...--/--...

2.4K 474 41
                                    

EVERYTHING in life ... has to have balance.” – Donna Karan

Itu benar. Semuanya membutuhkan keseimbangan, pun dengan membuat menara menggunakan gelas.

Regu dua membuat menara yang sangat tinggi, namun kekurangan keseimbangan dan menyebabkan menara tersebut mudah roboh; sedangkan regu satu berhasil membuat menara yang tidak terlalu tinggi, hanya saja pada menara tersebut memiliki keseimbangan. Regu dua membuat menara seperti huruf I; sedangkan regu satu membuat menara seperti ... piramida dengan bagian atas dibentuk seperti huruf I.

Paham bagaimana bentuknya?

Dan, sudah tahu siapa pemenangnya?

Ya, regu satu.

An dan Rigel bertos ria, tidak lupa untuk tertawa dan bersorak bangga. Memang kedua manusia ini sangat heboh, dari awal hingga akhir.

Sedangkan regu dua, mereka mendengkus, berdecak, dan bermuka masam. Rupanya mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan.

“Kata gue juga tadi jangan terlalu tinggi, bodoh!” desis Aletta, namun tidak ada yang menanggapi.

“Baik, selamat kepada regu satu. Regu satu dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanan, namun regu dua diharap untuk tetap berada di sini,” instruksi Wildan.

Mau tidak mau mereka mengangguk. Zevan memberikan peta pada Meteor karena dia lebih percaya pada laki-laki itu daripada kepada Rigel. Duh, maaf Rigel.

An, Rigel, dan Arabela melambaikan tangan pada regu satu, mereka hanya memutar bola mata malas. Apalagi An yang malah tersenyum mengejek.

Oke, persaingan tetap persaingan. Walaupun tetap saja, yang mereka butuhkan saat ini adalah kekompakkan.

Melihat sebagian dari Royal Class sudah melangkahkan kakinya, diam-diam Adara berbicara pada Kaisar. “Sar, Kaisar. Tolong ikutin mereka, dan pastiin ada yang sampai ke pos lima.”

Bodohnya, ucapan itu terdengar hingga telinga Wildan karena laki-laki itu berdiri di belakang Adara.

“Barusan bilang apa, Kak? Kaisar?”

¤¤¤

Selama perjalanan menuju pos tiga, mereka tidak banyak berbicara. Hening, dan Rigel tidak menyukai hal ini.

Mereka saling diam, ketika Rigel bicara malah mereka tidak menyahut. Apakah mereka sariawan massal? Masa, sih.

Tepat pada pertigaan jalan, mereka sempat berpapasan dengan kelas XII B kemudian disusul oleh kelas XII H dari arah yang berbeda.

Tidak ada bentuk sapaan apa pun. Mereka bahkan tidak melirik, anggap saja seperti melewati dinding.

“Semua peta yang diberikan ke setiap kelas itu beda, ya?” tanya Arabela pada akhirnya.

Meteor menganggukkan kepala sambil menatap peta, sedangkan senter dia berikan pada An.

“Pantes, dari tadi kita gak ketemu sama siapa-siapa, kecuali tadi pas di pertigaan.” An menyahut kemudian merotasikan bola matanya.

“Pos tiga posisinya di mana?” tanya Dinda setelah menghembuskan napas kasar.

“Perpustakaan khusus Royal Class.”

Kembali hening. Rigel berdecak. “Duh, gak ada Aletta jadi gak ada yang gandeng tangan gue, tangan gue lumut—”

Pletak!

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang