Kaki dengan heels setinggi lima senti itu melangkah memasuki pintu utama Yayasan yang cukup ramai. Veronica terpaksa datang seorang diri karena Xeron memiliki pekerjaan dadakan. Bisa saja dia menunggu Xeron hingga selesai namun dia tidak enak pada Ibu yang terus menerus meneleponnya dan berkata jika acara syukuran yang diadakan oleh Dokter Alicia akan segera dimulai.
Acara pemotongan tumpeng sudah usai ketika dia sampai. Dari banyaknya orang yang hadir, Veronica hanya mengenali Ibu, Dokter Alicia dan juga Leah. Dokter Alicia adalah orang pertama yang menyadari keberadaannya dan melambai dari kejauhan.
"Kenapa datang sendirian? Xeron tidak ikut?" Tanya Dokter Alicia.
Veronica menyengir kecil, "Xeron memiliki pekerjaan mendadak."
"Anak itu memang suka lupa waktu jika sudah bekerja." Kali ini giliran Ibu yang berdecak.
Kemudian Veronica duduk di salah satu bangku saat acara hiburan di mulai. Orang-orang berpakaian seragam—yang bisa diyakini adalah para pasien Dokter Alicia yang menempati Yayasan ini—sedang membentuk paduan suara di atas podium. Menyanyikan tembang lawas Mariah Carey yang berjudul Hero dengan merdu. Tidak ada wajah-wajah penuh luka dan tekanan, mereka tampak sangat berseri menyampaikan makna dari lagu tersebut.
Lutut Leah yang duduk di sebelahnya tidak sengaja menyenggol lututnya. Membuat Veronica mau tak mau melirik sekilas pada perempuan itu.
"Aku hampir menjadi seperti mereka jika Xeron tidak ada di hidupku."
Veronica tahu kemana Leah akan menggiring pembicaraan ini. Maka dari itu dia tetap fokus ke depan dan berharap hanya suara nyanyian yang akan dia dengar selanjutnya.
"Jika aku benar-benar menjadi seperti mereka mungkin aku akan memilih untuk mati. Tapi, aku bukan mereka, aku masih memiliki alasan untuk tetap bertahan."
"Kau mencoba membahas tentang Xeron?"
Leah menganggukan kepalanya, "Dia adalah hidupku. Dia segala-galanya."
Kemudian Veronica memutuskan untuk bangkit dari kursinya. Keluar dari tempat tertutup itu untuk mencari udara segar—selain untuk menghindari percakapan bersama Leah.
Tapi tidak disangka-sangka Leah ikut menyusulnya. Berdiri di sebelahnya sambil mengulurkan sebungkus rokok. "Ambil saja. Tidak ada Xeron disini. Dia tidak akan memarahi kita."
"Tidak. Terima kasih."
Leah berdecak pelan sambil menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya.
"Jika Xeron melihatku merokok, dia pasti akan memarahiku. Jadi kau jangan bilang-bilang padanya. Oke?"
Veronica mengernyit dengan sikap sok akrab yang coba Leah tunjukan. Seperti dua orang yang sudah bersahabat cukup lama padahal faktanya hubungan mereka tidak pernah cocok bahkan sebagai saudara ipar sekalipun.
"Kau tidak harus mengikutiku sampai disini, Leah."
"Melihat mereka hanya akan mengingatkanku pada diriku di masa lalu. Menyedihkan dan putus asa." Leah mengepulkan asap rokoknya dan terkekeh. "Dan kini aku kembali merasa seperti mereka karena kau berhasil merebut kebahagiaanku."
"Aku tidak pernah merebut kebahagiaan siapapun. Jika ini tentang Xeron, maka kau seharusnya bercermin pada dirimu sendiri. Siapa yang membuat Xeron menjauh? Kau, Leah. Kau mengkhianatinya dan mengandung anak dari Ben."
Saat itu pula Leah menjatuhkan puntung rokoknya yang bahkan belum kecil. Dia menginjak keras sebelum memicingkan mata ke arah Veronica.
"Oh, dia sudah menceritakan semuanya padamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier Than Ever
RomanceKisah tentang kehidupan yang bermusim, tak selalu hangat, terkadang badai juga datang. Berputar bagaikan roda, tak terus menerus di atas, sewaktu-waktu juga akan jatuh ke bawah. Begitulah Veronica Estella mendeskripsikan kehidupannya. Setelah Ayahny...