...--/-....

2.3K 465 42
                                    

“MURID Royal Class, Kak?”

Dinda tidak menjawab, gadis itu hanya menatap seorang gadis kelas XI yang barusaja bertanya.

Dinda pikir, gadis itu akan sama tegasnya seperti gadis yang di luar tadi, Vana.

Dinda melirik name tag, ternyata namanya Cinta.

Cinta tersenyum ramah ketika teman laki-laki yang semula berdiri di pojok kini menghampiri. “Silahkan tandatangani ini sebagai bukti jika murid Royal Class telah menyelesaikan tantangan pada pos satu,” katanya.

Dinda bergeming, matanya bergerak melihat kertas beserta bolpoin yang diberikan Cinta. Selesai katanya?

“Kak?”

Dinda menyunggingkan senyumnya dan menandatangani kertas tersebut. “Gitu doang?” tanyanya kemudian.

Konyolnya, dua adik kelas di hadapannya malah mengangguk.

Dinda pikir, dirinya akan ditakut-takuti atau diberi pertanyaan. Nyatanya, tidak sama sekali.

“Baik, permisi.” Setelah mengatakan itu, Dinda berjalan keluar dari gudang yang telah dibersihkan itu.

Ceklek.

“Nol.” Itu yang didengar Dinda semasa dia membuka pintu gudang.

“Apanya yang nol?” tanya Dinda langsung.

Aletta malah mengangkat bahunya ringan, dan bertanya balik, “Lo udah?”

Dinda menganggukkan kepalanya.

“Silahkan dilanjut. Tetap semangat dan hati-hati semasa perjalanan.” Vana berucap dengan nada datar, bahkan dia tidak tersenyum sama sekali.

Zevan hanya membalas dengan anggukkan, dan Rigel membalas dengan acungan jempol, sedangkan yang lain langsung melanjutkan perjalanan.

“Ingat, usahakan ada salah seorang di antara kalian yang sampai hingga pos lima.” Ucapan itu terdengar samar-samar. Entah Vana yang berucap pelan, atau mereka yang sudah berjalan terlalu jauh. Karena, mereka tidak berniat untuk membalikkan badan.

“Gak habis pikir gue,” celetuk Dinda.

“Kenapa emang, Din?” sahut Rigel penasaran.

“Masa tadi gue cuma disuruh nandatangan doang?”

Zevan malah terkekeh. “Yaudah kali, Din. Mungkin pos satu emang semudah itu.”

“Tadi gue lumayan lama di dalem itu, cuma diem-dieman,” ucapnya pelan dan hanya bisa didengar oleh Vania dan Arabela yang kebetulan ada di sebelah kanan-kiri Dinda.

“Pos dua letaknya di mana, Zev?” An bertanya dan mengintip peta kembali.

“Di—”

“Anjir gak waras yang bikin peta,” umpat An seraya menarik peta tersebut dari tangan Zevan, untung tidak sobek.

“Masa ini udah dari belakang, terus harus susah-susah ke basement?” cerocosnya tidak percaya.

Rigel ikut-ikutan mengintip peta. “Emang sengaja buat kita muter-muter sekolah kali,” katanya.

An tidak menyahuti Rigel, dia malah memijat pangkal hidungnya. Semua orang juga tahu jika, letak gudang dengan basement itu sangat berjauhan. Ibarat basement itu paling depan, sedangkan gudang itu paling belakang. “Gak habis thingking gue,” gumamnya.

Brak!

Mereka refleks menghentikan langkahnya. Terdengar seperti pot jatuh.

Meteor dan Vano langsung menyorot sumber suara dengan senter yang mereka bawa. Aletta semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Rigel. Lalu Muthia malah memejamkan matanya takut.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang