"Kenapa kau memilih pantai?"
Suara deburan ombak terdengar merdu. Matahari sudah terbenam beberapa jam yang lalu dimana membuat suasana pantai menjadi gelap.
Veronica menoleh ke samping. Mengamati Xeron yang melamun menatap bulan penuh yang terlihat sangat dekat dengan mereka. Tidak ada jas formal menempel di tubuhnya atau dasi mencekik leher. Xeron menggulung lengan kemejanya hingga siku dan membiarkan tiga kancing kemejanya terbuka.
Ada sesuatu yang sedang Xeron pikirkan. Bukan tanpa alasan Xeron yang murah senyum tiba-tiba menjadi seperti sekarang ini.
"Hanya disini aku merasa diijinkan menghirup udara dengan bebas."
"Sesuatu sudah terjadi padamu. Mau berbagi denganku?"
"Ibu datang ke perusahaan usai jam makan siang."
"Bagus. Itu sebuah perkembangan karena Ibu bersedia menghampirimu lebih dulu." Tapi Veronica sadar jika kedatangan Ibu bukan berita baik untuk Xeron. "Dimana letak permasalahannya?"
Xeron menoleh. Mata sendunya menunjukan ketakutakan, keputusasaan, kemuakan. Semuanya bercampur menjadi satu. Bahwa jika dia sangat ingin lari dari segala masalah yang menimpanya secara bertubi-tubi.
"Aku masih belum mampu membuktikan bahwa aku anak baik, bahwa aku layak disebut sebagai Putra terbaik Ibu, seperti dulu."
Di dekapnya lengan Xeron setelah Veronica berusaha menutup jarak di antara mereka. Veronica merebahkan kepalanya di atas pundak Xeron. Menghusap dada Xeron yang ditimbun beribu-ribu kesakitan namun harus tetap kuat.
"Mungkin belum sekarang. Semua ada waktunya."
"Justru itu yang aku takutkan." Xeron mengesah keras. "Aku sangat takut waktu akan memberi bukti bahwa tidak hanya Ibu dan Ayah yang sudah aku lukai."
"Kau sudah menutup kenangan buruk. Kau tidak melukai hati siapapun lagi."
Tangan Xeron merengkuh Veronica semakin kuat, "Selain Ibu, kau adalah sumber ketakutan terbesarku, Veronica."
Xeron mencium puncak kepalanya dan menghusapnya penuh kasih.
"Disaat semua orang mendorongku ke lubang yang dalam, hanya kau satu-satu orang yang bersedia mengulurkan tangan untuk mengeluarkan aku dari sana. Aku tahu, kau memiliki jiwa yang besar, hati yang begitu baik dan rasa sabar yang luar biasa. Tapi, aku juga tahu bahwa seseorang memiliki batasan untuk tetap baik saat keadaan terus-menerus menekannya. Sipapun bisa menyerah, kapan saja, dan memilih untuk pergi agar dia bisa menghirup udara dengan bebas selamanya."
Veronica melepaskan diri dari kungkungan Xeron. Dia menatap lekat kedua mata pria itu. "Kau pikir aku selemah itu, huh?"
"Kau tidak lemah." Xeron merapikan rambut Veronica yang berterbangan tertiup angin. "Aku yang akan menjadi lemah jika kau memutuskan untuk meninggalkanku."
Lantas, Veronica mendorong dada Xeron dan bangkit berdiri di atas pasir. Dia mundur sehingga Xeron tidak bisa menjangkaunya.
"Tangkap aku." Kedua tangan Veronica terentang. Gaunnya berterbangan tertiup angin. Cahaya bulan memantulkan kecantikannya. Senyum manis itu membuat Xeron ikut tersenyum. "Jika kau tidak berhasil maka aku akan meninggalkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...