Chapter 58

1.6K 186 423
                                        

Kerasnya suara petir membuat Veronica terbangun saat jam dinding kamarnya menunjukan pukul tiga dini hari. Hembusan napas hangat Xeron menerpa lehernya dari belakang. Tangan pria itu juga melilit erat pinggangnya. Otaknya kembali memutar apa yang terjadi diantara mereka sebelum dia memutuskan untuk pergi tidur.

Apakah semua ini bisa dikatakan baik-baik saja sekarang?

Sebisa mungkin Veronica berusaha memejamkan mata untuk kembali terlelap namun dia tidak bisa. Dia pun menyingkirkan tangan Xeron dan beranjak hati-hati. Mengambil ponselnya sebelum turun menuju dapur untuk menegak air putih.

Dia tidak baik-baik saja.

Disaat seperti ini dia butuh teman bicara selain Xeron. Jika bukan jam tidur atau seandainya juga Amanda tidak tidur seperti orang mati suri, dia pasti sudah menghubunginya. Lalu Zac, dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengganggu Zac yang akan memiliki jadwal tour cukup padat dan butuh istirahat yang cukup.

Tidak disangka-sangka ponselnya berbunyi. Tuhan seakan turut memberinya solusi. Nama Dokter Alicia tertera disana dan dia tidak perlu berpikir dua kali untuk mengangkat saking senangnya akan memiliki teman bicara.

"Hallo."

"Veronica, apakah kau baik-baik saja?" Tanya Dokter Alicia dengan nada khawatir. "Kau sedang bersama Xeron 'kan?"

"Aku baik. Ya, aku bersama Xeron di rumah. Tapi Xeron sedang tidur. Apakah kau ingin bicara dengannya?"

"Tidak. Aku meneleponmu untuk memastikan jika kau baik-baik saja. Entahlah, aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi tapi aku mimpi buruk tentangmu. Aku sangat cemas. Kau sungguh baik-baik saja kan?"

Veronica mengernyit. Bagaimana bisa seseorang yang belum terlalu dekat dengannya bisa tahu bahwa dia sedang tidak baik-baik saja?

"Mimpi buruk seperti apa, Dok?"

"Haruskan aku mengatakannya." Dokter Alicia seolah sedang bicara dengan dirinya sendiri. Dia menghela napas kemudian melanjutkan, "Aku bermimpi kau datang padaku berlinang air mata sambil membawa surat perceraian."

Tentu saja dia terkesiap. Rasa takut itu kembali memenuhi dan dia menyesal sudah menanyakan hal itu kepada Dokter Alicia.

"Aku harap itu hanya bunga tidur tapi entah mengapa perasaanku tidak enak. Kau dan Xeron tidak sedang ada masalah 'kan?" Tanyanya lagi.

"Kami hanya berdebat kecil. Aku rasa itu wajar untuk rumah tangga yang baru seumur jagung."

"Kau ingin bercerita? Aku bisa mendengarkanmu. Setidaknya itu akan membuat perasaan kita lebih tenang."

Veronica tersenyum tipis di tempatnya. Ingin sekali dia mengatakan semua uneg-uneg di dalam hatinya. Terlebih lagi Dokter Alicia adalah seorang psikiater. Tapi entah mengapa dia malu untuk mengakui bahwa dia cemburu pada saudara tiri Xeron.

"Veronica?"

"Dok, aku ingin bertanya." Veronica bedeham pelan sebelum melanjutkan apa yang sudah sampai pada ujung lidahnya. "Apakah salah jika aku marah pada Xeron karena dia masih menaruh perhatian lebih untuk Leah? Aku tahu, hubungan Xeron dan Leah hanya suadara tapi mengingat mereka pernah saling mencintai dan memiliki kenangan indah, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri jika aku selalu merasa cemburu padanya."

"Leah sakit. Aku tahu. Dia butuh perhatian dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Aku mengerti. Tapi dia masih punya Ayah kandung yang bisa bertanggung jawab atas dirinya. Lantas mengapa harus Xeron yang melakoni peran itu? Harus sampai kapan rumah tanggaku akan selalu dibayang-bayangi olehnya?"

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang