Chapter 77

1.2K 159 162
                                    

Veronica ingat bahwa tadi pagi dia tidak melewatkan sarapan sebelum beraktivitas. Tapi entah mengapa perutnya terasa tidak enak. Mungkin maagnya kambuh sehingga rasanya cukup nyeri. Ditambah lagi kepalanya yang terasa berat sebelah.

"Take ketiga berlangsung sebentar lagi. Apakah kau sudah selesai berganti pakai..." Amanda masuk dengan mata mendelik melihat Veronica duduk di depan cermin dan belum ganti pakaian. "Ya ampun, Vero! Kenapa malah melamum di depan cermin? Waktu kita sudah mepet."

"Apa kau membawa obat maag?"

"Kau sakit?"

"Perutku rasanya tidak enak."

"Aku tidak bawa obat maag karena aku tidak punya penyakit maag. Baik. Tunggu disini sebentar, aku akan carikan obat maag untukmu."

Veronica mengangguk kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Tangannya meraba ponselnya yang berada di atas meja. Tidak ada balasan pesan dari Xeron. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sempat membuka ponselnya.

Xeron, maagku kambuh:(

Sakit☹️☹️☹️

Pesan itu langsung dikirim. Veronica tidak berharap Xeron akan membalasnya dengan cepat. Dia hanya ingin Xeron mengetahuinya.

Dering ponsel ternyata tidak berasal dari miliknya. Veronica kembali mengulurkan tangan untuk meraih benda pipih di dekat tas Amanda. Ponsel milik Amanda yang sedang berbunyi.

Panggilan masuk dari Zac.

Veronica tersenyum melihat nama itu lagi. Sudah lama mereka tidak saling berkabar. Interaksi terakhir mereka adalah melalui surat dan bunga yang Zac kirimkan ketika Veronica keluar dari rumah sakit setelah lengannya ditikam preman jalanan.

"Hai." Sapa Veronica lebih dulu.

"Hai." Balas Zac. Veronica senang mendengar suara itu lagi. "Aku tahu ini bukan suara Amanda. Jadi—"

"Tebak siapa aku."

"Aku terlalu mengenali suaramu." Suara kekehan Zac terdengar, "Veronica?"

"Begitu mudah ternyata." Balas Veronica sambil terkekeh. Nyatanya kini dia lupa dengan rasa sakit di perut yang melandanya beberapa saat lalu. "Kau curang. Mengapa hanya Amanda yang dihubungi? Katanya kita best friend forever."

"Amanda belum ada pawangnya. Aku jadi lebih leluasa untuk menghubunginya. Jika aku menghubungimu, aku takut akan terjadi salah paham lagi antara kau dan Xeron. Aku tidak ingin kalian bertengkar karena aku."

"Xeron tidak kekanak-kanakan seperti itu."

"Kau hanya belum melihat bagaimana ekpresi wajahnya ketika sedang cemburu."

"Kau takut?"

"Ini bukan soal takut, tidak takut. Ini soal aku menghargai Xeron sebagai suami dari sahabatku." Zac berdeham pelan. "Well, apa kabar? Amanda bilang belakangan ini kau sedang ditimpa banyak masalah keluarga, apa itu benar?"

Veronica mengangguk walau Zac tidak dapat melihatnya. Rasanya dia ingin sekali mencurahkan semuanya kepada Zac karena pria itu lebih pandai memberi solusi dibandingkan Amanda. Tapi, rasanya tidak mungkin dia membicarakan semua itu sekarang saat kegiatan syutingnya masih padat.

"Kau juga sudah bertemu dengan Ibu kandungmu, benar?"

"Amanda yang mengatakannya padamu?"

Zac berdeham.

"Ya itu benar. Akhirnya Zac, aku bisa bertemu dan melihat wajahnya. Dia wanita yang sangat baik dan juga cantik. Kau harus bertemu dengan Mama!"

"Tentu saja aku harus bertemu dengannya dan bilang bahwa Putrinya masih mengompol di tempat tidur saat usia lima belas tahun."

Happier Than EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang