SEPERTI yang dikatakan sebelumnya, Rigel gagal untuk memeluk boneka kucing baru pengganti Si Cebong karena telah dijadikan bayi kembali oleh Celena.
Rigel menggentak-hentakkan kakinya ketika memasuki rumah dan tentunya langsung ditegur oleh sang ibu tercinta.
“Kenapa dateng-dateng kusut gitu wajahnya? Bukannya salam malah hentakkin kaki kayak yang mau nari aja,” cerocos Celena setelah datang dari arah dapur.
Rigel mendelik dan menyalami wanita itu seraya berkata, “Assalamualaikum!”
Celena terkekeh pelan. “Waalaikumussalam. Gimana tadi ada ujian, gak?”
Nahkan.
Rigel tersenyum paksa. “Ada lah! Di sekolah baru Rigel itu Bu, tiada hari tanpa ujian. Eh tapi kayaknya hari ini Rigel kurang beruntung, masa dapet nilai sembilan puluh cuma karena gak dikasih titik di akhir kalimat,” ceritanya dengan nada kesal seraya duduk di sofa.
“Yaudah, sih. Makanya lain kali yang teliti.” Jeda, Celena tersenyum menggoda. “Dan boneka kucing itu jadi milik Ibu!”
Mata Rigel terbelalak. “YAH, BU! JANGAN GITU DONG BU! ITU TETEP HARUS JADI MILIK RIGEL KALAU BESOK ADA UJIAN LAGI TERUS DAPAT NILAI SERATUS!” semprot Rigel seraya berkacak pinggang. Tidak sopan sekali memang.
Celena malah memukul pelan dahi Rigel dengan spatula yang entah sejak kapan dia bawa. “Hush! Udah ah mending kamu mandi. Abis itu, tolong beliin buah di toko sebelah itu. Soalnya nanti ada tamu.”
“Tamunya siapa, Bu?”
“Orang lah, yakali setan.” Setelah mengatakan itu, Celena kembali ke dapur meninggalkan Rigel yang sudah menatap punggung wanita itu dengan tatapan tidak habis pikir.
Laki-laki itu bergumam sambil berjalan menuju kamarnya, “Kok bisa, ya, Papah suka sama Ibu yang—”
Jdugh!
“Aws,” ringis Rigel setelah wajahnya berhasil mencium dinding. “Ini dinding gatel amat dah, pengen dicium gue,” gerutu laki-laki itu kemudian berjalan menuju arah yang benar—masuk ke kamar maksudnya.
Laki-laki itu langsung bergegas untuk mandi, karena setelahnya akan membeli buah untuk tamu yang katanya orang bukan setan.
“RIGEL!” panggil Celena beberapa menit setelahnya, tampak seperti teriakan orang yang hendak menagih utang.
Rigel keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah bersih dan terhindar dari bau ketek, tubuh laki-laki itu juga sudah terbalut dengan pakaian yang tentunya bersih dan sudah dicuci dengan bunga tujuh rupa—eh?
“IYA, BU? ADA APA?” jawab laki-laki itu sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk dan berjalan menghampiri Celena.
Celena menyerahkan dua lembar uang Rp.100.000,- kepada Rigel. “Ini beli buah, ya. Jangan mampir dulu ke mana-mana, cepet balik ya,” tutur Celena dibalas anggukan dari Rigel.
“Siap, laksanakan!” seru Rigel. Laki-laki itu kembali menuju kamar, menyisir rambut, kemudian menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
“Sip, wangi.” Setelahnya dia langsung berjalan keluar rumah untuk membeli buah. Tidak perlu menggunakan kendaraan, karena Rigel hanya perlu jalan kaki untuk menuju toko buah yang pemiliknya bernama Roki.
Namun baru saja beberapa langkah, Rigel seolah lupa akan tujuannya ketika melihat Adara yang berjalan tidak jauh dari tempat laki-laki itu berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...