EKSTRAKURIKULER dilaksanakan setiap hari jum'at. Karena pada hari tersebut KBM telah selesai pada pukul sebelas siang. Dan hampir semua murid Royal Class menyukai kegiatan ini, dimana mereka bisa melakukan hal yang mereka sukai.
Ekstrakulikuler, namun sebagian besar murid Blue High School menyebutnya ‘ekskul’ supaya lebih singkat.
Murid Royal Class pergi menuju tempat ekskul mereka masing-masing. Seperti Arabela yang mengikuti ekskul seni rupa maka dia sudah berada di ruang seni rupa.
Zevan dan Vano sudah berada di lapangan basket indoor, tentu saja mereka berdua mengikut ekskul basket.
Meteor sudah berada di kolam renang, dia mengikuti ekskul renang.
Dinda, gadis itu mengikuti ekskul literasi dan sekarang sudah berkumpul di perpustakaan.
Aletta, dia mengikuti ekskul musik, tentu saja berada di ruang musik.
Vania mengikuti ekskul pemanah, gadis itu sudah berada di lapangan terbuka yang berada di belakang gedung khusus guru.
An mengikuti ekskul taekwondo, saat ini dia berada di lapangan utama—berada di tengah-tengah gedung—yang lumayan ramai. Di lapangan utama ini, lapangan yang biasa digunakan untuk upacara. Walau begitu, banyak macam ekskul yang membutuhkan ruang terbuka dan memilih lapangan utama karena tidak memiliki ruang pribadi.
Adara, gadis itu membelah diri layaknya amoeba. Maksudnya, gadis ini mengikuti tiga ekskul sekaligus. Di antaranya ekskul pemanah, musik, dan basket. Hari ini, dia hendak menghadiri ekskul pemanah saja.
Rigel, laki-laki itu justru belum mengikuti ekskul apapun. Dia menatap malas brosur ekskul yang diberikan oleh Zevan.
Dia mendonggak, mendapati Adara yang hendak keluar kelas. Rigel bergegas mengikuti.
"Adara, lo ekskul apa?"
"Kepo."
"Emang ada ekskul kepo?"
Memutar bola mata malas, Adara mempercepat langkahnya. Namun Rigel tentu saja bisa menyamakan langkah dengan Adara.
"Lo ikut—"
"Ekskul pemanah." Adara mulai menuruni anak tangga satu persatu. Sebenarnya, bisa saja dia menaiki lift, tapi dis tidak mau berdua dengan Rigel di dalam lift.
"Ada saran bu—"
"Futsal atau basket." Adara membelokkan langkahnya, berjalan ke sebelah kiri dan menelusuri koridor.
"Gue gak—"
"Yaudah terserah lo." Gadis itu semakin mempercepat langkahnya, bahkan setengah berlari. Sesekali dia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Rigel berdesis pelan, laki-laki itu masih mensejajarkan langkah dengan Adara. Berhubung langkahnya lebar, jadi tidak usah repot-repot berlari.
"Ra, lo kenap—"
"Bacot." Adara menoleh ke arah Rigel, tatapan intimidasi itu membuat Rigel langsung mengantupkan mulutnya.
Adara kembali melihat lurus ke depan tanpa menghentikan langkahnya. "Satu menit, kalau lebih dihukum." Setelah mengatakan itu Adara benar-benar berlari.
Tujuannya satu, lapangan terbuka khusus ekskul pemanah.
"Pak, maaf telat." Adara mengatur napasnya, dia sedikit membungkukkan tubuhnya dan memejamkan mata beberapa saat.
Pak Rumeo selaku pembina ekskul memanah tersenyum. "Tidak apa, kau hanya telat satu detik."
Senyum tipis terbit di bibir mungil gadis itu, hal tersebut membuat beberapa orang terpaku. Hanya senyum tipis pun, Adara tetap cantik. Bahkan, jarang-jarang Adara tersenyum walau hanya senyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...