SEBENARNYA bahagia itu sederhana, yang sulit adalah kita yang menerima. Lalu seharusnya semua orang tahu, bahwa yang membahagiakan adalah diri sendiri.
Kuncinya adalah diri sendiri, bukan orang lain.
“Al! Jalan yok? Gue mau ngasih tau sesuatu sama lo!” seru Rigel dengan begitu antusias. Saking antusiasnya, laki-laki itu berjalan menuju Aletta seraya melompat-lompat.
Aletta terkekeh. “Ngasih tau apa?” tanyanya.
Rigel malah tersenyum konyol dan menarik tangan Aletta menuju basement Blue High School. Akhir-akhir ini, murid Royal Class begitu membosankan dan Rigel membutuhkan refreshing.
Murid Royal Class terlalu bruntal, untuk masalah yang seharusnya dipikir secara baik-baik.
Aletta menyandar pada mobil miliknya, sedangkan Rigel memakai helm. Setelah Rigel menaiki motor, Aletta memasuki mobilnya.
“Ke rumah lo dulu buat ganti baju, atau langsung berangkat?” Rigel bertanya dengan alis yang naik-turun.
Aletta berpikir. “Ke rumah gue,” putus Aletta. Setelah berucap demikian, gitaris itu melirik mobil bodyguard yang terparkir tidak jauh dari sini, “sekalian izin, gak seru kalau diikuti bodyguard.”
Rigel mengangguk setuju. Para bodyguard itu sudah mengenal Rigel sehingga mereka hanya perlu memperhatikan dari jauh. Dan seperti yang Aletta ingin, keduanya akan pergi ke rumah terlebih dahulu untuk meminta izin kepada Garneo supaya tidak diikuti bodyguard.
Ya, Rigel mengajarkan Aletta untuk tidak berontak. Lebih baik bergerak dengan lembut, apalagi Garneo yang sudah sedikit luluh.
Kendaraan keduanya sudah melaju beberapa detik yang lalu dengan diikuti bodyguard. Setelah sampai, mereka langsung memasuki rumah. Aletta mengganti seragam sekolah dengan pakaian yang lebih santai, kemudian meminta izin kepada Garneo untuk pergi bersama Rigel.
Setelah diberi izin, keduanya langsung pergi tanpa membawa mobil Aletta. Gadis itu cukup dibonceng oleh Rigel.
“Lo sendiri gak ganti baju?” tanya Aletta mendapati Rigel yang masih menggunakan seragam sekolah.
Rigel malah nyengir kuda, hal tersebut membuat Aletta memutar bola matanya. “Jadi?”
“Yaudah gapapa,” sahutnya. Rigel membuka almamater Royal Class dan baju seragam sekolah, menyisakan kaos putih polos dan celana sekolah. Memasukan pakaiannya ke dalam tas, dan keduanya pergi ke suatu tempat.
Taman bermain.
“Lo serius?” beo Aletta setelah turun dari motor.
Rigel mengangguk semangat, sedangkan Aletta masih kebingungan mengapa Rigel mengajaknya ke sini. Aletta pikir—lupakan.
Rigel menarik tangan Aletta, berjalan memasuki taman bermain dan menyapa anak-anak yang sedang bermain di sana. Rigel tampak begitu ramah, bahkan ikut sebentar bermain bersama mereka.
Aletta memperhatikan, hingga Rigel mengajaknya untuk duduk di sebuah kursi yang sudah ada manusia lain yang sedang duduk.
Seorang gadis yang duduk tenang di tengah kericuhan anak-anak, seraya membaca buku.
“Lo ngajakin gue ketemu Adara?” Pertanyaan yang lolos dari mulut Aletta itu langsung dibalas dengan anggukan.
Adara Mahaputri Sanjaya.
Rigel dan Aletta duduk, menghipit Adara yang masih membaca buku. Gadis multitalent itu mendongak, melihat kanan kiri, kemudian menghembuskan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...