PROBLEMATIKA semesta memang tidak ada habisnya, ya. Terus saja menghantam jiwa hingga rasanya ingin putus asa.
Murid Royal Class angkatan 32 yang terkenal akan kekompakkannya itu, kini berhasil terjun jatuh.
Tercoreng, ketika kasus An dan Meteor diketahui berada di club waktu masa libur semester. Ditambah lagi sebelumnya, nyaris semua murid Royal Class diketahui melakukan kesalahan. Itu sangat memalukan, tentu saja.
Seharusnya try out 6 dilaksanakan pada tanggal 1, seperti biasanya. Hanya saja tepat pada tanggal tersebut, semua murid diliburkan karena libur tahun baru. Sehingga, mau tidak mau, ketika pertama masuk mereka harus menghadapi try out 6.
Namun, untuk pertama kalinya, try out 6 akan dilaksanakan pada waktu siang hari. Lebih tepatnya setelah dzuhur. Tepat ketika matahari menyorot bumi dengan begitu menyengat.
Lalu seharusnya, pagi ini, mereka sibuk belajar untuk try out. Sayangnya murid Royal Class malah sibuk berdebat.
“Lo, sih! Kenapa malah minta dijemput sama gue?!” sembur An pada Meteor.
Perkara hubungan An dan Zevan yang berganti status, tidak membuat gadis berambut sebahu itu menjadi kalem.
Meteor mendelik. “Dih, siapa yang mau dijemput sama lo? Itu yang nelepon lo bukan gue,” dalihnya.
“Tetep aja, lo salah! Suruh siapa mabuk!”
Meteor menghembuskan napas kasar dan mengacak rambutnya frustrasi. “Kalau itu di luar kendali gue!”
“Halah, lo kalau di luar sekolah kan emang bajingan,” sahut An.
Zevan melotot, hendak menegur An namun baru hendak membuka mulut, An sudah mengangkat tangannya menyuruh diam.
Meteor tidak terima, dia membalas, “Lo—”
“Udah,” potong Dinda.
An dan Meteor beralih menatap tajam Dinda. “Lo yang salah,” kata Meteor pada Dinda.
“Kok sekarang malah nyalahin gue?” protes Dinda, tidak habis pikir.
Meteor mengedikkan bahu, tetapi tetap menjawab, “Suruh siapa lo ninggalin gu—”
“Ya karena lo berengsek,” sela Dinda.
Meteor mengantupkan mulutnya. Laki-laki itu terlalu sensitif dengan kata ‘berengsek’.
An saling pandang dengan Zevan, mengingat malam itu Meteor terus mengucapkan kata ‘berengsek’ berkali-kali.
Hening.
“Kenapa di postingan itu, Zevan diblur?” tanya Aletta memecah keheningan beberapa detik.
“Ya mana gue tahu,” sahut Zevan cepat.
Dinda menatap Zevan penuh selidik. “Jangan-jangan, lo yang ngepost berita itu di website sekolah?” tuduhnya.
“Enak aja!” An yang menyahut dengan sewot. “Mana mungkin Zevan yang ngepost, orang Zevan gak akan setega itu sama gue. Lagian nih ya, Zevan gak mungkin fot—” cerocosnya.
Meteor memutar bola mata malas sementara Zevan mengangguk setuju. “Iyain dah, yang baru jadian,” ledeknya.
“Justru kita lebih curiga sama lo,” kata Zevan tanpa mempedulikan ucapan Meteor. Justru kali ini Meteor mengangguk setuju, pun dengan An.
Dinda berdecak. “Kalian masih gak percaya sama gue?”
Ketiganya mengangguk serempak. Hal tersebut membuat Dinda berjalan ke sana ke mari seperti setrika. “Dibilang bukan gue, ya bukan gue!” bentaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...