Tangan Veronica bergerak untuk mengobati wajah Xeron yang terluka. Namun mulutnya terkunci dengan rapat sejak perjalanan pulang. Xeron sudah menjelaskan bagaimana kronologi kejadian tersebut. Veronica tidak memberi reaksi, dia sudah tahu.
Xeron adalah orang penuh perhatian dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi kepada orang lain. Xeron terlalu baik. Dan, terkadang alasan itu membuat Veronica merasa takut.
Mungkin jika orang yang Xeron tolong bukanlah Leah, dia tidak akan gelisah seperti sekarang ini. Tapi orang itu Leah. Perempuan beruntung yang pernah Xeron cintai dengan begitu besar.
Jadi apa benar menolong Leah adalah murni karena rasa kemanusiaan atau Xeron justru masih memiliki sedikit ruang di dalam hatinya untuk Leah?
Kebersamaan mereka tadi—saat Xeron mengobati Leah atau saat pria itu tetap membiarkan tangannya digenggam oleh Leah selama sesi terapi—hal yang sebenarnya mungkin terlihat biasa-biasa saja untuk orang-orang di sekitar mereka, tapi tetap membuat Veronica merasa tidak baik.
Sering kali dia berpikir, mau sampai kapan dia bertahan dengan rumah tangga yang seperti ini?
"Sayang..." Xeron menggenggam tangan Veronica yang memegang kapas. "Maaf."
"Untuk?"
"Tidak menepati janjiku untuk menjemputmu di rumah Amanda."
Veronica mengangguk. Melepaskan tangannya dari Xeron untuk memasukan peralatan ke dalam kotak P3K. Dia bangkit untuk menyimpan kotak tersebut pada tempatnya. Sedangkan Xeron membuntutinya dari belakang.
"Aku membuatmu marah lagi ya?"
Xeron menyentuh kedua lengan Veronica kemudian memutar tubuh itu untuk menghadapnya.
"Seharusnya tidak. Kau menolong seseorang dan berhasil menjebloskan Si penjahat ke dalam penjara. Itu perbuatan terpuji." Veronica menurunkan tangan Xeron dari lengannya. "Tapi, aku saja yang berlebihan karena tidak bisa memandang Leah seperti korban yang berhasil kau tolong. Kau terlalu heroik, seperti sangat takut jika orang yang kau kasihi akan disakiti."
"Itu yang aku lakukan saat Ben mencoba melecehkanmu, Veronica."
"Dan itu juga yang kau lakukan pada Leah, Xeron." Veronica mengesah keras. "Aku bingung. Terkadang aku bisa begitu percaya diri saat kau memperlakukan aku dengan manis, seolah-olah hanya aku satu-satunya perempuan yang layak mendapatkan perlakuan istimewa darimu. Tapi tak jarang juga aku merasa bahwa itu semua hanya caraku menguatkan diri untuk bisa bertahan lebih lama lagi denganmu, disaat aku tahu bahwa kau dan Leah tidak akan memiliki ujung karena kalian memiliki ikatan persaudaraan yang tidak akan pernah putus sekali pun aku memintamu untuk menjauhinya."
"Jadi menurutmu aku harus diam saja saat Ben mencoba menyakiti seorang perempuan?"
Veronica mendongak, sedikit terkejut mendengar ucapan Xeron dalam membela diri.
"Aku yakin kau akan melakukan hal yang sama jika ada di posisiku. Itu bentuk jiwa kemanusiaan. Sekalipun orang yang Ben sakiti bukanlah Leah, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama. Aku tidak biadab seperti Ben sekalipun aku bukan orang baik. Jika caraku menolong Leah menurutmu adalah sebuah kesalah. Oke, aku minta maaf. Jadi bisakah kita sudahi perdebatan ini dan berhenti bersikap kekanak-kanakan?"
"Kau sebut aku kekanak-kanakan?" Veronica sedang tidak dalam mode ingin berdebat. Namun entah mengapa tuduhan Xeron baru saja mulai menyulut amarahnya. "Apa selama ini menurutmu aku kurang berbesar hati menerima seluruh cerita kelam dari masa lalumu?"
Mata Veronica mulai berair. Dia sensitif. Entah karena hormon kehamilan atau memang ucapan Xeron terdengar keterlaluan.
Sering kali Xeron mengatakannya kekanak-kanakan tanpa ingin melihat sisi dimana Veronica berusaha keras untuk bersikap dewasa dalam menghadapi permasalahan rumah tangga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...