Chapter 61

1.5K 180 141
                                    

Xeron baru saja mengira dirinya salah mendengar. Dia melongo bak orang bodoh. Tapi ketika Veronica kembali mengulang kalimatnya, "Kau tahu bagaimana gaya untuk menghasilkan anak perempuan?" Xeron sadar jika itu bukan hanya bisikan iblis dari otak kotornya.

Dalam sekejap, Xeron langsung meraup wajah Veronica. Memberinya ciuman tepat di bibir. Salah sendiri karena Veronica memancing sesuatu yang sedari tadi berusaha tetap tenang di bawah sana.

Kaki belakang Veronica menyandung tepi tempat tidur sehingga dia harus menjatuhkan punggungnya dan Xeron masih dengan kilatan gairah yang tidak bisa ditahan terus menghujami ciuman hingga bibir itu terasa kebas.

"Apakah kau masih mengkonsumsi pil pencegah kehamilan setelah kita usai melakukan seks?"

"Masih."

"Pertama-tama yang harus kau singkirkan adalah benda itu."

Tangan Xeron menggerayangi kulit putih itu di segala sisi. Gaun malam Veronica tidak lagi rapi seperti sebelumnya. Xeron menggodanya di bawah sana. Memijatnya menggunakan dua jari hingga napas gadis itu berburu tak beraturan.

Tiba-tiba Veronica menggelengkan kepalanya. Membuat gerakan jari Xeron berhenti di bawah sana dan menatap gadis itu lebih serius.

"Tidak untuk saat ini. Aku belum benar-benar siap memiliki seorang anak. Maaf, Xeron." Veronica mengigit bibir bawahnya. Ekspresinya berubah takut. Menundukan kepala. Berbanding terbalik dengan ucapan menantang yang dia ucapkan beberapa saat yang lalu hingga memicu ketidakwarasan hormon Xeron.

Mungkin beberapa saat yang lalu Xeron merasa diterbangkan namun kini dia dijatuhkan dengan mudah. Tidak apa-apa. Veronica tidak menolak untuk memiliki anak bersamanya, gadis itu hanya menunggu dirinya merasa siap menjadi orang tua dan melupakan bayang-bayang masa lalu sosok Ibu yang membuatnya merasa trauma.

"Aku mengerti. Kau tidak perlu meminta maaf." Xeron mengeluarkan tangannya dari balik gaun Veronica dan beralih untuk memeluk tubuhnya.

"Aku takut gagal lagi. Aku pernah merasa tidak pantas menjadi Istrimu dan aku tidak ingin merasa tidak pantas lagi untuk anakku."

"Seorang Veronica Estella Alexander bisa merasa insecure?"

"Semua orang pasti pernah merasa insecure. Sepercaya diri apapun orang itu. Jaman sekarang rasa insecure itu sangat manusiawi. Terlebih lagi ini soal anak. Gagal menjadi Istri masih bisa diperbaiki, tapi ketika seseorang gagal menjadi orang tua, dunia seorang anak akan hancur."

"Kau tidak pernah gagal menjadi seorang Istri dan aku yakin kau tidak akan gagal menjadi seorang Ibu."

Veronica beringsut ke samping. Menopang kepala menggunakan salah satu tangan sedangkan satunya lagi terulur untuk memainkan rambut ikal Xeron yang belum dicukur rapi.

"Itu pendapat manusia yang memiliki hati terlalu baik. Sekali-sekali aku ingin mendengar kau menuntut sesuatu dariku."

"Menuntut anak misalnya?"

Ekspresi Veronica langsung berubah datar. Demi Tuhan, Xeron tidak memiliki niat menuntut. Tuturan itu keluar begitu saja tanpa sempat disaring lebih dulu oleh mulutnya.

"Veronica, tolong jangan dimasukan ke dalam hati, aku tidak—"

"Apakah kau bisa bersabar sedikit lagi?"

"Sungguh. Aku tidak bermaksud untuk—"

"Itu tuntutan seorang suami kepada istrinya. Tidak ada yang salah, Xeron. Jika kita memiliki seorang anak, ikatan kita akan jauh lebih kuat. Kau bisa menggunakan anak itu sebagai pengingat jika kita bosan dengan kehidupan rumah tangga kita. Seharusnya anak juga bisa menjadi alasan untuk membuat kedua orang tuanya tetap saling mencintai hingga maut memisahkan. Dan aku senang, kau ingin mewujudkan cita-cita terbesarmu bersamaku."

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang