Pemotretan beberapa hari yang lalu harus dibubarkan berkat perintah Xeron Alexander yang memilih mementingkan keselamatan istrinya. Semua orang yang terlibat disana meminta maaf pada Veronica, termasuk Jessica Beferien yang langsung menunduk patuh sembari mengucapkan maaf walaupun dengan nada yang tidak ikhlas.
Saat itu Veronica tidak membalas, malah inginnya meminta Jessica untuk mencium kakinya dulu baru dimaafkan. Berkat memiliki suami malaikat, Veronica tidak bisa berbicara banyak saat Xeron berkata. "Dia sudah mau mengakui kesalahannya jadi tugasmu sekarang adalah memaafkan."
"Dia tidak ikhlas. Lihat saja wajahnya!"
"Veronica, sesama manusia harus saling memaafkan." Xeron menatapnya lembut kemudian menghusap puncak kepalanya. "Jangan jadi pendendam. Maafkan dia tapi jika dia berani macam-macam lagi, biar aku yang menanganinya. Oke?"
Apa boleh buat, Veronica pun akhirnya mengangguk walau pun di lubuk hati terdalam dia belum bisa memaafkan perempuan itu. Sudah dia bilang, dia tidak akan puas jika belum berhasil menggunduli kepala Jessica Beferien. Lihat saja nanti!
Hari ini merupakan akhir pekan. Xeron dan Veronica sama-sama kosong alias tidak sedang disibukan oleh pekerjaan apapun. Kendati demikian, Xeron tetap saja bangun lebih pagi darinya. Terbukti dari sisi kosong yang berada di sebelah guling penyekat. Ini weekend loh, kenapa harus bangun pagi-pagi? Membuat Veronica terlihat semakin tidak becus menjadi istri saja.
Membuka pintu kamar, indera penciuman Veronica langsung disambut oleh aroma nikmat yang berasal dari dapur. Koki Xeron Alexander pasti sedang beraksi. Veronica pun menghampiri dengan langkah terburu-buru. Dia bertopang dagu di pantry, menatap punggung Xeron saat pria itu masih belum menyadari keberadaannya.
Astaga, dampak belakang saja tampan, apa lagi dampak depan, bisa bikin khilaf pagi-pagi!
"Veronica?" Layaknya orang bodoh, Veronica yang justru dibuat terkejut lebih dulu saat Xeron tiba-tiba berbalik dan menatapnya. Tuh kan, pagi-pagi saja pria ini sudah tampan. Berkedip, Veronica. "Kau sudah bangun? Sejak kapan kau disini?"
Lima menit yang lalu, tapi tentunya dia gengsi mengakui bahwa lima menitnya terbuang hanya untuk menatap punggung berotot Xeron. Bisa besar kepala dia. "Baru saja. Dua detik yang lalu."
"Aku pikir masakanku akan selesai saat kau bangun tidur tapi ternyata belum. Maaf ya, aku harus membuatmu menunggu." Xeron mendekat hendak menyentuh wajahnya namun Veronica buru-buru menepis. "Kenapa?"
"Tanganmu bau bawang. Jadi jangan berani sentuh wajahku!"
"Aku sudah cuci tangan."
"Tapi baunya masih tercium, Xeron."
"Oke, kalau tidak boleh disentuh." Wajah Xeron semakin mendekat. Veronica terlambat mengantisipasi saat tahu-tahu bibir Xeron sudah mengecup pipinya lebih dulu. "Berarti dicium boleh kan?"
"Ish, Xeron!" Pekiknya. Pipinya pasti merah sekarang, maka dari itu dia buru-buru menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangan. Sial. Kelancangan Xeron benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungnya pagi-pagi begini.
Tanpa rasa bersalah, Xeron pun kembali melanjutkam ketiatan memasaknya. Sedangkan Veronica masih duduk di pantry namun kali ini sengaja mengalihkan pikirannya dengan bermain ponsel. Menatap Xeron lama-lama itu bahaya. Kurang lebih setengah jam dia berdiam diri disana namun tidak ada tanda-tanda jika masakan Xeron akan jadi. Maka dari itu dia memilih turun dari pantry dan berniat membantu Xeron. Mungkin bukan membantu, lebih tepatnya mengacaukan. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...