit. Itu sangat berarti untukku, Xeron."
"Leah, aku mohon berhenti membuat semuanya menjadi rumit. Aku peduli. Aku menyayangimu. Kau suadaraku. Tentu saja aku sangat marah jika Ben berani menyakiti saudaraku."
"Tapi aku ingin menjadi gadis kesayangmu seperti dulu." Air mata Leah akhirnya jatuh juga.
"Veronica sudah mengisi hatiku sepenuhnya. Tidak tersisa lagi untuk siapapun." Xeron menyentuh bahu Leah yang terguncang. Dia memberikan husapan lembut disana. "Percaya padaku jika kau bisa melakukan hal yang sama. Kau bisa menggantikan posisiku dengan orang lain. Tidak ada yang tidak mungkin. Kau pasti bisa melupakan perasaan itu."
Leah menggelengkan kepala menolak. "Tidak apa-apa jika kau tidak ingin menjadikan aku sebagai gadis kesayanganmu lagi. Tapi jangan pernah memintaku untuk berhenti mencintaimu. Aku memiliki satu alasan yang sangat kuat untuk tidak pernah menghapus perasaan terlarang ini."
Makanan di atas piring Xeron belum habis namun dia sudah bergegas membawanya ke dapur dan mencuci piring untuk menghindari percakapan tersebut.
Sebuah tangan menyusup pada lengannya. Xeron tidak ingin kecolongan lagi, dia menepis sebelum Leah sempat melakukan hal-hal di luar dugaannya.
"Bukan kah kau berjanji untuk menginap satu malam saja kepada Veronica? Seharusnya sekarang kau sudah tidak disini lagi, Leah." Peringat tegas Xeron namun dia berusaha tetap berusaha menjaga nada bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...