Ternyata Veronica bisa menghentikan sejenak kegilaan Xeron—setidaknya pria itu bersedia kembali ke tempat duduk untuk menghabiskan spageti buatannya walau masih dengan hasrat menggebu-gebu. Veronica paham pria dan hormon testosteronnya. Apalagi dia sadar sudah salah kostum malam ini. Tidak seharusnya dia mengenakan gaun malam seterbuka ini jika ingin tidurnya tentram dan aman.
"Spageti buatanmu enak." Kata Xeron memasukan spageti dalam gulungan garpu ke mulutnya. Tampak sangat lahap. Veronica tersenyum melihat Xeron menyukai makanan buatan tangannya—yang dulu lebih layak disebut sampah.
Veronica menuangkan anggur ke dalam gelas untuk dirinya sendiri.
Mata Xeron tertuju pada Veronica. Bagaimana tetesan anggur jatuh ke leher putihnya membuat Xeron sulit menelan makanan di dalam mulutnya. Wajah Veronica sedikit merah ketika dia menurunkan gelasnya. Gadis itu menyadari Xeron menatapnya sembari mengigit bibir bawah. Tanpa berkedip. Sehingga dia harus menjentikan jari.
"Kenapa kau melamun?"
"Kau cantik." Xeron menyelipkan rambut Veronica ke belakang telinga. "Pria mana yang tidak jatuh cinta padamu?"
Veronica mengernyit. Menatap Xeron dengan aneh.
Xeron mengambil botol anggur dan menuangkannya ke dalam gelas. Didorongnya gelas itu mendekat ke arah Veronica. "Aku haus."
"Ya, minum. Kenapa kau memberinya padaku?"
"Aku ingin minum dari bibirmu."
"Ya?"
"Lakukan, sayang."
Tak ingin membantah Si Tuan Pemaksa, Veronica pun mengambil gelas itu dan menyesap sedikit anggur ke dalam mulutnya namun tanpa menelan. Xeron pun mendekatkan wajahnya. Lidahnya bergerak di atas permukaan bibir Veronica lebih dulu. Manis bercampur pahit. Perpaduan rasa yang tidak pernah Xeron rasakan sebelumnya dan terasa begitu indah ketika dia dapatkan dari bibir Veronica.
Kemudian dia menarik Veronica lebih dekat. Kedua bibir mereka saling memangut. Dan Xeron terburu-buru menyelinpkan lidahnya ke dalam mulut Veronica. Anggur itu mengalir ke mulutnya. Xeron menyesap hingga habis tanpa melawatkan lumatannya pada bibir Veronica dan menikmati rasa anggur tersebut. Tangan Xeron meremas pinggangnya semakin kuat saat lumatan itu semakin keras. Veronica mengerang karena bibir bawahnya digigit hingga membengkak.
"Aroma mint pasta gigi. Kapan kau sempat menggosok gigi?" Dengan napas tersengal, Veronica menarik diri sambil mengusap bibir basah Xeron.
"Baru saja. Sebelum menemuimu di meja makan."
"Tumben sikat gigi sebelum makan?"
Xeron menangkup wajah Veronica. Dinginnya telapak tangan Xeron bertemu dengan lembutnya kulit wajah gadis itu. Dia memperhatikan lebih lekat. Cantik sekali. Xeron tidak akan menyia-nyiakan keberuntungan yang Tuhan berikan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomansaKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...