----.

3.8K 609 15
                                    

MERAPIHKAN semua perlengkapan belajar dan memasukan ke dalam tas. Sebelum pulang ke rumah ada beberapa di antara mereka yang akan pergi ke perpustakaan, melaksanakan bimbel, dan sebagainya.

Namun beda lagi dengan Arabela. Sekarang dia akan pulang dan menyelesaikan perkerjaan rumah. Maksudnya, dia harus menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, menjaga adik, dan banyak lagi.

Sungguh ini adalah tuntutan yang lumayan memberatkan.

Tapi apa boleh buat, Arabela tidak bisa menolak permintaan kedua orangtuanya. Jika orang lain dipaksa mendapat nilai sempurna, justru Arabela sebaliknya.

Gadis itu melihat ke sekeliling, beberapa di antara mereka sudah meninggalkan ruang Royal Class. Kini yang tersisa hanya dirinya dan Aletta.

"Kali ini nilai gue lebih tinggi dari lo," cetus Aletta tiba-tiba, namun tanpa menoleh ke arah Arabela.

Arabela hanya membalas dengan dehaman singkat. Gadis itu langsung berjalan keluar kelas dan Aletta ada di depannya. Niatnya, dia ingin mendahului langkah gadis itu karena takut dimarahi ibunya jika pulang terlambat, namun dia tidak sengaja menyenggol lengan Aletta.

"Aw."

Arabela menghentikan langkahnya. "Kamu kenapa?" tanyanya, padahal dia hanya menyenggol pelan tapi Aletta terlihat begitu kesakitan.

"Gak apa-apa." Aletta menatap datar Arabela dan pergi dengan langkah cepat. Namun Arabela segera menarik lengan Aletta, tanpa disadari gadis itu langsung meringis.

"Ssshh. Lo ngapain, sih!" bentak Aletta sambil menyentakkan tangannya hingga tangan Arabela terlepas. Tatapan tajamnya dia lemparkan ke Arabela.

Bahkan dia tidak sadar kalau menggunakan panggilan 'lo' saking kesalnya.

"Aku—" Belum sempat Arabela merampungkan kalimatnya, Aletta langsung berjalan pergi.

Meninggalkan Arabela yang menatap punggungnya.

Arabela tidak tahu, kalau lengannya sakit dan membiru karena ulah ayahnya yang mencengkram begitu kuat.

"Aku ingin bersahabat denganmu seperti dulu, Al," monolognya pelan, namun ternyata terdengar hingga telinga Aletta.

"Mimpi!"

Shit!

¤¤¤

Menatap layar laptop di hadapannya, matanya memicing beberapa saat setelahnya dia menyandarkan punggungnya pada dinding.

"Semoga mata gue masih normal," gumamnya karena tiba-tiba penglihatannya sedikit memburam. Dirinya tidak menyangkal kalau sedari pulang sekolah dia langsung menatap laptop dan sekarang sudah menunjukan pukul delapan malam.

Sangat menyiksa matanya.

Gadis itu berjalan menuju laci meja belajarnya, mengambil obat tetes mata dan dengan cepat meneteskan pada matanya.

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya untuk beberapa saat. Setelah penglihatannya kembali jernih dia kembali berjalan mendekati laptop.

Karena informasi yang dia dapat sudah cukup, gadis itu langsung mematikan laptop tersebut. "Gila, sih, masa IQ dia 143," monolognya kemudian memijat pelipis yang terasa pening.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang