Chapter 24

1.9K 180 534
                                        

Jika tidak ada sesuatu yang mendesak, Xeron anti menginjakan kakinya di mansion yang selalu mengingatkannya pada luka lama. Tapi kali ini Ibunya jatuh sakit, wanita yang paling dia kasihi itu sudah dua hari mengalami demam tinggi dan enggan untuk dirawat di rumah sakit.

Xeron duduk di ruang tengah seorang diri—setelah dia meminta Ayah untuk pergi bekerja dan dia yang akan menggantikan tugas untuk merawat Ibu. Dia menunggu Dokter Alicia selesai melakukan terapi kejiwaan pada Sang Ibu. Itu adalah saran dari Ayah. Segala pengobatan dokter umum seolah tidak berpengaruh. Apalagi belakangan ini Ibunya lebih banyak diam ketika diajak bicara. Jadi Ayah berpikir sakitnya Ibu memiliki sangkut paut dengan kondisi kejiwaannya.

Ini bukan sekali dua kali. Ibunya memang sering seperti itu. Pernah hidup dalam lingkungan buruk bersama Ayah kandungnya yang ringan tangan nyatanya sangat mengguncang psikis Sang Ibu hingga kini.

"Bagaimana keadaan Ibu, Dok?"

"Ini bukan hanya sakit fisik, ada sesuatu yang sudah mengganggu kejiwaannya. Tapi Ibumu belum mau berbicara dan aku tidak akan mendesak karena itu hanya akan membuatnya semakin tertekan. Aku sudah memberikannya obat. Setidaknya itu akan membantunya beristirahat tanpa memikirkan apapun."

Mereka berjalan bersisian saat Xeron mengantar Dokter Alicia keluar dari mansion.

"Ibumu sangat sensitif. Dia memiliki trauma besar. Karena ingatan itu tidak akan bisa hilang alangkah baiknya jika tidak membahas hal-hal yang membangkitkam rasa trauma itu di depan Ibumu, entah itu melalui perkataan atau pun perbuatan."

"Aku mengerti. Terima kasih atas bantuanmu, Dok."

"Oh ya, Xeron, aku minta maaf karena tidak sempat hadir ke acara pernikahanmu." Kata wanita yang usianya sepantara dengan Sang Ibu. Dokter Alicia memang kerabat dekat keluarga Ayah tirinya. "Dimana istrimu? Apakah dia tidak ikut kemari?"

"Dia sedang bekerja, nanti dia akan datang."

"Sayang sekali padahal aku ingin mengucapkan selamat secara langsung padanya."

"Mungkin dilain waktu aku akan mempertemukan kalian."

"Tentu saja. Aku dengar dia seorang selebriti?"

"Ya, dia sangat cantik. Sempurna. Aku merasa beruntung memilikinya."

"Xeron," Sorot mata Dokter Alicia tampak haru kala menghusap pundak Xeron. "Kau benar-benar sudah sembuh. Aku senang melihatmu kembali bahagia. Dan aku juga berharap Leah bisa mengambil langkah sepertimu."

"Apa dia pernah mendatangimu lagi?"

"Dia selalu datang padaku. Bukan sebagai pasien dan psikiater. Tapi sebagai teman curhat."

Xeron mendadak diam. Dokter Alicia adalah orang yang memegang kartunya bersama Leah. Rahasia besar yang sampai saat ini orang tuanya tidak ketahui. Leah sangat dekat dengan Dokter Alicia, apalagi setelah Ibunya meninggal dunia dan dia nyaris ingin bunuh diri. Beruntung pada saat-saat terpuruk itu, Dokter Alicia dan Xeron selalu mendampinginya hingga perempuan itu perlahan bangkit.

"Jangan terlalu dipikirkan. Kau hanya perlu fokus dengan rumah tanggamu. Jangan sampai ada perpisahan lagi. Jangan mengulangi kesalahan orang tuamu."

Itulah pesan terakhir yang Dokter Alicia berikan padanya sebelum meninggalkan mansion. Xeron pun melangkah menuju kamar Sang Ibu, membuka pintunya dengan hati-hati. Dia pikir Ibunya sedang tidur nyatanya wanita itu menoleh kala menyadari keberadaan Xeron.

"Nak." Mendengar panggilan itu, Xeron pun langsung memeluk tubuh hangat Sang Ibu. "Ibu pikir Ayah berbohong saat mengatakan kau akan datang."

"Ibu sedang sakit. Bagaimana mungkin aku tidak datang." Xeron mengecup punggung tangan Sang Ibu bergantian. "Cepatlah sembuh. Aku tidak suka melihat Ibu seperti ini."

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang