-..../.----

2.1K 456 44
                                    

Hai, rindu gak?

¤¤¤

ADARA menembunyikan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja. Semalam gadis itu tidak bisa tidur karena banyak hal yang perlu dikerjakan.

Namun sintingnya, suasana kelas XII I cukup rusuh menurut Adara. Terlalu terbiasa di Royal Class yang muridnya lebih memilih untuk belajar dibandingkan bercanda. Sehingga, Adara merasakan sedikit tidak nyaman.

Adara mendonggakkan kepalanya bersamaan dengan suara derap langkah yang terdengae. Adara tebak, itu adalah guru yang mengajar di kelas ini. Belum bisa menebak siapa, karena bahkan Adara tidak mencatat jadwal pelajaran di kelas XII I.

Byur!

Adara bergeming. Ketika membuka pintu guru tersebut dihadiahi oleh ember yang berisikan air, dan langsung membasahi pakaiannya. Guru itu yang ternyata adalah Bu Jane, langsung melempar ember yang sempat menutup kepalannya. Setelahnya, dia pergi. Tidak jadi mengajar di kelas XII I.

Si Kembar, Willy, dan Tommy tertawa. Seolah itu adalah lelucon yang sudah biasa.

“Goblok banget kalian,” desis Adara membuat seluruh murid kelas XII I menoleh ke arahnya.

Perlahan, mereka menghentikan tawanya.

“Kenapa? Ngerasa paling pinter? Paling jenius? Paling tau sengalanya? Atau ngerasa paling sempurna, hm?” tanya Adara dengan wajah datarnya.

Tidak ada nada suara yang menunjukan sebuah emosi, gadis itu berbicara dengan nada datar namun menusuk.

“Guru itu digugu dan ditiru. Bukan malah dijadikan ajang lelucon yang sama sekali gak lucu,” tutur Adara.

Gadis multitalent itu menghembuskan napas, dan menatap lima murid kelas XII I satu per satu. “Gak pantas kalian bersikap seperti itu kepada guru hanya karena tidak mau belajar. Seberapa banyak pun ilmu yang kalian punya, tapi kalau adab kalian buruk terhadap guru, insya Allah ilmunya gak akan berkah. Gak akan bermanfaat.”

“Pintar bukan menjadi jaminan. Karena yang dinilai pertama kali oleh orang lain adalah adab, prilaku.” Adara berdecak lalu kembali berucap, “Murid Royal Class aja, yang rata-rata jenius, gak pernah tuh ngusir guru kayak gitu.”

Adara menyunggingkan senyumnya ketika melihat teman kelasnya tidak berkutik. “Jangan diulangi lagi, ya? Gue-gak-nyaman.”

¤¤¤

“Masa orang-orang yang gak masuk sekolah pas TO dibuang, eh Adara gak dibuang. Gak adil banget gak, sih?”

Mengangguk. “Nah, bener banget! Gak habis pikir gue sama kebijakan di sini.”

“Katanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi di sini malah keadilan bagi rakyat pintar,” selorohnya.

Adara menatap datar kedua gadis yang masih membicarakan tentangnya. Mereka belum menyadari kehadiran Adara, hingga gadis itu duduk di salah satu kursi yang masih tersisa. “Gimana gosipnya seru, hm?”

Gelagapan. Kedua gadis itu langsung menunduk, apalagi ketika merasakan aura intimidatif dari Adara. “Emh ... lo kok—”

“Kenapa? Masalah gue di kantin umum?” sela Adara tanpa ekspresi.

Dua gadis itu semakin pucat pasi, ketika mengingat bahwa Adara bukan lagi murid Royal Class yang mempunyai kantin sendiri. “Ng-gak, kok, g-gak ma-masalah.”

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang