Apa yang baru saja terjadi terasa begitu cepat hingga Veronica tidak sadar jika posisinya sudah berada di atas tempat tidur bersama tubuh Xeron yang menindihnya dari atas. Dia disambut oleh ciuman Xeron yang selalu berdampak luar biasa bagi tubuhnya.
Jiwa binal Veronica meronta kala Xeron menggigit bibir bagian bawahnya dan mencoba menyusupkan lidah ke rongga mulut Veronica. Lidah Xeron menyapu di dalamnya dengan lihai hingga Veronica merasa sulit untuk mengimbangi. Ini kali pertama dia melakukan ciuman seintim ini—biasanya mereka hanya saling memangut saja. Dan ini terasa sangat luar biasa.
"Kau menantangku saat kita facetime." Xeron menarik wajahnya sejenak, memandangi Veronica yang kesulitan bernapas di bawahnya. Kembali mendekat, Xeron sengaja menjilati permukaan bibir Veronica yang manis. "Sekarang aku akan membutikannya."
"Dasar pendendam."
"Tapi kau menikmatinya kan?"
Veronica tersipu. Mengakuinya akan terasa sangat memalukan. Seolah paham dengan isi pikiran Veronica, Xeron kembali menciumnya. Menekannya begitu keras. Lidah Xeron tidak hanya memanjakan bibirnya, benda kenyal itu juga bergerak turun menuju lehernya.
Xeron membahasinya sebelum memberi hisapan kecil seperti sengatan serangga. Veronica mengerang rendah akibat kenikmatan yang Xeron berikan pada beberapa bagian sensitif tubuhnya.
"Xeron," Tangan Veronica begerak hendak mendorong dada Xeron menjauh karena dia akan sulit menahan diri jika ini tidak segera dihentikan. Perempuan juga bisa khilaf.
Pergelangan tangan Veronica dicekal di kedua sisi. "Nikmati saja."
Sebuah suara yang berasal dari saku celana Xeron membuat pria itu berhenti sejenak. Veronica bisa mendengar umpatan kecil dari mulut manisnya. Kening Xeron mengerut kala menatap layar ponselnya sendiri. Tidak ada tanda-tanda jika Xeron ingin mengangkatnya. Hal itu membuat Veronica penasaran dan mulai mengintip.
Sebuah nomer asing menghubungi Xeron.
"Kenapa tidak diangkat? Siapa tahu penting."
"Sepertinya aku tahu siapa orang ini."
"Klienmu?"
"Klien tidak akan menggangguku di luar jam kerja."
Sadar akan ekspresi Xeron yang semakin datar, Veronica yakin tebakannya kali ini sangat tepat. "Apakah itu dari Leah?"
Xeron mengehela napas dan mengangguk. Panggilan pertama tidak dijawab. Seolah tidak putus asa, nomer tersebut kembali memanggil.
"Angkat saja."
"Itu akan membuatmu kesal."
"Tidak. Justru aku ingin mendengar apa yang ingin dia katakan padamu. Ayo angkat, Xeron."
Dengan berat hati, Xeron pun mengangkat panggilan tersebut menggunakan mode speaker agar Veronica bisa mendengarnya. Veronica mendudukan diri di sebelah Xeron, menyiapkan telinganya untuk mendengar kalimat yang pastinya akan terdengar menyebalkan.
"Akhirnya kau mengangkat teleponku." Benar, itu adalah suara Leah dan sejak kejadian di ruang kerja Xeron beberapa hari yang lalu, Veronica benci mendengar suara itu sekalipun mereka saudara ipar. "Kau dimana? Apakah masih di kantor?"
"Ada apa kau menghubungiku?"
"Kau sudah makan? Bagaimana jika kita dinner di restoran favorit kita?"
Veronica memberengut di dalam hati. Dih, dasar tante ganjen!
"Aku tidak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...