Chapter 101

1.7K 166 146
                                    

Xeron duduk berhadapan dengan Lana di dalam ruangan minimalis dengan aroma air hujan yang akan segera turun. Semalam dia tidak bisa tidur tenang akibat satu kalimat yang Veronica ucapkan di Panti Asuhan.

"Melihat ketidak beruntungan mereka, aku dan Zac sempat berpikir ingin mengadopsi salah satu dari mereka dan merawat secara bersama lalu—"

Beruntung Xeron bisa menghentikannya sebelum dia akan semakin merasa rendah diri. Karena dilihat dari segi mana pun, dia tidak lebih baik dari Zac.

"Apa ada sebuah keputusan yang kau ambil selama kau tidak bisa tidur?" Tanya Lana, sang psikolog.

Xeron menggelengkan kepalanya. "Rasa ingin melepaskan dan membiarkannya hidup dengan pilihannya sendiri itu ada. Namun aku tidak mampu untuk melakukannya karena sampai mati pun hanya dia yang aku inginkan. Aku tidak akan bisa melihatnya membangun sebuah keluarga baru bersama pria lain."

"Ide kencan dariku tidak bisa dikatakan buruk. Dia menerimanya, itu artinya dia memiliki sebuah keinginan. Tapi kau tidak bisa mengontrol emosimu ketika mendengar kalimat-kalimat sarkas dari Istrimu. Disana letak permasalahannya. Kau harus kukuh, kau harus punya tekad yang kuat. Kau tidak boleh goyah hanya dengan sebuah kalimat yang belum pasti kebenarannya."

"Dulu dia pernah berkata bahwa tidak ingin menjadikan aku sebagai Ayah dari anak-anaknya lagi. Aku bisa membenah diri menjadi pria yang baik, mungkin suami yang baik. Tapi, dimata Veronica, sampai kapan pun aku tidak akan pernah berhasil menjadi Ayah yang baik." Xeron menunduk menatap tangannya yang terkepal.

"Semua kesalahan yang kau lakukan—yang membuatmu gagal menjadi seorang Ayah—bukanlah keinginanmu. Kau bukan pria yang meminta seorang perempuan untuk melakukan aborsi. Bayi-bayi tak berdosa itu pergi bukan atas keinginanmu."

"Jadi aku masih memiliki kesempatan untuk menjadi Ayah yang baik?"

"Kau masih pantas. Jangan pernah berkecil hati, Xeron."

Xeron terdiam sambil mencerna apa yang Lana sampaikan selama konsultasi ini berlangung. Seharusnya dia memang tidak boleh membiarkan kalimat Veronica menghentikan perjuangannya. Dia masih layak disebut Ayah yang baik. Dia bukan pembunuh. Kehilangan yang mereka rasakan bukan atas keinginan Xeron, semua itu kecelakaan.

Tiba-tiba ponsel Xeron berbunyi. Xeron pun meminta ijin untuk mengangkatnya sebentar.

"Halo Bos, kau dimana? Tiga puluh menit lagi kita memiliki pertemuan penting. Klien kita sudah ada dalam perjalanan menuju restoran." Omel Jane.

Xeron menepuk dahinya. Astaga! Veronica memang membuat dia lupa segalanya.

"Kau sudah siapkan semua berkas-berkasnya?"

"Sudah. Aku hanya tinggal menunggu kedatanganmu."

"Oke. Aku kembali ke kantor sekarang. Tolong siapkan jas dan dasiku."

Sambungan terputus lalu Xeron berjalan cepat menuju Lana. "Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Veronica yang menelepon?"

Veronica tidak mungkin menghubunginya lebih dulu walau itu yang dia harapkan sejak semalam—sejak kencan mereka berakhir. Mereka belum saling berkabar. Xeron ingin menenangkan diri lebih dulu sebelum kembali melakukan segala cara untuk membuat gadis itu menjadi miliknya lagi. Dan setelah melakukan konsultasi bersama Lana, semuanya terasa lebih baik.

"Bukan. Dari Sekretaris pribadiku. Aku memiliki pertemuan penting dengan klien dan bisa-bisanya aku melupakan itu."

"Cinta memang membuat orang lupa segalanya." Lana terekekeh pelan. "Hubungi dia jika kau sudah merasa baik-baik saja. Aku yakin dia juga ingin mendapat kabar darimu."

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang