Sampai saat ini Veronica masih belum tahu apakah dia sudah berdamai dengan cerita masa lalu Xeron atau belum. Dia masih sulit bersikap seperti sebelumnya kendati Xeron sudah meminta maaf dan mereka berakhir dengan ciuman ganas. Hati kecilnya tidak bisa berbohong jika dia masih kecewa mengetahui fakta tersebut.
Kegiatan syutingnya hari ini tidak memakan waktu lama. Dia bersyukur karena fokusnya dalam melakukan pekerjaan sudah kembali. Veronica bersumpah kemarin itu akan menjadi yang pertama dan terakhir kali dia mempermalukan diri sendiri. Memalukan sekali rasanya apalagi setelah dia menyadari masalahnya bersama Xeron menjadi penyebab utamanya.
Veronica menghentikan mobilnya tepat di depan halaman rumahnya. Dia tidak pulang ke apartemen, memilih berkunjung ke rumah yang dulu dia tinggali bersama Sang Ayah.
"Nona Veronica." Sambut Bibi Durah setelah membukakan pintu untuk majikannya. Raut bahagia bercampur kerinduan terlihat di wajah wanita tua itu. "Mengapa Nona tidak bilang jika akan datang? Saya tidak menyiapkan apa-apa untuk—"
"Tidak apa-apa, Bibi. Aku juga tidak memiliki rencana sebelumnya. Tiba-tiba saja aku rindu dengan rumah ini. Bibi merawat rumah ini dengan baik kan?"
"Tentu saja, Nona. Saya merawat rumah ini selayaknya Nona dan Tuan masih tinggal disini."
Veronica pun melangkah masuk ke dalam. Menggerakan jarinya di atas meja untuk mengecek apakah benda tersebut berdebu atau tidak. Ternyata benar, Bibi Durah merawat rumah ini dengan baik.
Setelah duduk beberapa menit di sofa, Bibi Durah pun datang membawakan jus strawberry kesukaan Veronica sesuai dengan takaran yang sudah dia hapal di luar kepala. Melepas dahaga, Veronica pun menegaknya hingga tersisa setengah gelas.
"Apakah Tuan Xeron tahu jika Nona berkunjung kemari?"
Ah ya, Xeron. Veronica lupa mengabari suaminya. Awalnya dia pikir tidak perlu memberi tahu prihal keberadaannya tetapi dia sadar jika Xeron tiba di apartemen dan tidak menemukan keberadaannya, pria itu pasti akan kebingungan mencarinya. Maka dari itu lebih baik dia meninggalkan pesan.
Xeron, malam ini aku menginap di rumahku.
Kemudian Veronica menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya sebelum melangkah naik menuju kamar kesayangan yang sangat dia rindukan. Baru saja dia merebahkan dirinya, ponsel di dalam sakunya tiba-tiba berbunyi. Panggilan masuk dari Xeron Alexander.
"Hmm?"
"Jangan coba-coba untuk minggat lagi, Veronica!" Tegas Xeron. Kening Veronica mengerut, apa-apaan dia baru nelepon sudah protes?
"Siapa juga yang minggat."
"Kau."
Veronica berdecak rendah, "Aku hanya ingin tidur di rumah lamaku. Aku rindu kamarku. Itu tidak bisa dikatakan minggat!"
"Kau tidak tidur di sebelahku, itu artinya kau berusaha untuk minggat." Terdengar helaan napas Xeron berikutnya. Dia mengubah nada bicara menjadi lebih hati-hati. "Setelah pulang kerja, aku akan kesana. Kau jangan kemana-mana."
"Siapa juga yang mau kemana-mana."
"Intinya jangan coba-coba untuk menghindariku lagi. Kau tidak akan bisa."
"Aku tidak sedang menghindarimu, Xeron Alexander. Percaya diri sekali."
"Bagus kalau begitu." Balasnya. "Kau sedang apa disana?"
"Tidur."
"Aku facetime ya?"
"Memangnya kau mengerti caranya?" Tiba-tiba saja permintaan facetime muncul di layar ponselnya. Veronica langsung menegapkan sedikit tubuhnya dan menata rambutnya agar lebih rapi. Dia sudah cantik kan? Sial. Mengapa pula dia harus segugup ini hanya karena diajak facetime oleh Xeron?
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...